News
Undang-Undang Khusus Pajak Ekonomi Digital Disiapkan

Monday, 19 June 2017

Undang-Undang Khusus Pajak Ekonomi Digital Disiapkan

Tidak mudah memang bagi pemerintah untuk menjerat para pelaku ekonomi digital agar taat membayar pajak. Regulasi yang ada sekarang baik UU Pajak Penghasilan (PPh) belum cukup mumpuni untuk memajaki pelaku ekonomi seperti Google, Facebook atau Twitter.

Begitupun dengan surat edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2016 yang mewajibkan perusahaan OTT memiliki BUT belum bisa dijadikan dasar pemajakan.

Karena itu, salah satu jalan keluarnya adalah dengan membuat regulasi baru, yang bisa dijadikan dasar pemerintah memajaki negara. Pemerintah mengaku, telah memiliki beberapa referensi yang akan diterapkan dalam aturan terbaru tersebut.

Heru Marhanto Utomo, Kepala Sub Direktorat Manajemen Transformasi Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, memaparkan Skema pemajakan diverted profit tax yang diterapkan Inggris dan Australia bakal diadopsi pemerintah untuk menyusun regulasi perpajakan terhadap bisnis digital over the top (OTT).

Skema diverted profit tax ini rencananya akan diadopsi dalam Undang-Undang yang khusus untuk pajak ekonomi digital. Akan tetapi, pemerintah juga tengah mempertimbangkannya untuk memasukan hal tersebut kedalam perubahan UU Pajak Penghasilan (PPh).

 

Heru mengaku, dalam draft RUU PPh yang tengah disusun belum memasukan diverted profit tax. Rencananya, point diverted provit tax akan dimasukan melalui mekanisme pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Negosiasi Dengan Google Berhasil

Google Asia Pasific Pte Ltd akhirnya melunasi kewajiban pajak di Indonesia. Dalam rangka pengejaran pajak raksasa teknologi tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani pun sempat bertemu dengan Menteri Keuangan Inggris.

Hal ini disampaikan Sri Mulyani saat berbincang dengan media di Kediamannya, Jalan Widya Chandra, Jakarta, Senin (12/6/2017). Menurutnya, pembayaran akan dilakukan oleh Google sesuai dengan Surat Pemberitahuan Tahunan 2016 kemarin.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasetiadi mengaku akan tetap mengejar utang pajak Google lima tahun ke belakang. Kendati demikian, Ken belum memberikan secara terperinci berapa pajak yang harus dibayar.

Namun, dia menggarisbawahi yang diperiksa adalah lima tahun belakang iniProses pengejaran pajak Google memang cukup panjang. Bahkan, ketika negosiasi terakhir, Google menolak membayar dengan alasan tagihan pajak di Indonesia jauh lebih besar dibandingkan Inggris.



Related Articles

News

Ditjen Pajak Kaji Revisi Aturan Penagihan Pajak

News

Pemerintah akan Pakai Teknologi Canggih Buru Aset Pajak

News

Pajak e-Commerce akan Bertahap, Dimulai dari Toko Online


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

+6231-828-42-56 (Hunting)

+6231-828-38-84 (Fax)

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.