News
Keseimbangan Pajak Bisnis Digital di OECD

Monday, 06 February 2017

Keseimbangan Pajak Bisnis Digital di OECD

Pemerintah Indonesia akan mengusulkan penyeimbangan hak pemajakan bisnis digital antar Negara, kepada anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Usulan ini dilayangkan karena selama ini banyak potensi pajak negara berkembang hilang dari pajak bisnis digital. 

Bahkan, menurut Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Poltak Maruli John Liberty Hutagaol, potensi pajak yang hilang di negara berkembang tiap tahunnya mencapai sekitar US$ 200 miliar. Hilangnya potensi penerimaan pajak di negara berkembang tersebut disebabkan oleh upaya profit shifting. Salah satunya dari ekonomi digital dan perbedaan struktur dan tarif pajak antar negara, katanya, belum lama ini. 

 

Menurut John, Indonesia sebagai salah satu anggota dari the inclusive framework on BEPS telah membentuk tim kerja untuk merumuskan formula pajak bagi bisnis digital. Nantinya akan ada penelitian mengenai dampak bisnis model dan value chain yang dipicu perkembangan TI. Hasil kajian itu akan disampaikan oleh tim kerja pada pertemuan OECD pada Juni 2017 mendatang di Belanda. 

Penciptaan keseimbangan hak pemajakan antar negara berkembang dan negara maju terkait dengan pendapatan bisnis yang dihasilkan dari kegiatan digital economy, contohnya over the top (OTT), e-commerce, dan sebagainya, menurut John, akan diusulkan Indonesia dalam pertemuan tersebut 

Penciptaan keseimbangan pemajakan ini perlu dilakukan. John bilang, bila hal ini tidak diatasi, negara berkembang dan negara yang diperlakukan tidak adil akan melakukan instrumen-instrumen lain untuk bisa memajaki bisnis digital. Contohnya India, Inggris, dan banyak lagi, sehingga ini akan membuat sistem perpajakan dunia tidak bagus, jelasnya. 

Penggunaan instrumen lain untuk memajaki bisnis digital yang India dan Inggris, dilakukan untuk Google. Pemerintah Inggris membentuk peraturan perpajakan jenis baru, yakni diverted profit tax. Aturan ini dikenakan untuk perusahaan OTT, seperti Google, yang membuat badan usaha tetap di negara lain yang tarif pajak penghasilannya 80% di bawah tarif PPh badan Inggris. 

Apakah langkah sama akan dilakukan Indonesia untuk memajaki Google? John enggan menjawab. Yang pasti, kata John, Ditjen Pajak telah memberikan masukan kepada OECD agar lembaga internasional tersebut menyelaraskan aksi 1 dan aksi 7 dalam aksi anti Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).

Aksi 1 berhubungan dengan tantangan perpajakan dalam bisnis digital. Sementara aksi 7 berhubungan dengan tax avoidance dari ketidakpastian status Badan Usaha Tetap (BUT). Ini harus menjadi pertimbangan (consider) oleh OECD, katanya.

 

 

http://nasional.kontan.co.id/news/keseimbangan-pajak-bisnis-digital-di-oecd

Related Articles

News

Kepala BKPM Sebut Pengurang Pajak Perusahaan Inovatif Sebesar 200%

News

Aturan Baru Gijzeling; Peluang Bebas Semakin Terbuka

News

Perbankan Wajib Daftar ke Ditjen Pajak


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

+6231-828-42-56 (Hunting)

+6231-828-38-84 (Fax)

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.