News
Hitung Peredaran Bruto, Fiskus Tidak Boleh Asal Tembah

Monday, 05 March 2018

Hitung Peredaran Bruto, Fiskus Tidak Boleh Asal Tembah

JAKARTA. Implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 15/PMK.03/2018 tentang Cara Lain Menghitung Peredaran Bruto memang memudahkan fiskus untuk menilai peredaran bruto dan pendapatan bersih wajib pajak. Namun demikian, otoritas pajak diharapkan tidak asal main tembak supaya niat memberikan kepastian kepada Wajib Pajak tercapai.

Jika merunut poin PMK tersebut, sebenarnya implementasi beleid yang merupakan turunan dari Pasal 14 Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) ini, memberikan alternatif bagi otoritas pajak untuk menghitung peredaran bruto, terutama hal itu dilakukan kepada wajib pajak non-kooperatif yang wajib melakukan pembukuan atau pencatatan, tidak sepenuhnya melakukan pencatatan, atau tidak memperlihatkan pencatatan bukti-bukti pendukungnya.

 

Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, memastikan bahwa dalam melakukan pemeriksaan, otoritas pajak tidak akan melakukan implementasinya secara sewenang-wenang.

Justru menurutnya kewenangan menetapkan penghasilan bruto pada saat pemeriksaan terhadap WP yang tidak menyelenggarakan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya tetap disertai dengan kejelasan metode atau cara pemeriksaan. "Ini juga memberikan kepastian bagi WP, dalam arti pemeriksa tidak sewenang-wenang menggunakan metode yang tidak dapat dipertanggung jawabkan," kata Yoga kepada Bisnis belum lama ini.

Adapun jika diperinci kedelapan alternatif itu berisi penjelasan mengenai metode lain bagi fiskus (pegawai atau pejabat pemerintah yang bertugas mengurus dan menarik pajak) untuk menghitung peredaran bruto WP. Metode yang pertama adalah penghitungan peredaran bruto menggunakan metode transaksi tunai dan nontunai.

Penghitungan dilakukan berdasarkan data atau informasi mengenai penerimaan tunai dan penerimaan nontunai dalam suatu tahun pajak. Kedua, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode sumber dan penggunaan dana. Rujukannya adalah data dan informasi mengenai sumber dana dan penggunaan dana dalam suatu tahun pajak.

Ketiga, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode satuan dan volume. Acuannya adalah data dan atau informasi mengenai jumlah satuan atau volume usaha yang dihasilkan Wajib Pajak dalam suatu tahun pajak.

Keempat, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode penghitungan biaya hidup. Penghitungan dilakukan berdasarkan data atau informasi mengenai biaya hidup Wajib Pajak beserta tanggungannya termasuk pengeluaran yang digunakan untuk menambah kekayaan dalam suatu tahun pajak.

Kelima, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode pertambahan kekayaan bersih. Pemeriksa dapat menggunakan data atau informasi mengenai kekayaan bersih pada awal dan akhir tahun dalam suatu tahun pajak sebagai basis penghitungan peredaran bruto.

Keenam, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode berdasarkan SPT atau hasil pemeriksaan tahun pajak sebelumnya. Sesuai dengan jenis metodenya, maka dasar penghitungan peredaran brutonya adalah SPT atau hasil pemeriksaan tahun pajak sebelumnya.

Ketujuh, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode proyeksi nilai ekonomi. Untuk menggunakan metode ini, pemeriksa harus memproyeksikan nilai ekonomi dari suatu kegiatan usaha pada saat tertentu pada suatu tahun pajak. Kedelapan, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode penghitungan rasio. Untuk cara ini, penghitungannya mengacu pada persentase atau rasio pembanding.

Bisnis Indonesia


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

+6231-828-42-56 (Hunting)

+6231-828-38-84 (Fax)

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.