Dilema Kehabisan Nomor Seri Faktur Pajak (Ditulis oleh: Konsultan Pajak MUC Registered Tax Consultant Jakarta)
Friday, 11 September 2015
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-26/PJ/2015
Pernahkah Anda kehabisan nomor seri Faktur Pajak ketika jumlah transaksi usaha membludak melampaui batas normal dan perkiraan? Jika pernah, apa yang Anda lakukan? Apakah lantas tidak menerbitkan Faktur Pajak? Atau, tetap menerbitkan Faktur Pajak setelah menerima nomor seri yang baru sesuai Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak yang juga baru?
Sebenarnya, jika Anda memilih tidak menerbitkan Faktur Pajak, pilihan tersebut dapat dikatakan menyalahi ketentuan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan peraturan pelaksanaannya.
Faktur Pajak harus diterbitkan, jika transaksi yang terjadi merupakan transaksi yang terutang Pajak Pertambahan Nilai, yaitu karena yang diserahkan adalah penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP), serta penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean.
Menerbitkan Faktur Pajak memang merupakan hal yang seharusnya dilakukan. Namun yang menjadi pertanyaan adalah tanggal yang mana yang perlu dicantumkan pada Faktur Pajak tersebut? Sebagian Pengusaha Kena Pajak (PKP) memilih untuk mencantumkan tanggal transaksi, yang artinya tanggal Faktur Pajak mendahului tanggal terbit Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak (selanjutnya disebut Surat Pemberian Nomor). Sebagian lainnya menggunakan tanggal yang sama dengan atau setelah tanggal terbit Surat Pemberian Nomor. Sehingga, tanggal Faktur Pajak tidak mendahului tanggal terbit Surat Pemberian Nomor. Menurut konsultan pajak MUC, konsekuensi dari masing-masing pemilihan tanggal ini telah ditegaskan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-26/PJ/2015 (selanjutnya disebut “SE-26”) yang diterbitkan tanggal 2 April 2015 lalu.
Bila Mendahului Tanggal Surat Pemberian Nomor
Dalam SE-26 ditegaskan bahwa ternyata tanggal Faktur Pajak tidak boleh mendahului (sebelum) tanggal Surat Pemberian Nomor. Setidaknya, tanggal Faktur Pajak harus sama dengan tanggal Surat Pemberian Nomor. Dan, jika tanggal Faktur Pajak masih mendahului tanggal Surat Pemberian Nomor Seri, maka Faktur Pajak tersebut dianggap sebagai Faktur Pajak Tidak Lengkap.
Contoh:
Surat Pemberian Nomor Seri diterbitkan tanggal 15 April 2015 dengan Nomor Seri Faktur Pajak 004-14-00000001 dan selanjutnya.
PKP menggunakan kode dan no seri 010.004-14-00000001 tersebut di atas untuk Faktur Pajak tertanggal 5 April 2015.
Karena tanggal Faktur Pajak mendahului tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak, maka Faktur Pajak tersebut termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap.
Pada praktiknya, meskipun SE-26 baru diterbitkan pada 2 April 2015 lalu, ketentuannya sudah diterapkan secara surut sejak Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 yang telah diubah terakhir dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2014 (selanjutnya disebut PER-24) diberlakukan mulai 1 April 2013. Pemberlakuan secara surut inilah yang tidak disetujui oleh sebagian PKP, yaitu antara lain dengan beberapa alasan di bawah ini:
- PER-24 yang secara hirarki peraturan berkedudukan lebih tinggi dari SE-26 dan sudah berlaku sejak 1 April 2013, ataupun peraturan-peraturan lainnya yang juga memiliki hirarki yang lebih tinggi dari SE-26, tidak pernah menyebutkan istilah ‘Faktur Pajak Tidak Lengkap’ yang disebabkan tanggal Faktur Pajak mendahului tanggal Surat Pemberian Nomor.
- SE-26 tidak ditegaskan untuk berlaku surut.
- Pada angka 2 Surat Pemberian Nomor, yang contohnya dimuat dalam L“Nomor Seri Faktur Pajak tersebut dapat digunakan untuk Penerbitan Faktur Pajak di Tahun Pajak...”
Dari pernyataan ini, sebagian pihak berpendapat bahwa penggunaan nomor seri semestinya hanya terbatas pada tahun pajak bukan masa pajak atau periode tertentu. Atau dengan kata lain, seharusnya tidak terdapat larangan untuk mencantumkan tanggal Faktur Pajak yang mendahului tanggal Surat Pemberian Nomor Seri, sepanjang nomor tersebut digunakan di tahun yang sama dengan yang disebutkan dalam Surat Pemberian Nomor.
Lalu apa yang terjadi jika Faktur Pajak dianggap sebagai Faktur Pajak Tidak Lengkap? Kerugian tidak hanya berada di PKP Penjual, tetapi juga di PKP Pembeli. PKP Penjual selaku penerbit Faktur Pajak, akan dikenakan sanksi administrasi sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak. Sedangkan PKP Pembeli akan kehilangan hak untuk mengkreditkan PPN Masukan yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap tersebut.
Untuk menghindari kerugian dari sisi PKP Pembeli, konsultan pajak MUC berpendapat bahwa PKP dapat melakukan hal-hal di bawah ini sepanjang belum ada pemeriksaan (termasuk pemeriksaan bukti permulaan terbuka) dan Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi:
- Membatalkan Faktur Pajak Tidak Lengkap tersebut; dan
- Membuat Faktur Pajak baru yang mencantumkan:
- Nomor seri yang sama dengan Faktur Pajak yang telah dibatalkan; dan
- Tanggal yang setidaknya sama dengan tanggal Surat Pemberian Nomor Seri.
Meski Faktur Pajak Tidak Lengkap sudah dibatalkan dan diganti dengan Faktur Pajak yang baru, persoalan belum selesai bagi PKP Penjual. Dalam hal ini PKP tetap berpotensi dikenakan denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak jika diketahui bahwa saat penerbitan Faktur Pajak yang baru ternyata tidak sesuai dengan saat seharusnya menerbitkan Faktur Pajak. Faktur Pajak memang tidak lagi termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap, tetapi berubah menjadi Faktur Pajak Tidak Tepat Waktu yang dikenai sanksi sesuai Pasal 14 ayat (1) huruf d dan Pasal 14 ayat (4) UU KUP.
Dengan melakukan pembatalan Faktur Pajak Tidak Lengkap, setidaknya PKP Pembeli tidak kehilangan hak untuk mengkreditkan PPN Masukan, terutama bila penerbitan Faktur Pajak yang baru ini masih dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan sejak saat seharusnya membuat Faktur Pajak. Namun seandainya melampaui jangka waktu 3 (tiga) bulan dari saat seharusnya menerbitkan Faktur Pajak, PPN Masukan tidak dapat dikreditkan oleh PKP Pembeli. Jadi dalam hal ini PKP Penjual ataupun PKP Pembeli sama-sama menderita kerugian. Oleh karena itu demi melanggengkan hubungan bisnis, PKP Penjual harus membatalkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dan menggantinya dengan Faktur Pajak yang baru dalam kurun waktu yang tidak lama sejak saat seharusnya menerbitkan Faktur Pajak.
Bila Tidak Mendahului Tanggal Surat Pemberian Nomor
Masih sama seperti kondisi sebelumnya pengaruhnya sedikit berbeda bagi PKP Penjual dan PKP Pembeli. Bagi PKP Penjual, jika tanggal Faktur Pajak tidak mendahului tanggal Surat Pemberian Nomor, denda 2% dari Dasar Pengenaan Pajak berpotensi dikenakan terhadapnya. Pasalnya, saat penerbitan Faktur Pajak jelas-jelas bukan saat yang seharusnya menerbitkan Faktur Pajak, mengingat PKP Penjual menunda penerbitan Faktur Pajak hingga menerima nomor yang baru sesuai Surat Pemberian Nomor yang juga baru. Namun bagi PKP Pembeli, ia tetap memiliki hak untuk mengkreditkan PPN Masukan pada Faktur Pajak tersebut, yaitu dengan syarat penerbitannya tidak melampaui batas waktu 3 (tiga) bulan yang telah dijelaskan sebelumnya di atas.
Terbitnya SE-26 ini sebenarnya merupakan titik terang dari ketidakjelasan mengenai penomoran faktur pajak yang tidak sesuai tanggal atau tidak tepat waktu yang memang belum dijelaskan di PER-24. Hanya saja yang menimbulkan keberatan dari sebagian PKP adalah azas berlaku surut pada SE-26 untuk pelaksanaannya.
Satu hal lagi, ketentuan yang diatur dalam SE-26 sekilas terkesan tidak business friendly. Terutama, ketika pada praktiknya ketersediaan nomor seri Faktur Pajak masih belum dapat mengimbangi jalannya transaksi yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dengan berbagai macam penyebab. Sebagai jalan tengah, PKP Penjual memang benar-benar perlu aktif dan sering meminta nomor seri Faktur Pajak. Jika perlu, lakukan saja setiap bulan.
Artikel terkait:
Semakin Panjangnya Daftar Jasa Lain Sebagai Objek PPh Pasal 23
VAT Exemption for Main Constructor
Manpower Service Criteria which are Not Subject to VAT