Pahami Aspek Pajak Pertambahan Nilai Atas Skema Penyerahan Barang Ex-Work
Muhammad Ridho,
Tuesday, 29 December 2020
Dalam perdagangan internasional dikenal beberapa terminologi penyerahan barang, yang salah satunya adalah Ex-Work. Istilah ini dimaknai sebagai penyerahan barang oleh penjual (eksportir) ke pembeli (importir) setelah proses produksi, dengan menyebutkan nama atau lokasi barang. Dalam hal ini penyerahan barang dilakukan di tempat penjual atau di dalam daerah pabean. Namun, semua biaya dan risiko yang berhubungan dengan pengangkutan dan pengiriman barang di tanggung oleh pembeli.
Dari sisi perpajakan, penyerahan barang menggunakan skema Ex-Work dikategorikan sebagai objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Transaksi ini dianggap memenuhi syarat kumulatif penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) yang terutang PPN, sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak SE-130/PJ/2010.
Apabila penyerahan barang dengan skema Ex-work dilakukan di dalam daerah pabean, maka transaksi antara penjual dan pembeli—yang berada di dalam daerah pabean—menjadi terutang PPN. Namun, jika penyerahan barang dilakukan di luar daerah pabean, maka transaksi antara penjual dan pembeli yang berada di dalam daerah pabean tidak terutang PPN.
Sebagai ilustrasi, PT A menjual 1000 pcs barang kepada PT B di Indonesia dengan skema penyerahan barang Ex-Work. Selama ini barang yang dijual PT A dipasok dari perusahaan induknya di Singapura, C Corp. Persediaan barang di gudang PT A terbatas, yakni hanya tersedia 500 pcs yang bisa diserahkan ke PT B. Kekurangannya yang 500 pcs harus diambil sendiri oleh PT B langsung dari gudang C Corp di Singapura.
Sesuai perjanjian, PT B harus mengurus sendiri administrasi penyerahan barang dari gudang PT A (Indonesia) maupun dari gudang C Corp (Singapura) dan menanggung semua risiko, administrasi, serta biaya pengangkutannya.
Atas penyerahan 500 pcs barang dari gudang PT A menjadi terutang PPN karena dilakukan di dalam daerah pabean. Sementara itu, atas penyerahan barang dari gudang C Corp di Singapura, PT terbebas dari PPN. Sebaliknya, PT B karena mengurus sendiri proses pemasukan barang dari luar daerah pabean ke Indonesia maka dianggap melakukan kegiatan impor. Oleh karena itu, PT B tidak hanya berkewajiban untuk mengurus dokumen kepabeanan, tetapi juga harus membayar bea masuk, PPN, dan PPh 22 terkait impor.
Dengan pendekatan Ex-Work, sebenarnya penjual memindahkan risiko kerusakan ataupun kehilangan barang—dalam proses penyerahan maupun pengiriman—kepada pembeli. Artinya, kewajiban penjual hanya menanggung biaya dan menjamin kualitas barang selama proses produksi hingga pengepakan. Selepas itu, penjual tidak bertanggung jawab atas proses administrasi serta risiko dan biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pengangkutan barang.
Dasar Hukum
- Pasal 1A ayat 1 huruf a UU No. 42 Tahun 2009
- Pasal 4 ayat 1 huruf a UU No. 42 Tahun 2009
- Surat Edaram Direktur Jenderal Pajak SE-130/PJ/2010
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi MUC Consulting melalui saluran telepon +6221-788-37-111 (hunting) atau email ke ask_muc@mucglobal.com.