Petunjuk Teknis Pemberian Pembebasan Bea Masuk Dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Barang Dan Bahan Untuk Diolah, Dirakit, Atau Dipasang Pada Barang Lain Dengan Tujuan Untuk Diekspor
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 8/BC/2022
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BEA MASUK DAN TIDAK
DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS IMPOR BARANG DAN
BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN
DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN PEMBEBASAN BEA MASUK DAN TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN UNTUK DIOLAH, DIRAKIT, ATAU DIPASANG PADA BARANG LAIN DENGAN TUJUAN UNTUK DIEKSPOR.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
1. | Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. | ||||||
2. | Bea Masuk Tambahan adalah tambahan atas Bea Masuk seperti Bea Masuk antidumping, Bea Masuk imbalan, Bea Masuk tindakan pengamanan, dan Bea Masuk pembalasan. | ||||||
3. | Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut PPN atau PPN dan PPnBM adalah pajak yang dikenakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.? | ||||||
4. | Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Pembebasan, yang selanjutnya disebut KITE Pembebasan, adalah pembebasan Bea Masuk, serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor atau pemasukan Barang dan Bahan yang berasal dari luar daerah pabean untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor. | ||||||
5. | Kemudahan Impor Tujuan Ekspor untuk Industri Kecil Menengah, yang selanjutnya disebut KITE IKM adalah kemudahan berupa pembebasan Bea Masuk, serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan barang dan/atau bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan ekspor dan/atau penyerahan produksi IKM. | ||||||
6. | Perusahaan KITE Pembebasan adalah badan usaha yang ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE Pembebasan. | ||||||
7. | Perusahaan KITE IKM adalah badan usaha yang memenuhi kriteria industri kecil atau industri menengah dan telah ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE IKM. | ||||||
8. | Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Wilayah, KPU, dan Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan. | ||||||
9. | Barang dan Bahan adalah barang dan bahan baku, termasuk bahan penolong dan bahan pengemas yang:
| ||||||
10. | Hasil Produksi adalah hasil pengolahan, perakitan, atau pemasangan Barang dan Bahan. | ||||||
11. | Barang dan Bahan Rusak adalah Barang dan Bahan yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan mutu dan tidak dapat diproses atau apabila diproses akan menghasilkan Hasil Produksi yang tidak memenuhi kualitas dan/atau standar mutu. | ||||||
12. | Hasil Produksi Rusak adalah Hasil Produksi yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan kualitas/standar mutu. | ||||||
13. | Diolah adalah dilakukan pengolahan untuk menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah. | ||||||
14. | Dirakit adalah dilakukan perakitan dan/atau penyatuan sehingga menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah. | ||||||
15. | Dipasang adalah dilakukan pemasangan, pelekatan, dan/atau penggabungan dengan barang lain sehingga menghasilkan barang Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah. | ||||||
16. | Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk. | ||||||
17. | Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali. | ||||||
18. | Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai. | ||||||
19. | Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam daerah pabean untuk dipamerkan. | ||||||
20. | Pusat Logistik Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali. | ||||||
21. | Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Cukai. | ||||||
22. | Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. | ||||||
23. | Mitra Utama Kepabeanan yang selanjutnya disebut MITA Kepabeanan adalah importir dan/atau eksportir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan. | ||||||
24. | Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. | ||||||
25. | Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. | ||||||
26. | Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. | ||||||
27. | Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. | ||||||
28. | Kantor Pelayanan Utama yang selanjutnya disingkat KPU adalah Kantor Pelayanan Utama di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. | ||||||
29. | Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan. |
BAB II
PENETAPAN SEBAGAI PERUSAHAAN KITE PEMBEBASAN
DAN PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI MENGENAI
PENETAPAN SEBAGAI PERUSAHAAN KITE PEMBEBASAN
Bagian Kesatu
Penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan
Pasal 2
(1) | Permohonan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan diajukan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha oleh badan usaha secara elektronik melalui sistem aplikasi perizinan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam kerangka online single submission. | ||||
(2) | Sistem aplikasi perizinan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan validasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
| ||||
(3) | Dalam hal hasil validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai, sistem aplikasi perizinan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
| ||||
(4) | Dalam hal hasil validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak sesuai:
| ||||
(5) | Dalam hal terdapat gangguan operasional pada sistem aplikasi perizinan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara tertulis kepada Menteri melalui:
| ||||
(6) | Terhadap permohonan yang diajukan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean melakukan pemeriksaan kelengkapan berkas dan isian permohonan. | ||||
(7) | Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) sesuai, Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan tanda terima permohonan. | ||||
(8) | Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak sesuai, Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat pengembalian permohonan disertai dengan alasan. | ||||
(9) | Tanda terima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||
(10) | Surat pengembalian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik dan/atau lokasi kegiatan usaha perusahaan melakukan pemeriksaan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) atau Pasal 2 ayat (6). | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pelayanan kepabeanan dan unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengawasan. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi pemeriksaan:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Pemeriksaan latar belakang dan penanggungjawab perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan data yang dimiliki oleh unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengawasan di KPU atau Kantor Pabean dan/atau data pendukung lainnya. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Dalam hal diperlukan, Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha dapat meminta bukti pemenuhan kriteria dan persyaratan, seperti dokumen asli. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(7) | Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean dapat meminta bantuan untuk melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean lain apabila badan usaha memiliki lebih dari 1 (satu) lokasi pabrik. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(8) | Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala KPU atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan berita acara pemeriksaan dan memberikan rekomendasi atas hasil pemeriksaan. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(9) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penerbitan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah tanggal waktu kesiapan pemeriksaan lokasi. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(10) | Kepala Kantor Pabean menyampaikan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) kepada Kepala Kantor Wilayah yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
(11) | Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal. ini.? |
(1) | Berdasarkan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (8), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha:
| ||||
(2) | Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit dihadiri oleh unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pelayanan fasilitas dan unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengawasan. | ||||
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dapat mengundang Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan/atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk menghadiri pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat ayat (1) huruf a. | ||||
(4) | Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (8). | ||||
(5) | Dalam hal pemaparan tidak dapat dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dapat memberikan perpanjangan waktu pemaparan paling lama 3 (tiga) hari kerja. | ||||
(6) | Dalam hal pemaparan tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan penolakan. | ||||
(7) | Berdasarkan pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU membuat berita acara pemaparan yang ditandatangani pihak badan usaha dan Kantor Wilayah atau KPU, yang paling kurang mencantumkan hasil pemaparan serta waktu selesai pemaparan, sebagai dasar janji layanan penerbitan persetujuan atau penolakan atas permohonan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan. | ||||
(8) | Berdasarkan berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (8) dan pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri memberikan:
| ||||
(9) | Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diberikan paling lama 1 (satu) jam setelah pemaparan selesai dilakukan. | ||||
(10) | Terhadap badan usaha yang baru ditetapkan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melakukan:
| ||||
(11) | Berita acara pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||
(12) | Keputusan Menteri Keuangan tentang penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||
(13) | Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf b sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Kedua
Perubahan atas Keputusan Penetapan sebagai Perusahaan
KITE Pembebasan
Pasal 5
(1) | Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan mengajukan permohonan atau menyampaikan pemberitahuan perubahan data Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan melakukan penelitian:
| ||||||||||
(2) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dapat melakukan pemeriksaan lapangan dalam hal perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terkait dengan:
| ||||||||||
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dapat melakukan koordinasi dengan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU lain atau Kepala Kantor Pabean yang terdekat dengan lokasi usaha dalam melakukan pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | ||||||||||
(4) | Terhadap permohonan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menyebabkan perubahan Kantor Wilayah atau KPU yang memberikan pelayanan pemberian fasilitas KITE Pembebasan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan:
| ||||||||||
(5) | Terhadap nota dinas pengalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerima pengalihan melakukan:
| ||||||||||
(6) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, atau penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan/atau pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan perubahan data paling lama:
| ||||||||||
(7) | Dalam hal perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
| ||||||||||
(8) | Dalam hal perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan. | ||||||||||
(9) | Nota dinas pengalihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||
(10) | Keputusan Menteri tentang perubahan atas Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||
(11) | Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Ketiga
Pemantauan Kewajiban Perusahaan KITE Pembebasan
Pasal 6
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan melakukan pemantauan terhadap pemenuhan kewajiban perusahaan KITE Pembebasan untuk:
| ||||||||
(2) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan melakukan pemantauan terhadap kewajiban Perusahaan KITE Pembebasan untuk menyampaikan:
| ||||||||
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melakukan tindak lanjut atas laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
| ||||||||
(4) | Analisis keuangan perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB III
IMPOR DAN/ATAU PEMASUKAN, PERIODE KITE
PEMBEBASAN, PEMBONGKARAN, PENYIMPANAN, DAN
SUBKONTRAK
Bagian Kesatu
Impor dan/atau Pemasukan
Pasal 7
(1) | Impor Barang dan Bahan dari luar daerah pabean oleh Perusahaan KITE Pembebasan diberitahukan dengan menggunakan pemberitahuan impor barang. | ||||||||||
(2) | Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jenis Barang dan Bahan yang tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan atau Keputusan Menteri mengenai perubahan atas Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan. | ||||||||||
(3) | Atas impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan KITE Pembebasan menyerahkan jaminan dengan:
| ||||||||||
(4) | Pengisian pemberitahuan impor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara sebagai berikut:
| ||||||||||
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai. |
(1) | Impor Barang dan Bahan dari Pusat Logistik Berikat oleh Perusahaan KITE Pembebasan diberitahukan dengan menggunakan pemberitahuan impor barang dari Pusat Logistik Berikat. | ||||||
(2) | Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jenis Barang dan Bahan yang tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan atau Keputusan Menteri mengenai perubahan atas Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan. | ||||||
(3) | Atas impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan KITE Pembebasan menyerahkan jaminan dengan:
| ||||||
(4) | Pengisian pemberitahuan impor barang dari Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara sebagai berikut:
| ||||||
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai dari Pusat Logistik Berikat. |
(1) | Pemasukan Barang dan Bahan dari Gudang Berikat, Kawasan Berikat, dan Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat oleh Perusahaan KITE Pembebasan diberitahukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean untuk pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat. | ||||||
(2) | Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jenis Barang dan Bahan yang tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan atau Keputusan Menteri mengenai perubahan atas Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan. | ||||||
(3) | Atas pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan KITE Pembebasan menyerahkan jaminan dengan:
| ||||||
(4) | Pengisian pemberitahuan pabean pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara sebagai berikut:
| ||||||
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan Berikat.? |
(1) | Pemasukan Barang dan Bahan dari Kawasan Bebas oleh Perusahaan KITE Pembebasan diberitahukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar daerah pabean dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam daerah pabean. | ||||
(2) | Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jenis Barang dan Bahan yang tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan atau Keputusan Menteri mengenai perubahan atas Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan. | ||||
(3) | Atas pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan KITE Pembebasan yang menerima barang menyerahkan jaminan dengan:
| ||||
(4) | Pengisian pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar daerah pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara sebagai berikut:
| ||||
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kawasan Bebas. |
(1) | Pemasukan Barang dan Bahan dari KEK oleh Perusahaan KITE Pembebasan diberitahukan dengan menggunakan pemberitahuan pabean kawasan ekonomi khusus (PPKEK). | ||||
(2) | Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jenis Barang dan Bahan yang tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan atau Keputusan Menteri mengenai perubahan atas Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan.? | ||||
(3) | Atas pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan KITE Pembebasan yang menerima barang menyerahkan jaminan dengan:
| ||||
(4) | Pengisian pemberitahuan pabean kawasan ekonomi khusus (PPKEK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara sebagai berikut:
| ||||
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai KEK. |
(1) | Pemasukan Barang dan Bahan dari Perusahaan KITE Pembebasan lain atau Perusahaan KITE IKM oleh Perusahaan KITE Pembebasan diberitahukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean untuk penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor. | ||||||||||||
(2) | Pemberitahuan pabean untuk penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai:
| ||||||||||||
(3) | Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jenis Barang dan Bahan yang tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan atau Keputusan Menteri mengenai perubahan atas Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan. | ||||||||||||
(4) | Atas pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan KITE Pembebasan yang menerima barang menyerahkan jaminan dengan:
| ||||||||||||
(5) | Pengisian pemberitahuan pabean untuk penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Perusahaan KITE Pembebasan yang menyerahkan barang dilakukan dengan cara sebagai berikut:
| ||||||||||||
(6) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor. |
Bagian Kedua
Pemeriksaan Pabean
Pasal 13
(1) | Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan pabean atas pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean untuk pemasukan barang yang menggunakan fasilitas KITE Pembebasan. |
(2) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko. |
(3) | Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya ketidaksesuaian tarif yang mengakibatkan terjadinya selisih, nilai jaminan dilakukan penyesuaian oleh Perusahaan KITE Pembebasan. |
(4) | Penyesuaian nilai jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sepanjang jenis barang sesuai dengan jenis Barang dan Bahan sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan.? |
(5) | Pemeriksaan kesesuaian jenis barang dalam pemberitahuan pabean impor dilakukan berdasarkan pada jenis Barang dan Bahan sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan saat pengajuan pemberitahuan pabean impor. |
(6) | Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis barang, terhadap kelebihan jumlah dan/atau ketidaksesuaian jenis barang dimaksud tidak dapat diberikan fasilitas KITE Pembebasan. |
(7) | Temuan atas ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis barang sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilakukan penelitian dan diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(8) | Hasil penelitian dan proses lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan kepada unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengawasan. |
(9) | Penelitian nilai pabean atas pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean untuk pemasukan yang menggunakan fasilitas KITE Pembebasan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai nilai pabean. |
Bagian Ketiga
Periode KITE Pembebasan
Pasal 14
(1) | Periode KITE Pembebasan merupakan periode yang diberikan kepada Perusahaan KITE Pembebasan untuk melaksanakan realisasi ekspor, penyerahan Hasil Produksi, atau penyelesaian Barang dan Bahan terhitung sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean untuk pemasukan. | ||||||||||
(2) | Periode KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk jangka waktu:
| ||||||||||
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan dapat memberikan perpanjangan periode KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan permohonan dari Perusahaan KITE Pembebasan. | ||||||||||
(4) | Perpanjangan periode KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan dalam hal terdapat:
| ||||||||||
(5) | Permohonan perpanjangan periode KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara elektronik melalui SKP atau secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU. | ||||||||||
(6) | Perpanjangan periode KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan lebih dari 1 (satu) kali dengan akumulasi jangka waktu perpanjangan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak berakhirnya periode KITE Pembebasan untuk setiap pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean untuk pemasukan. | ||||||||||
(7) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU meneliti:
| ||||||||||
(8) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dalam hal diperlukan dapat:
| ||||||||||
(9) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan permohonan paling lama:
| ||||||||||
(10) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
| ||||||||||
(11) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan. | ||||||||||
(12) | Dalam hal berdasarkan pemantauan perpanjangan jangka waktu jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf c Perusahaan KITE Pembebasan belum melakukan perpanjangan jaminan sampai dengan 30 (tiga puluh) hari sebelum jangka waktu jaminan berakhir, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
| ||||||||||
(13) | Atas perekaman pembatalan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) huruf b, SKP melakukan pembekuan apabila telah berakhir jangka waktu pelaporan pemberitahuan pabean untuk impor dan/atau pemberitahuan pabean untuk pemasukan yang dilakukan permohonan perpanjangan. | ||||||||||
(14) | Surat persetujuan perpanjangan periode KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||
(15) | Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||
(16) | Surat pembatalan persetujuan perpanjangan periode KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Keempat
Pembongkaran dan Penyimpanan
Pasal 15
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan dapat memberikan persetujuan atas permohonan:
| ||||||||
(2) | Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan KITE Pembebasan mengajukan permohonan izin pembongkaran dan/atau penyimpanan di lokasi lain secara elektronik melalui SKP atau secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU. | ||||||||
(3) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU meneliti:
| ||||||||
(4) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dapat melakukan pemeriksaan lokasi pembongkaran dan/atau penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berdasarkan manajemen risiko. | ||||||||
(5) | Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU meneliti:
| ||||||||
(6) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dapat melakukan pemeriksaan lokasi perusahaan penerima subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bersama Perusahaan KITE Pembebasan. | ||||||||
(7) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (5) dan/atau pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (6) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lama:
| ||||||||
(8) | Persetujuan pembongkaran dan/atau penyimpanan di lokasi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a hanya berlaku untuk 1 (satu) kali pembongkaran dan/atau penyimpanan. | ||||||||
(9) | Persetujuan pembongkaran Barang dan Bahan dari pelabuhan bongkar untuk dilakukan kegiatan subkontrak di lokasi perusahaan penerima subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat digunakan untuk satu kali atau lebih kegiatan pembongkaran dengan mempertimbangkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6). | ||||||||
(10) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat persetujuan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||||
(11) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan. | ||||||||
(12) | Surat persetujuan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (10) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||
(13) | Surat penolakan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (11) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Kelima
Subkontrak
Pasal 16
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan dapat memberikan persetujuan kepada Perusahaan KITE Pembebasan untuk:
| ||||||||||||
(2) | Perusahaan KITE Pembebasan dapat mensubkontrakkan seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a apabila:
| ||||||||||||
(3) | Persetujuan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat diberikan dalam hal secara teknis pekerjaan subkontrak tersebut:
| ||||||||||||
(4) | Untuk mendapatkan persetujuan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan KITE Pembebasan mengajukan permohonan izin melalui SKP atau secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU. | ||||||||||||
(5) | Atas permohonan subkontrak seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU meneliti:
| ||||||||||||
(6) | Atas permohonan subkontrak yang belum tercantum dalam Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU meneliti:
| ||||||||||||
(7) | Atas permohonan subkontrak di luar daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU meneliti:
| ||||||||||||
(8) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (6), atau ayat (7) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama:
| ||||||||||||
(9) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memantau pencatatan kegiatan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam sistem persediaan berbasis komputer (IT Inventory) Perusahaan KITE Pembebasan. | ||||||||||||
(10) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat persetujuan subkontrak. | ||||||||||||
(11) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan. | ||||||||||||
(12) | Surat persetujuan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (10) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||||
(13) | Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Ekspor barang untuk kegiatan subkontrak di luar daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c diberitahukan dengan pemberitahuan pabean ekspor dengan mengisi:
| ||||||||||||
(2) | Terhadap ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan pabean yang meliputi:
| ||||||||||||
(3) | Tata cara penyampaian pemberitahuan pabean ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan persetujuan pengeluaran atas barang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor. | ||||||||||||
(4) | Barang hasil pekerjaan subkontrak dari luar daerah pabean dapat diimpor kembali dengan:
| ||||||||||||
(5) | Berdasarkan permohonan pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a kepada Menteri oleh Perusahaan KITE Pembebasan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan melakukan penelitian:
| ||||||||||||
(6) | Permohonan pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan secara elektronik melalui SKP atau disampaikan secara tertulis. | ||||||||||||
(7) | Atas permohonan pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM atas impor kembali barang yang telah diekspor dalam rangka subkontrak luar daerah pabean atau surat penolakan paling lambat:
| ||||||||||||
(8) | Atas impor kembali hasil pengerjaan subkontrak di luar daerah pabean:
| ||||||||||||
(9) | Terhadap impor kembali hasil pengerjaan subkontrak di luar daerah pabean dilakukan pemeriksaan pabean yang meliputi:
| ||||||||||||
(10) | Dalam hal hasil pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (9) menunjukkan kesesuaian jumlah dan jenis barang yang diberitahukan, terhadap barang hasil subkontrak diperlakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). | ||||||||||||
(11) | Dalam hal hasil pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (9) menunjukkan adanya ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis barang yang diberitahukan, dilakukan penelitian lebih lanjut oleh unit pengawasan. | ||||||||||||
(12) | Keputusan Menteri mengenai pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM atas impor kembali barang yang telah diekspor dalam rangka subkontrak luar daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||||
(13) | Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB IV
EKSPOR DAN PENYERAHAN HASIL PRODUKSI
Pasal 18
(1) | Ekspor Hasil Produksi oleh Perusahaan KITE Pembebasan secara langsung ke luar daerah pabean diberitahukan menggunakan pemberitahuan ekspor barang. | ||||||
(2) | Pengisian pemberitahuan ekspor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara berikut:
| ||||||
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai ekspor. |
(1) | Ekspor Hasil Produksi melalui Pusat Logistik Berikat oleh Perusahaan KITE Pembebasan diberitahukan menggunakan pemberitahuan ekspor barang melalui atau dari Pusat Logistik Berikat. | ||||||
(2) | Pengisian pemberitahuan ekspor barang melalui atau dari Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara sebagai berikut:
| ||||||
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai ekspor barang melalui Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai Pusat Logistik Berikat. |
(1) | SKP menerbitkan laporan hasil penelitian rekonsiliasi ekspor (LHPRE) atas ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19 dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal perkiraan ekspor. |
(2) | Apabila laporan hasil penelitian rekonsiliasi ekspor (LHPRE) tidak terbit dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal perkiraan ekspor, Perusahaan KITE Pembebasan dapat mengajukan penerbitan laporan hasil penelitian rekonsiliasi ekspor dengan menginput data pemberitahuan pabean ekspor dan mengunggah dokumen pendukung pada SKP. |
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan melakukan penelitian terhadap pengajuan penerbitan laporan hasil penelitian rekonsiliasi ekspor (LHPRE) sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi penelitian keterkaitan dan kesesuaian dokumen pendukung dengan pemberitahuan ekspor barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan pemberitahuan ekspor barang melalui atau dari Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1). |
(5) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh kesesuaian, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan laporan hasil penelitian rekonsiliasi ekspor (LHPRE) melalui SKP dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya dokumen dengan lengkap dan sesuai. |
(6) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperoleh ketidaksesuaian, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU mengembalikan pengajuan penerbitan laporan hasil penelitian rekonsiliasi ekspor (LHPRE) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui SKP. |
(7) | Laporan penelitian hasil rekonsiliasi ekspor (LHPRE) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(8) | Penelitian keterkaitan dan kesesuaian dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan penelitian sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Penyerahan Hasil Produksi ke Kawasan Berikat oleh Perusahaan KITE Pembebasan untuk diolah lebih lanjut menggunakan pemberitahuan pabean untuk penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor. | ||||||||||||
(2) | Pengisian pemberitahuan pabean untuk penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Perusahaan KITE Pembebasan yang menyerahkan barang dilakukan dengan cara sebagai berikut:
| ||||||||||||
(3) | Pemberitahuan pabean untuk penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai:
| ||||||||||||
(4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai penyampaian pemberitahuan pabean untuk penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor. |
(1) | Penyerahan Hasil Produksi ke Perusahaan KITE Pembebasan lain atau Perusahaan KITE IKM oleh Perusahaan KITE Pembebasan untuk diolah lebih lanjut menggunakan pemberitahuan pabean untuk penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor. | ||||||||||||
(2) | Pemberitahuan pabean untuk penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai:
| ||||||||||||
(3) | Pengisian pemberitahuan pabean untuk penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Perusahaan KITE Pembebasan yang menyerahkan barang dengan cara sebagai berikut:
| ||||||||||||
(4) | Atas penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan KITE Pembebasan yang menyerahkan barang:
| ||||||||||||
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai penyampaian pemberitahuan pabean untuk penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor. |
(1) | Barang dan Bahan yang diimpor dan/atau dimasukkan oleh Perusahaan KITE Pembebasan dapat diselesaikan dengan cara:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Penyelesaian dengan cara dimusnahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dirusak sebagaimana ayat (1) huruf c, dijual sebagaimana ayat (1) huruf d, dan dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan dengan mengajukan pemberitahuan pabean untuk penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau kegiatan usaha. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Kepala Kantor Pabean melakukan pemeriksaan pabean terhadap penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Penyelesaian dengan cara dirusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan dalam hal Barang dan Bahan, barang dalam proses (work in process), dan/atau Hasil Produksi tidak dapat dimusnahkan. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Penyelesaian dengan cara dirusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan mengubah bentuk menjadi tidak sempurna dan tidak utuh serta mengubah fungsi sehingga tidak dapat digunakan kembali sebagaimana fungsi sebelum dirusak. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Terhadap penyelesaian dengan cara dirusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Perusahaan KITE Pembebasan:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(7) | Terhadap penyelesaian sisa proses produksi (scrap/waste) dengan cara dijual sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d, Perusahaan KITE Pembebasan:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(8) | Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung besaran PPN atau PPN dan PPnBM yang wajib dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dan ayat (7) huruf b yaitu sebesar harga jual. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(9) | Saat terutangnya PPN atau PPN dan PPnBM yang harus dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b yaitu saat pembayaran Bea Masuk. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(10) | Saat terutangnya PPN atau PPN dan PPnBM yang harus dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b yaitu pada saat penyerahan barang. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(11) | Dalam hal pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM dilakukan setelah saat terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dan ayat (10), Perusahaan KITE Pembebasan dikenakan sanksi keterlambatan penyetoran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan mengajukan permohonan penyelesaian dengan cara ekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf e, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan meneliti:
| ||||||||
(2) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. | ||||||||
(3) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat persetujuan ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||||
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan. | ||||||||
(5) | Ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan menggunakan pemberitahuan ekspor barang. | ||||||||
(6) | Pengisian pemberitahuan ekspor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan dengan cara sebagai berikut:
| ||||||||
(7) | Terhadap ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean muat melakukan pemeriksaan pabean meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik dengan memeriksa:
| ||||||||
(8) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) kedapatan barang yang diekspor kembali berbeda dengan persetujuan yang diberikan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU, diserahkan kepada unit pengawasan untuk dilakukan penelitian dan diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang kepabeanan. | ||||||||
(9) | Surat persetujuan ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||
(10) | Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB VI
PEMBEBASAN DARI KEWAJIBAN KEPABEANAN DAN
PERPAJAKAN KARENA KEADAAN TERTENTU
Pasal 25
(1) | Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan mengajukan permohonan pembebasan dari kewajiban dalam keadaan tertentu, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan meneliti:
| ||||||||||||||
(2) | Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kondisi kahar (force majeure) yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang.? | ||||||||||||||
(3) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap. | ||||||||||||||
(4) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri melakukan hal-hal sebagai berikut:
| ||||||||||||||
(5) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan. | ||||||||||||||
(6) | Keputusan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||||||
(7) | Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB VII
PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal 26
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan dibantu dengan SKP melakukan pemantauan kewajiban Perusahaan KITE Pembebasan untuk membuktikan penyelesaian atas seluruh Barang dan Bahan dalam laporan pertanggungj awaban.? | ||||||||||||||||||||||||
(2) | Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan oleh Perusahaan KITE Pembebasan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak berakhirnya periode KITE Pembebasan. | ||||||||||||||||||||||||
(3) | SKP menyampaikan pemberitahuan pertama kepada Perusahaan KITE Pembebasan bahwa periode KITE Pembebasan akan segera berakhir dan terdapat saldo Barang dan Bahan yang belum disampaikan laporan pertanggungjawaban, 30 (tiga puluh) hari sebelum periode KITE Pembebasan berakhir. | ||||||||||||||||||||||||
(4) | SKP menyampaikan pemberitahuan kedua kepada Perusahaan KITE Pembebasan bahwa periode KITE pembebasan telah berakhir dan terdapat saldo Barang dan Bahan yang belum disampaikan laporan pertanggungjawaban, pada saat periode KITE Pembebasan berakhir. | ||||||||||||||||||||||||
(5) | SKP menyampaikan pemberitahuan ketiga kepada Perusahaan KITE Pembebasan bahwa periode penyampaian laporan pertanggungjawaban akan segera berakhir dan terdapat saldo Barang dan Bahan yang belum disampaikan laporan pertanggungjawaban, 30 (tiga puluh) hari sebelum batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban berakhir. | ||||||||||||||||||||||||
(6) | Dalam hal sampai berakhirnya batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terdapat saldo Barang dan Bahan yang tidak disampaikan laporan pertanggungjawaban oleh perusahaan KITE Pembebasan:
| ||||||||||||||||||||||||
(7) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikecualikan dalam hal jumlah nilai Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, dan PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang kurang dari atau sama dengan Rp100.000,00 (seratus ribu Rupiah).? | ||||||||||||||||||||||||
(8) | Dalam hal saldo Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terutang nilai Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, serta PPN atau PPN dan PPnBM kurang dari atau sama dengan Rp 100.000,00 (seratus ribu Rupiah), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dibantu dengan SKP:
| ||||||||||||||||||||||||
(9) | Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) disampaikan melalui SKP oleh Perusahaan KITE Pembebasan.? | ||||||||||||||||||||||||||
(2) | Terhadap laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKP melakukan validasi yang meliputi:
| ||||||||||||||||||||||||||
(3) | Dalam hal hasil validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kedapatan sesuai, atas laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disampaikan diberikan register. | ||||||||||||||||||||||||||
(4) | Dalam hal hasil validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kedapatan tidak sesuai, atas laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan nota pemberitahuan tidak terbit register dengan memuat alasan. |
(1) | Dalam hal terjadi gangguan operasional pada SKP yang menyebabkan laporan pertanggungjawaban hanya dapat disampaikan melalui media penyimpanan elektronik atau secara tertulis, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan melakukan penelitian kelengkapan pengisian laporan pertanggungjawaban yang memuat:
| ||||
(2) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kedapatan sesuai, atas laporan pertanggungjawaban yang disampaikan diberikan register. | ||||
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kedapatan tidak sesuai, atas laporan pertanggungjawaban diterbitkan nota pemberitahuan tidak terbit register dengan memuat alasan. | ||||
(4) | Dalam hal SKP telah berfungsi kembali, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan mengunggah laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke SKP. | ||||
(5) | SKP melakukan validasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) terhadap laporan pertanggungjawaban yang diunggah sebagaimana dimaksud pada ayat (4).? | ||||
(6) | Dalam hal berdasarkan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) terdapat ketidaksesuaian data pada laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU mengembalikan laporan disertai dengan alasan. | ||||
(7) | Register sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dan pada ayat (2) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||
(8) | Nota pemberitahuan tidak terbit register sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) dan pada ayat (3) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan melakukan penelitian terhadap laporan pertanggungjawaban yang telah mendapatkan register sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2). | ||||||||
(2) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
| ||||||||
(3) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperlukan informasi lebih lanjut, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dapat meminta konfirmasi dan/atau data pendukung kepada Perusahaan KITE Pembebasan. | ||||||||
(4) | Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, nilai ekspor Hasil Produksi lebih kecil dibandingkan nilai impor Barang dan Bahan yang digunakan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU meminta bukti berupa data pendukung yang menunjukkan adanya kondisi yang menyebabkan nilai ekspor lebih kecil dibanding nilai impor. | ||||||||
(5) | Terhadap konfirmasi dan/atau data pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan/atau ayat (4), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melakukan:
| ||||||||
(6) | Dalam hal berdasarkan penelitian dan/atau monitoring dan/atau evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), nilai ekspor lebih kecil dari pada nilai impor disebabkan adanya penyalahgunaan fasilitas berupa kecurangan seperti penggantian Barang dan Bahan dengan barang lain, Barang dan Bahan yang yang diajukan dalam laporan pertanggungjawaban ditolak. | ||||||||
(7) | Dalam hal perusahaan tidak menyampaikan konfirmasi dan/atau data pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan/atau ayat (4) dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal permintaan, penelitian dilakukan berdasarkan data laporan pertanggungjawaban yang tersedia. | ||||||||
(8) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menuangkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (5) pada SKP. |
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan memberikan putusan atas laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal register. | ||||||||||
(2) | Keputusan atas laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
| ||||||||||
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan keputusan menyetujui seluruhnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) seluruh Barang dan Bahan serta Hasil Produksi telah sesuai. | ||||||||||
(4) | Terhadap laporan pertanggungjawaban yang disetujui seluruhnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melalui SKP:
| ||||||||||
(5) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan keputusan menyetujui sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) sebagian Barang dan Bahan serta Hasil Produksi telah sesuai. | ||||||||||
(6) | Terhadap laporan pertanggungjawaban yang disetujui sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melalui SKP:
| ||||||||||
(7) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan keputusan menolak seluruhnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) seluruh Barang dan Bahan serta Hasil Produksi tidak sesuai. | ||||||||||
(8) | Terhadap keputusan menolak seluruhnya sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat penolakan disertai alasan atas Barang dan Bahan yang ditolak. | ||||||||||
(9) | Penyesuaian saldo Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan ayat (6) huruf a berdasarkan pemakaian Barang dan Bahan termasuk sisa proses produksinya (scrap/waste). | ||||||||||
(10) | Terhadap Barang dan Bahan yang disetujui laporan pertanggungjawabannya berdasarkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b yang Hasil Produksinya diekspor atau dilakukan penyelesaian melebihi periode KITE Pembebasan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan tagihan pungutan negara meliputi:
| ||||||||||
(11) | Terhadap Barang dan Bahan yang ditolak laporan pertanggungjawabannya berdasarkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c dan ayat (8) dan jangka waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban telah berakhir, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan tagihan:
| ||||||||||
(12) | Terhadap Barang dan Bahan yang ditolak laporan pertanggungjawabannya berdasarkan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c dan ayat (8) karena nilai ekspor lebih kecil dari pada nilai impor disebabkan adanya penyalahgunaan fasilitas berupa kecurangan berdasarkan hasil penelitian dan/atau monitoring dan/atau evaluasi Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (6), Perusahaan KITE Pembebasan wajib melunasi:
| ||||||||||
(13) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melakukan pemantauan terhadap devisa hasil ekspor atas Barang dan Bahan yang telah disetujui laporan pertanggungjawabannya. | ||||||||||
(14) | Dalam hal devisa hasil ekspor tidak terekonsiliasi setelah satu tahun sejak tanggal pemberitahuan pabean ekspor, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU meminta konfirmasi kepada Bank Indonesia. | ||||||||||
(15) | Dalam hal berdasarkan hasil konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (14) tidak terdapat devisa hasil ekspor karena tidak ada kegiatan ekspor, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan tagihan terhadap Barang dan Bahan atas Hasil Produksi pada dokumen pabean ekspor meliputi:
| ||||||||||
(16) | Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya PPN atau PPN dan PPnBM yang harus dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf c, ayat (11) huruf c, ayat (12) huruf c, dan ayat (15) huruf c yaitu sebesar nilai impor atau pemasukan. | ||||||||||
(17) | Saat terutangnya PPN atau PPN dan PPnBM yang harus dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf c, ayat (11) huruf c, ayat (12) huruf c, dan ayat (15) huruf c yaitu pada saat impor atau pemasukan. | ||||||||||
(18) | Surat penyesuaian atau pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan ayat (6) huruf b sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||
(19) | Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c dan ayat (8) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB VIII
IMPOR KEMBALI HASIL PRODUKSI
Bagian Kesatu
Impor Kembali Hasil Produksi
Pasal 31
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan melakukan penelitian terhadap permohonan impor kembali Hasil Produksi dan bukti pendukung yang disampaikan. | ||||||||||||||||||||||
(2) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
| ||||||||||||||||||||||
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan permohonan impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal:
| ||||||||||||||||||||||
(4) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama:
| ||||||||||||||||||||||
(5) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan:
| ||||||||||||||||||||||
(6) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan. | ||||||||||||||||||||||
(7) | Dalam hal diterbitkan Keputusan Menteri mengenai pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
| ||||||||||||||||||||||
(8) | Dalam hal diterbitkan surat persetujuan impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
| ||||||||||||||||||||||
(9) | Keputusan Menteri mengenai pembebasan Bea Masuk dan tidak dipungut pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||||||||||||||
(10) | Surat persetujuan impor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||||||||||||||
(11) | Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Impor kembali atas Hasil Produksi yang diimpor kembali diberitahukan dengan menggunakan pemberitahuan impor barang. | ||||||||
(2) | Pada saat impor kembali atas Hasil Produksi yang laporan pertanggungjawabannya telah disetujui, pemberitahuan impor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||
(3) | Pada saat impor kembali atas Hasil Produksi yang laporan pertanggungjawabannya belum disetujui, pemberitahuan impor barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||
(4) | Tata cara pengeluaran atas Hasil Produksi yang diimpor kembali mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai. |
Bagian Kedua
Ekspor kembali atas Hasil Produksi yang Diimpor Kembali
Pasal 33
(1) | Ekspor kembali atas Hasil Produksi yang diimpor kembali diberitahukan dengan menggunakan pemberitahuan ekspor barang dengan:
| ||||||||
(2) | Tata cara ekspor kembali atas Hasil Produksi yang diimpor kembali mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor. |
Bagian Ketiga
Laporan Realisasi Ekspor Kembali
Pasal 34
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan melakukan pemantauan kewajiban Perusahaan KITE Pembebasan untuk menyampaikan laporan realisasi atas ekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 melalui SKP. | ||||||
(2) | Terhadap laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melakukan penelitian:
| ||||||
(3) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak laporan realisasi ekspor diterima secara lengkap. | ||||||
(4) | Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, atas Barang dan Bahan yang telah disetujui laporan pertanggungjawabannya, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
| ||||||
(5) | Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, atas Barang dan Bahan yang telah disetujui laporan pertanggungjawabannya, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
| ||||||
(6) | Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, atas Barang dan Bahan yang belum disetujui laporan pertanggungjawabannya, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
| ||||||
(7) | Dalam hal laporan realisasi ekspor atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, atas Barang dan Bahan yang belum disetujui laporan pertanggungjawabannya, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
| ||||||
(8) | Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan tidak melakukan ekspor kembali sebelum berakhirnya batas waktu ekspor kembali atau tidak menyampaikan laporan realisasi ekspor, berlaku ketentuan:
| ||||||
(9) | Batas waktu ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (8) adalah 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor kembali atas Hasil Produksi dan dapat diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU. | ||||||
(10) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat penetapan pabean sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dan ayat (8) huruf a sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||||
(11) | Pajak dalam rangka impor berupa Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat pada ayat (5) huruf b dan ayat (8) huruf a tidak dapat dikreditkan. | ||||||
(12) | Terhadap laporan pertanggungjawaban yang disampaikan setelah persetujuan atas laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melalui SKP melakukan penelitian yang meliputi:
| ||||||
(13) | Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (12), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 terhadap laporan pertanggungjawaban yang disampaikan. | ||||||
(14) | Laporan atas realisasi ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||
(15) | Surat persetujuan atas laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan ayat (6) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||
(16) | Surat penolakan atas laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dan ayat (7) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.? |
BAB IX
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN
Bagian Kesatu
Pembekuan
Pasal 35
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan melakukan pembekuan terhadap fasilitas KITE Pembebasan dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan:
| ||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Pembekuan karena perusahaan tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban dalam waktu 60 (enam puluh) hari setelah periode KITE Pembebasan berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan oleh SKP.? | ||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan memenuhi kriteria pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf d dan huruf f sampai dengan huruf n, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melakukan pembekuan dengan:
| ||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Surat pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Fasilitas KITE Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf a dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan melakukan impor dan/atau pemasukan dengan menggunakan fasilitas KITE Pembebasan dengan mengajukan permohonan pemberlakuan kembali fasilitas KITE Pembebasan. |
(2) | Fasilitas KITE Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan telah mengajukan permohonan dan/atau pemberitahuan perubahan data secara lengkap dan telah diberikan persetujuan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU. |
(3) | Fasilitas KITE Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf c dan huruf d dapat diberlakukan kembali, setelah waktu pembekuan berakhir. |
(4) | Fasilitas KITE Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf e dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan telah melakukan pelunasan atau mengajukan keberatan yang dibuktikan dengan tanda terima. |
(5) | Fasilitas KITE Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf f dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan telah dilakukan monitoring dan/atau evaluasi atau menyerahkan surat pernyataan bersedia dilakukan monitoring dan/atau evaluasi. |
(6) | Fasilitas KITE Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf g dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan telah menyerahkan dokumen dan/atau data yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan/atau evaluasi. |
(7) | Fasilitas KITE Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf h dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan telah memasang papan nama. |
(8) | Fasilitas KITE Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf i dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan telah melakukan penatausahaan barang asal fasilitas KITE Pembebasan. |
(9) | Fasilitas KITE Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf j dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan telah menyerahkan laporan. |
(10) | Fasilitas KITE Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf k dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan telah mendayagunakan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) |
(11) | Fasilitas KITE Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf 1 dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan telah mendayagunakan closed circuit television (CCTV). |
(12) | Fasilitas KITE Pembebasan yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf m dapat diberlakukan kembali, dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan tidak terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan rekomendasi penyidik atau putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap |
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan melakukan pemantauan atas pembekuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan pemberlakuan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36. | ||||
(2) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberlakukan kembali fasilitas KITE Pembebasan dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan telah memenuhi seluruh ketentuan pemberlakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dengan:
| ||||
(3) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan memenuhi kriteria pemberlakuan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4), pemberlakuan kembali dilakukan oleh SKP. | ||||
(4) | Surat pemberlakuan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.? |
Bagian Kedua
Pencabutan
Pasal 38
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan atas nama Menteri melakukan pencabutan fasilitas KITE Pembebasan dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan:
| ||||||||||||||||||||||
(2) | Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan memenuhi kriteria pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU:
| ||||||||||||||||||||||
(3) | Dalam hal fasilitas KITE Pembebasan dicabut dengan alasan selain karena berubah status menjadi pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memantau kewajiban Perusahaan KITE Pembebasan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutan untuk:
| ||||||||||||||||||||||
(4) | Saldo Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c diselesaikan dengan cara:
| ||||||||||||||||||||||
(5) | Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan tidak melakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pencabutan, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan melakukan penagihan dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||
(6) | Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung besarnya PPN atau PPN dan PPnBM yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) sebesar nilai impor atau pemasukan. | ||||||||||||||||||||||
(7) | Saat terutangnya PPN atau PPN dan PPnBM yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) yaitu pada saat impor atau pemasukan. | ||||||||||||||||||||||
(8) | Dalam hal pelunasan PPN atau PPN dan PPnBM dilakukan setelah saat terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) Perusahaan KITE dikenakan sanksi keterlambatan penyetoran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||||||||||||||||||||
(9) | Dalam hal Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan Barang dan Bahan yang terkena ketentuan pembatasan, dilakukan penyegelan. | ||||||||||||||||||||||
(10) | Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) diselesaikan dengan cara:
| ||||||||||||||||||||||
(11) | Dalam hal Perusahaan KITE Pembebasan tidak melakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (10), Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dimusnahkan. | ||||||||||||||||||||||
(12) | Dalam proses pencabutan fasilitas KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dapat:
| ||||||||||||||||||||||
(13) | Dalam rangka pencabutan fasilitas KITE Pembebasan, terhadap Perusahaan KITE Pembebasan dapat terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sederhana oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atau dilakukan audit kepabeanan. | ||||||||||||||||||||||
(14) | Keputusan Menteri mengenai pencabutan atas penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.? |
BAB X
PERUBAHAN STATUS MENJADI PENGUSAHA KAWASAN
BERIKAT ATAU PENGUSAHA DI KAWASAN BERIKAT
Pasal 39
(1) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan melakukan penelitian terhadap permohonan perubahan status menjadi pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan Berikat. | ||||||
(2) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemenuhan perizinan menjadi pengusaha Kawasan Berikat atau pengusaha di Kawasan Berikat. | ||||||
(3) | Dalam hal permohonan izin Kawasan Berikat disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat pembekuan fasilitas KITE Pembebasan. | ||||||
(4) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melakukan perekaman surat pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam SKP. | ||||||
(5) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU dapat memberikan persetujuan penetapan Barang dan Bahan yang masih dalam periode KITE Pembebasan namun belum diselesaikan, menjadi saldo awal persediaan Kawasan Berikat berdasarkan permohonan dari Perusahaan KITE Pembebasan sebelum kegiatan operasional Kawasan Berikat dimulai. | ||||||
(6) | Barang dan Bahan yang ditetapkan menjadi saldo awal Kawasan Berikat dapat berupa bahan baku, bahan penolong, pengemas, barang dalam proses (work in process), atau hasil produksi, baik dalam kondisi baik maupun rusak. | ||||||
(7) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menindaklanjuti permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal surat permohonan diterima dengan melakukan pencacahan terhadap Barang dan Bahan yang belum diselesaikan. | ||||||
(8) | Pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat. | ||||||
(9) | Hasil pencacahan dituangkan dalam berita acara pencacahan, dengan menyebutkan dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau dokumen pemberitahuan pabean pemasukan asal Barang dan Bahan serta dokumen pemberitahuan pabean impor. | ||||||
(10) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menerbitkan surat keputusan tentang penetapan Barang dan Bahan yang menjadi saldo awal persediaan Kawasan Berikat, berdasarkan berita acara pencacahan, paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal berita acara pencacahan. | ||||||
(11) | Barang dan Bahan yang telah ditetapkan sebagai saldo awal persediaan Kawasan Berikat:
| ||||||
(12) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU mengembalikan jaminan atas Barang dan Bahan yang telah ditetapkan sebagai saldo awal persediaan Kawasan Berikat. | ||||||
(13) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melakukan penyesuaian saldo Barang dan Bahan pada SKP berdasarkan penetapan saldo awal persediaan Kawasan Berikat. | ||||||
(14) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU meneliti laporan pertanggungjawaban yang disampaikan oleh Perusahaan KITE Pembebasan atas Barang dan Bahan yang telah dilakukan penyelesaian tetapi belum dipertanggungjawabkan, masih dalam periode KITE Pembebasan, dan tidak termasuk dalam hasil pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (9). | ||||||
(15) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU atas nama Menteri melakukan pencabutan terhadap Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan, dalam hal laporan pertanggungjawaban atas Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (14) telah mendapatkan keputusan. | ||||||
(16) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melakukan perekaman keputusan pencabutan atas keputusan penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (15) dalam SKP. | ||||||
(17) | Realisasi ekspor yang telah dilakukan oleh Perusahaan KITE Pembebasan dapat diperhitungkan dalam penentuan batas penjualan Hasil Produksi dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean. | ||||||
(18) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melakukan penagihan Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta sanksi administrasi berupa denda dan sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dalam hal berdasarkan hasil pencacahan ditemukan Barang dan Bahan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. |
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 40
(1) | Tata cara impor Barang dan Bahan berupa barang kena cukai, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai cukai. |
(2) | Tata cara penerimaan dan pengelolaan jaminan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jaminan kepabeanan. |
(3) | Tata cara ekspor Hasil Produksi yang dikenakan Bea Keluar, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemungutan Bea Keluar.? |
(4) | Tata cara penetapan atas kewajiban pembayaran Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN atau PPN dan PPnBM, serta sanksi administrasi berupa denda dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penetapan Pejabat Bea dan Cukai atas kewajiban pembayaran Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, pajak dalam rangka impor, serta sanksi administrasi berupa denda. |
(1) | Sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) dapat diakses oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(2) | Pelaksanaan pemberian akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan mengenai pengawasan bersama antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan Direktorat Jenderal Pajak terhadap perusahaan penerima fasilitas kepabeanan. |
(1) | Perusahaan KITE Pembebasan dapat mengajukan permohonan penyelesaian atas kewajiban pembayaran Bea Masuk dan PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang serta sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan atas Barang dan Bahan dalam hal:
| ||||
(2) | Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara lain:
| ||||
(3) | Saldo Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah:
| ||||
(4) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. | ||||
(5) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU melakukan penetapan sebagai dasar penagihan atas kewajiban pembayaran Bea Masuk dan PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang serta sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan perpajakan atas Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||
(6) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. | ||||
(7) | Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Perusahaan KITE Pembebasan dapat memanfaatkan fasilitas Kawasan Berikat, sepanjang lokasi pabrik yang ditetapkan sebagai Kawasan Berikat berbeda dengan lokasi pabrik yang memperoleh fasilitas KITE Pembebasan. |
(2) | Lokasi yang berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipisahkan oleh batas yang permanen. |
(1) | Kegiatan pelayanan fasilitas KITE Pembebasan dilakukan menggunakan SKP. |
(2) | Dalam hal SKP mengalami gangguan operasional atau tidak berfungsi berdasarkan penetapan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pelayanan fasilitas KITE Pembebasan dilaksanakan secara manual. |
(1) | Pelayanan pemberian fasilitas KITE Pembebasan dilakukan oleh Kantor Wilayah atau KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan. |
(2) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan melakukan pengawasan terhadap Perusahaan KITE Pembebasan. |
(3) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha Perusahaan KITE Pembebasan melakukan pengawasan terhadap Perusahaan KITE Pembebasan. |
(4) | Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha Perusahaan KITE Pembebasan melakukan pengawasan terhadap Perusahaan KITE Pembebasan. |
(5) | Direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengawasan pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan dan/atau pengawasan terhadap pemberian fasilitas KITE Pembebasan.? |
(6) | Direktorat Jenderal Pajak dengan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat melakukan pemeriksaan dan/atau pengawasan terhadap Barang dan Bahan yang diimpor atau dimasukkan dengan menggunakan fasilitas KITE Pembebasan. |
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 46
Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini:
a. | terhadap Perusahaan KITE Pembebasan yang telah diterbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor PER-4/BC/2019, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPU yang menerbitkan Keputusan Menteri mengenai penetapan sebagai Perusahaan KITE Pembebasan:
| ||||
b. | terhadap jaminan yang diserahkan oleh Perusahaan KITE Pembebasan sebelum 1 Januari 2023, menggunakan tata cara penerimaan jaminan dan format tanda terima jaminan dalam Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-4/BC/2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 160/PMK.04/2018 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor. |
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-4/BC/2019 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 160/PMK.04/2018 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada Barang Lain dengan Tujuan untuk Diekspor, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal 1 November 2022.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 November 2022
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
ttd.
ASKOLANI