News
Sebelum Bubarkan Perusahaan, Pahami Aspek Legal dan Pajak Terkait Likuidasi!

MUC Attorney at Law | Friday, 01 April 2022

Sebelum Bubarkan Perusahaan, Pahami Aspek Legal dan Pajak Terkait Likuidasi!
(Photo: Andrea Piacquadio/Pexels)

Dalam proses bisnis, likuidasi merupakan opsi terakhir yang mungkin tidak pernah diharapkan oleh pelaku usaha mana pun. Likuidasi adalah pembubaran perusahaan sebagai badan hukum yang meliputi pembayaran kewajiban kepada para kreditor dan pembagian harta yang tersisa kepada para pemegang saham persero.

Namun, dalam kondisi tertentu likuidasi terkadang tidak bisa terhindarkan dan justru bisa menjadi opsi terbaik untuk menuntaskan permasalahan perusahaan. Walaupun ada konsekuensi hukum dan perpajakan yang harus tetap diperhatikan dan dipertimbangkan pelaku usaha sebelum memilih opsi ini. 

Isu ini menjadi sangat relevan untuk dibahas mengingat pandemi COVID-19 telah memicu krisis ekonomi dan memukul kesehatan banyak perusahaan. Karenanya, MUC Attorney at Law bekerja sama dengan MUC Consulting menyelenggarakan webinar bertajuk “Kupas Tuntas Aspek Legal dan Perpajakan Proses Likuidasi Perseroan”, Selasa (29/03/2022). 

Dalam webinar tersebut, Tax Partner MUC Consulting, Meydawati, mengingatkan para pengambil keputusan dalam perusahaan untuk benar-benar melakukan perencanaan yang baik sebelum melikuidasi Perseroan guna meminimalkan risiko yang timbul, terutama dari sisi hukum dan perpajakan. 

"Jangan sampai, proses likuidasi menimbulkan masalah hukum atau memunculkan persoalan pajak," ujar Meydawati.

Penyebab Likuidasi

Pertanyaan yang mengemuka dalam diskusi antara lain, apa saja hal-hal yang bisa mendasari keputusan likuidasi perusahaan? 

Mawla Robby, Senior Associate MUC Attorney at Law menjelaskan, permasalahan finansial biasanya membuat kondisi perusahaan menjadi kurang stabil dan dapat memicu kegagalan membayar kewajiban. Kondisi ini yang kerap memaksa pemegang saham dan manajemen melakukan likuidasi sebagai langkah terakhir. 

Dalam paparannya, Mawla mengutip Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang menjabarkan 9 penyebab pembubaran paksa perusahaan sebagai berikut: 

  1. Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
  2. Jangka waktu berdiri berakhir; 
  3. Penetapan pengadilan; 
  4. Dicabut kepailitan oleh pengadilan niaga (harta pailit tidak cukup membiayai kepailitan); 
  5. Insolvensi (UU Kepailitan);
  6. Dicabutnya izin usaha; 
  7. Permohonan kejaksaan;
  8. Cacat hukum dalam akta pendirian; dan
  9. Perseroan tidak mungkin dilanjutkan.

Tahapan Likuidasi

Menurut Mawla, ada beberapa tahapan dan implikasi dari pembubaran perusahaan. Pertama, setelah likuidasi dilakukan maka seluruh aset hasil likuidasi dibagikan kepada para kreditur dan jika ada sisa baru diserahkan kepada pemegang saham.

Selanjutnya, pengelolaan perusahaan dialihkan kepada likuidator/kurator yang ditunjuk RUPS atau jika tidak ada penunjukan maka Direksi dapat bertindak sebagai likuidator. Pada tahap ini maka perusahaan tidak dapat melakukan perbuatan hukum apapun selain likuidasi. 

Apabila melanggar poin-poin sebelumnya maka direksi, komisaris, dan perseroan secara bersama-sama menanggung risikonya (tanggung renteng). 

Selanjutnya, setelah mencantumkan keterangan” dalam likuidasi” di belakang nama perseroan, perbuatan hukum perusahaan terbatas hanya yang terkait dengan proses likuidasi. Tahapan terakhir adalah dengan menerbitkan laporan keuangan berbasis likuidasi. 

Mawla juga mengingatkan bahwa proses likuidasi harus direncanakan sebaik mungkin. Terutama menyangkut Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan, perlakuan terhadap aset-aset perusahaan, utang maupun piutang, hingga menghitung estimasi biaya-biaya yang harus dikeluarkan, termasuk potensi pajaknya.

Penghapusan NPWP

Terkait aspek pajak, Sigit Wibowo, Tax Direktur MUC Consulting menekankan proses administrasi perpajakan yang harus dilalui perusahaan terkait proses likuidasi. Terutama menyangkut hak dan kewajiban perseroan sebagai Wajib Pajak (WP) Badan yang akan selesai ketika perusahaan resmi dibubarkan. 

"Perusahaan yang dinyatakan tutup harus melakukan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP, sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-04/2020," ujar Sigit.

Penghapusan NPWP dapat dilakukan dengan dua cara, melalui aplikasi e-registration atau WP datang langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Masalah biasanya timbul, jika proses penghapusan NPWP mengalami kendala. Misalnya, dokumen yang wajib dilampirkan ternyata tidak lengkap sehingga prosesnya bisa berlarut-larut. Oleh karenanya, perusahaan harus memastikan semua dokumen yang diperlukan dalam proses penghapusan NPWP terpenuhi, seperti akta pembubaran perusahaan atau dokumen sejenis. 

Dalam proses penghapusan NPWP, biasanya kantor pajak akan melakukan penilaian untuk memastikan ada atau tidaknya utang pajak. Apabila masih ada kewajiban pajak maka penghapusan NPWP belum bisa dilakukan. "Proses penghapusan NPWP bisa jadi sangat lama karena adanya temuan-temuan pajak," ujar Sigit.

Karenanya, Sigit mengingatkan sebelum memutuskan likuidasi pastikan semua kewajiban pajak sudah diselesaikan. Sebab, jika sudah menjadi temuan petugas pajak akan dikenakan denda berupa sanksi administrasi atau risiko pajak lainnya.

Sebagai informasi, #JUSTISE merupakan program diskusi seputar hukum bisnis yang diinisiasi oleh firma hukum MUC Attorney at Law sejak tahun 2020. Acara ini diampu oleh para pakar dan praktisi yang kompeten dalam membahas permasalahan hukum dan legal bisnis terkini. (ASP/GS)



Related


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

+6231-828-42-56 (Hunting)

+6231-828-38-84 (Fax)

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.