News
Klausul Keberatan dan Penuntutan di RUU KUP Dianggap Kemunduran Pajak

Monday, 11 December 2017

Klausul Keberatan dan Penuntutan di RUU KUP Dianggap Kemunduran Pajak

Rancangan Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang diajukan pemerintah ke DPR direspon negatif oleh kalangan pengusaha. Pasalnya, sejumlah klausul baru dalam draft RUU tersebut , terutama terkait proses keberatan dan penuntutan, justru berpotensi merugikan Wajib Pajak.   

Keberatan muncul antara lain dari Ajib Hamdani, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) bidang Tax Center.

Salah satu klausul dalam draft RUU KUP yang dipermasalahkan Ajib adalah terkait penegasan bahwa pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak.

 

 

Menurutnya, klausul tersebut membuka ruang bagi fiskus untuk memaksakan pemungutan pajak walaupun belum ada keputusan atas keberatan pajak. Karenanya, Ajib menganggap konsep itu sebagai sebuah kemunduran di bidang perpajakan Indonesia karena tidak mencerminkan kesetaraan antara Wajib Pajak dan fiskus.

Ketidaksetaran itu juga terlihat dari jumlah sanksi pidana dan penegakan hukum yang lebih berat ke WP. Ia menegaskan, konsep keberatan pajak semacam ini tidak pas diterapkan di Indonesia yang menerapkan prinsip self assesment. Dalam sistem self assesment, wajib pajak akan dianggap benar sampai masa daluwarsa pajak selesai, atau ketika sebelum masa daluwarsa pajak selesai ditemukan data atau laporan WP tidak benar.

Menanggapi hal itu, DIrektur Peraturan Perpajakan I DJP, Arif Yanuar justru berpendapat perubahan aturan ini akan menguntungkan pengusaha sebab WP berhak mendapatkan imbalan bunga sebesar 2% jika memenangkan permohonan banding. Sedangkan jika mengikuti ketentuan saat ini, wajib pajak diharuskan membayar sanksi denda 50% ketika keluar surat ketetapan pajak dan sanksi yang harus dibayar menjadi 100% jika kala dalam proses banding.

Pada prinsipnya, kata Arif, usulan perubahan skema keberatan diajukan pemerintah untuk mengatasi piutang pajak yang terus menumpuk. Mengutip data DJP, ia  menyebutkan jumlah sengketa pajak yang menimbulkan piutang pada tahun 2012 mencapai Rp71 triliun, dan nilainya terus membengkak menjadi Rp77 triliun pada 2013 dan terakhir tercatat sebesar Rp 101 triliun pada akhir 2016.  

Penghentian Penuntutan Diperketat

Perubahan lainnya dalam draft RUU KUP terbaru adalah terkait mekanisme penghentian penuntutan.

Dalam beleid terbaru, ada syarat yang harus dipenuhi jika WP ingin penuntutan dihentikan, yakni dengan membayar utang pajak ditambah sanksi administrasi sebesar 300%.

Suryo Utomo, staf ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak menjelaskan, kebijakan itu diusulkan untuk memberikan kesempatan Wajib Pajak menyelesaikan perkara melalui jalur administrasi. Misalnya, meski sudah berada di dalam penuntutan, tetapi WP telah membereskan persoalan administrasi melalui pembayaran utang pajak dan sanksi dengan besaran denda tertentu, maka penuntutan tersebut bisa saja digugurkan.

 

 




Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

+6231-828-42-56 (Hunting)

+6231-828-38-84 (Fax)

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.