Respons Corona, Paket Stimulus Pajak Resmi Berlaku
Friday, 27 March 2020
Pemerintah Indonesia resmi menggelontorkan paket stimulus pajak guna meminimalkan dampak pandemi virus Corona (Covid-19) terhadap daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional. Kepastian dan rincian insentif fiskal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/PMK.03/2020, yang terbit pada 23 Maret 2020 dan efektif berlaku per 1 April 2020 hingga 30 September 2020 (enam bulan).
Terdapat beberapa jenis insentif pajak yang disiapkan pemerintah, yakni Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah; pembebasan PPh Pasal 22 impor, pengurangan PPh Pasal 25, percepatan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan dan pemangkasan tarif PPh Badan. Paket stimulus ini mayoritas diperuntukan bagi pekerja dan pengusaha yang bergerak di industri manufaktur dengan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) tertentu, serta perusahaan dan Industri Kecil menengah (IKM) yang mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor Untuk Tujuan Ekspor (KITE).
PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah
Untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah selama enam bulan kedepan akan menanggung kewajiban PPh Pasal 21 bagi kelompok pekerja di industri manufaktur. Namun, hanya pekerja yang memenuhi kriteria berikut yang berhak memperoleh fasilitas tersebut:
- penghasilan bruto tidak lebih dari Rp 200 juta setahun,
- memiliki Nomor Pokok Wajib pajak (NPWP) , dan
- pemberi kerja (pengusaha) bergerak di 440 KLU industri manufaktur, serta perusahaan KITE dan IKM KITE.
Pemerintah menegaskan PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah harus dibayarkan secara tunai oleh pemberi kerja pada saat pembayaran penghasilan kepada Pegawai. Dengan demikian, karyawan di industri manufaktur akan menerima penghasilan penuh tanpa dipotong pajak setiap bulannya sejak April hingga September 2020.
Untuk dapat memanfaatkan fasilitas ini, pemberi kerja harus memenuhi ketentuan berikut:
- menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala KPP terdaftar,
- melampirkan Keputusan Menteri Keuangan mengenai penetapan Perusahaan yang mendapat fasilitas KITE (khusus Wajib Pajak KITE),
- membuat Laporan Realisasi PPh Pasal 21 DTP kepada Kepala KPP terdaftar,
- membuat Surat Setoran pajak (SSP) atau cetakan kode billing dan melampirkannya pada Laporan Realisasi PPh Pasal 21 DTP, dan
- menyampaikan laporan beserta lampirannya paling lambat 20 Juli 2020 untuk Masa Pajak April -Juni 2020 dan 20 Oktober 2020 untuk Masa Pajak Juli -September 2020.
Pembebasan PPh Pasal 22 Impor
Fasilitas berikutnya adalah pembebasan PPh Pasal 22 Impor bagi pelaku usaha di sektor manufaktur tertentu (102 KLU) serta pengusaha dan IKM yang mendapatkan fasilitas KITE. Stimulus ini diberikan dalam rangka mempertahankan laju impor yang menunjang kegiatan produksi. Namun, hanya pengusaha yang memenuhi kriteria dan ketentuan berikut yang dapat menggunakan fasilitas ini:
- Wajib Pajak yang memiliki kode KLU yang telah ditetapkan dan/atau telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE,
- mengajukan Permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) secara tertulis kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar,
- melampirkan Keputusan Menkeu mengenai penetapan Perusahaan yang mendapat fasilitas KITE (khusus WP KITE),
- membuat Laporan Realisasi Pembebasan PPh Pasal 22 Impor setiap 3 bulan kepada Kepala KPP, dan
- menyampaikan laporan beserta lampirannya paling lambat tanggal 20 Juli 2020 untuk Masa Pajak April -Juni 2020 dan 20 Oktober 2020 untuk Masa Pajak Juli -September 2020.
Pengurangan 30% PPh Pasal 25
Untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi sekaligus meningkatkan kinerja ekspor, pemerintah juga menyiapkan insentif pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30% bagi pelaku usaha di sektor manufaktur tertentu (102 KLU) serta pengusaha dan IKM yang mendapatkan fasilitas KITE. Syarat dan ketentuannya hampir sama dengan kebijakan pembebasan PPh Pasal 22 Impor, yakni sebagai berikut:
- Wajib Pajak yang memiliki kode KLU yang telah ditetapkan dan/atau telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE,
- menyampaikan pemberitahuan pengurangan sebesar 30% dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang,
- menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala KPP terdaftar,
- membuat Laporan Realisasi Pengurangan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 setiap 3 bulan kepada Kepala KPP, dan
- menyampaikan laporan paling lambat tanggal 20 Juli 2020 untuk Masa Pajak April -Juni 2020 dan 20 Oktober 2020 untuk Masa Pajak Juli -September 2020.
Restitusi PPN Dipercepat
Fasilitas terakhir yang disiapkan pemerintah guna mengantisipasi memitigasi ekonomi akibat pandemi Corona adalah percepatan restitusi PPN bagi pengusaha eksportir maupun non-eksportir di sektor manufaktur tertentu (102 KLU), serta pengusaha dan IKM yang mendapatkan fasilitas KITE. Bagi eksportir tidak ada batasan nilai restitusi, sedangkan bagi pengusaha non-eskportir nilai restitusinya paling banyak Rp5 miliar. Seperti halnya fasilitas yang lain, ada sejumlah ketentuan dan persyaratan berikut yang wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak:
- memiliki kode KLU yang telah ditetapkan dan/atau telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE, dan
- menyampaikan SPT Masa PPN Lebih Bayar (LB) restitusi dengan jumlah LB paling banyak Rp5 miliar
Wajib Pajak yang memenuhi kriteria dan persyaratan di atas dapat diberikan restitusi dan secara otomatis ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah. Dengan demikian, Wajib pajak tidak perlu lagi mengajukan permohonan penetapan PKP berisiko rendah dan Dirjen Pajak tidak perlu lagi menetapkan secara jabatan. Selain itu, PKP berisiko rendah juga dipermudah dengan meniadakan persyaratan untuk melakukan kegiatan tertentu seperti melakukan dalam melakukan ekspor barang dan jasa kena pajak, serta penyerahan kepada pemungut maupun yang tidak dipungut PPN.
Pemangkasan Tarif PPh Badan Bertahap
Pemerintah memangkas tarif PPh Badan menjadi 22% untuk tahun 2020-2021 dan turun kembali menjadi 20% mulai tahun 2022, dari sebelumnya 25%. Sementara bagi Wajib Pajak dalam negeri berbentuk Perseroan Terbuka (PT) dengan jumlah saham yang diperdagangkan di bursa efek minimal 40% dan memenuhi persyaratan tertentu, dapat memperoleh diskon tambahan 3% lebih rendah dari tarif PPh baru tersebut.
Kebijakan tersebut resmi berlaku per 31 Maret 2020 menyusul terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai rincian kebijakan dan daftar bidang usaha penerima insentif, Anda dapat mengunduhnya di sini. (ASP/KEN)