News
Jelang AEoI, Menkeu Pertegas Aturan Main Pertukaran Informasi Wajib Pajak

Tuesday, 14 March 2017

Jelang AEoI, Menkeu Pertegas Aturan Main Pertukaran Informasi Wajib Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi Berdasarkan Perjanjian Internasional menjelang diberlakukannya kesepakatan keterbukaan informasi jasa keuangan dan pajak (Automatic Exchange of Information/AEoI) mulai tahun depan.

Beleid tersebut terbit pada 3 Maret 2017, yang sekaligus mencabut ketentuan-ketentuan sebelumnya, yakni PMK Nomor 60/2014 dan PMK Nomor 125/2015.

Menurut Menkeu, pertukaran informasi dan data wajib pajak dilakukan sesuai dengan ketentuan perjanjian internasional, baik yang bersifat bilateral maupun multilateral. Caranya, bisa dilakukan berdasarkan permintaan, bisa secara spontan, atau bahkan secara otomatis.

Informasi yang dipetukarkan meliputi data penghasilan orang pribadi dan badan, serta informasi kekayaan dan keuangan yang dimiliki dan atau disimpan. Jenis datanya bisa berupa rekaman audio/visual, dokumen, buku dan catatan, atau keternagan lisan.

Adapun lingkup perjanjian internasional yang menjadi cakupan PMK Nomor 39/PMK.03/2017 meliputi:

1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B); Persetujuan untuk Pertukaran Informasi Berkenaan dengan Keperluan Perpajakan (Tax Information Exchange Agreement);
2. Konvensi tentang Bantuan Administratif Bersama di Bidang Perpajakan (Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters);
3. Persetujuan Pejabat yang Berwenang yang Bersifat Multilateral atau Bilateral (Multilateral or Bilateral Competent Authority Agreement);
4. Persetujuan antar-Pemerintah (Intergovernmental Agreement); atau
5. Perjanjian bilateral atau multilateral lainnya.

Sri Mulyani menjelaskan, setidaknya ada empat manfaat yang bisa diperoleh Indonesia maupun pemerintah negara lain melalui pertukaran informasi tersebut, yaitu untuk mencegah penghindaran pajak, mencegah pengelakan pajak, mencegah penyalahgunaan P3B oleh pihak yang tidak berhak, serta mendapatkan informasi terkait pemenuhan kewajiban perpajakan WP.

Belum Cukup

Namun, PMK Nomor 39/PMK.03/2017 tidak cukup kuat untuk bisa menjadi landasan hokum penerapan AEoI pada 2018

Dalam penilaian fase 2 yang dilakukan Forum Global untuk Transparansi dan Pertukaran Informasi Demi Kepentingan Perpajakan, sebuah forum di bawah Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), terhadap 113 negara yang ingin mengimplementasikan AEoI, Indonesia masuk dalam kategori memenuhi sebagian persyaratan (partially compliant).

Posisi Indonesia setara dengan Andorra, Anguilla, Antigua dan Barbuda, Kosta Rika, Curaçao, Dominika, Republik Dominika, Samoa, Sint Maarten, Turki, dan Uni Emirat Arab. Indonesia hanya unggul atas Kepulauan Marshall, Panama, Federasi Mikronesia, Guatemala, serta Trinidad dan Tobago.

Sementara, 99 negara dan yurisdiksi di dunia telah mampu berada di level memenuhi ketentuan sepenuhnya dan memenuhi sebagian besar ketentuan, termasuk di antaranya negara atau yuridiksi yang dianggap surga pajak yaitu Singapura, Swiss, Cayman Island, dan British Virgin Island.

Dari 10 kriteria yang dipersyaratkan untuk naik kelas ke level largely compliant, otoritas pajak Indonesia tidak memenuhi kriteria akses terhadap informasi. Khususnya wewenang otoritas pajak untuk mengakses informasi finansial. Dalam hal ini, DJP tidak bisa secara otomatis mendapatkan data simpanan nasabah bank karena kerahasiaannya dilindungi Undang-undang Perbankan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkapkan jika Indonesia tidak bisa naik kelas ke level largely compliant, Indonesia terancam tidak bisa mengimplementasikan AEoI tahun depan. Hal ini akan merugikan Indonesia karena Indonesia pada 2015 telah menyepakati Multilateral Competent Authority Aggreement (MCAA), yang merupakan perjanjian antar pejabat berwenang sebagai dasar pertukaran informasi keuangan nasabah.

Untuk bisa DJP mendapatkan akses penuh ke data finansial milik wajib pajak, pemerintah harus merevisi sejumlah regulasi, antara lain Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan dan Undang-Undang Perbankan, Undang-undang Perbankan Syariah, dan Undang-undang Pasar Modal. Namun, prosesnya membutuhkan waktu yang tak singkat di parlemen. Guna mengantisipasi itu, Presiden Joko Widodo akan segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Udnang (Perppu) sebagai jalan pintas untuk merevisi semua undang-udnang tersebut.

Waspada Blacklist

Sebelumnya, Poltak Maruli John Liberty Hutagaol, Direktor Perpajakan Internasional DJP mengatakan jika undang-undang dan aturan pelaksana tidak juga terbit pada 31 Mei 2017, keikutsertaan Indonesia dalam MCAA tidak akan bisa diaktifkan. Indonesia juga akan dilaporkan oleh Global Forum sebagai negara yang gagal memenuhi komitmennya dalam perjanjian global apabila pada 30 Juni 2017 mendatang belum memiliki perangkat hukum domestik.

Adapun, tenggat waktu krusial pembentukan perangkat hukum jatuh pada 7-8 Juli 2017. Apabila hingga tanggal yang ditentukan belum juga membentuk payung hukum, maka Indonesia akan dilaporkan kepada G20 sebagai negara non-cooperative juridictions pada G20 Leaders Summit di Jerman. Dengan status tersebut, maka Indonesia bisa masuk dalam daftar hitam investasi karena dianggap tidak berkomitmen dalam perjanjian global.



Related Articles

News

Ditjen Pajak Kaji Revisi Aturan Penagihan Pajak

News

Pemerintah akan Pakai Teknologi Canggih Buru Aset Pajak

News

Perbankan Wajib Daftar ke Ditjen Pajak


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

+6231-828-42-56 (Hunting)

+6231-828-38-84 (Fax)

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.