News
Ditjen Pajak Perkuat Institusi Keberatan

Tuesday, 23 January 2018

Ditjen Pajak Perkuat Institusi Keberatan

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak sedang merancang penguatan institusi keberatan internal untuk mengurangi risiko kekalahan dalam sengketa pajak di pengadilan. Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, mengatakan bahwa konsep institusi tersebut akan dimasukan dalam agenda reformasi pajak.

"Kami sedang mengonsepsikan institusi keberatan di Ditjen Pajak, sehingga dapat mengurangi kelemahan kita di proses banding,” kata Yoga kepada Bisnis, Minggu (21/1).

Perbaikan skema keberatan itu akan diatur dalam revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Proses keberatan, dalam rancangan revisi UU KUP akan dirancang dengan tak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

Konsep tersebut berbeda dengan aturan sebelumnya, dalam UU KUP 2007, pembayaran dan penagihan pajak baru bisa dilakukan setelah proses keputusan keberatan dan banding selesai. Namun dalam rencana perubahan undang-undang itu, utang pajak akan muncul ketika surat ketetapan pajak telah diterbitkan.

Yoga mengakui proporsi kekalahan Ditjen Pajak di pengadilan pajak cukup tinggi. Padahal secara ideal seharusnya proses banding lebih kepada sengketa terkait peraturan atau ketentuan perpajakan termasuk interpretasinya. Namun yang terjadi saat ini banyak sengketa masih membahas masalah data atau perhitungan sebagai hasil dari proses pemeriksaan.

Sebagai perbandingan, data 2012-2016, dari jumlah 44.659 sengketa hampir separuhnya dikabulkan (termasuk sebagian dikabulkan). Sementara itu, jumlah yang ditolak hanya 11.239 sengketa, sisanya tak dapat diterima, dibatalkan, dan dicabut.

Otoritas pajak menyatakan akan mengevaluasi dan meningkatkan kualitas pemeriksaan. Pemeriksaan harus dilakukan berdasarkan data yang akurat, termasuk dengan melakukan penilaian atas risiko kepatuhan (CRM), sehingga lebih tepat dalam menyasar WP yang tidak patuh.

Skema keberatan dan banding sendiri telah beberapa kali diubah. Berdasarkan catatan Bisnis, sebelum 2007, keberatan tidak menunda pembayaran, sehingga menurut skema ini setelah terbitnya surat ketetapan pajak (SKP) petugas pajak bisa menagih pajak terutang wajib pajak.

Namun pada 2007, pemerintah menganulir ketentuan tersebut. Pasal 25 Ayat 7 KUP menyebutkan, dalam hal WP mengajukan keberatan, waktu pelunasan pajak tertangguh sampai dengan satu bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan. Artinya, fiskus bisa menagih pajak setelah ada keputusan soal keberatan tersebut.

Dalam revisi Undang-Undang KUP pemerintah tampaknya ingin mengembalikan ke konsep sebelum 2007. Pasal 68 draf UU KUP menyebutkan pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. (Sumber berita: Bisnis Indonesia)

Bisinis Indonesia


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

+6231-828-42-56 (Hunting)

+6231-828-38-84 (Fax)

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.