News
Menyelesaikan Masalah Perpajakan Global

Wednesday, 08 February 2017

Menyelesaikan Masalah Perpajakan Global

Mengawali 2017, lebih dari 100 peserta yang mewakili otoritas pajak dari berbagai negara dan yurisdiksi  dan beberapa perwakilan internasional seperti United Nations, IMF, Word Bank, CIAT, ATAF, CREDAF, dan EU hadir dalam pertemuan The Inclusive Framework on BEPS ke-2 pada 26 – 27 Januari 2017 di Paris yang difasilitasi oleh OECD. Pertemuan itu merupakan lanjutan dari pertemuan sebelumnya di Kyoto pada pertengahan 2016.

Pembentukan The Inclusive Framework on BEPS bertujuan untuk mempercepat proses penerapan rekomendasi 15 aksi anti Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) di seluruh dunia. Rekomendasi ke-15 aksi anti BEPS terdiri dari standar-standar perpajakan yang telah diterbitkan di 2015. 

 

Ke-15 aksi anti BEPS tersebut dapat dikelompokkan menjadi lima bagian yaitu: keterkaitan, substansi, transparansi, ekonomi digital, dan instrumen multilateral. Sehubungan dengan keterkaitanada empat aksi yaitu, hybrid mismatch arrangement (action 2), interest deduction (action 4), CFC rules (action 3), dan harmful tax practices (action 5).  

Selanjutnya terkait dengan substansi ada empat aksi yaitu, preventing tax treaty abuse (action 6), avoidance of Permanent Establishment (action 7), Transfer Pricing Aspects of Intangibles (action 8), Transfer Pricing Risk and Capital (action 9), dan Transfer Pricing High Risk Transaction (action 10). Terakhir terkait dengan transparansi ada empat aksi yaitu, methodologies and data analysis (action 11), disclosure rules (action 12), Transfer Pricing Documentation (action 13) dan dispute resolution (action 14).

Ke depan rekomendasi 15 aksi anti BEPS dapat diterapkan di semua negara dan yurisdiksi di dunia sebagai solusi atas permasalahan perpajakan yang dihadapi oleh banyak negara. Saat ini, otoritas pajak dunia menghadapi permasalahan yang sama yaitu rendahnya kepatuhan wajib pajak yang melakukan transaksi lintas negara dan terbatasnya resources. Selanjutnya, rendahnya kepatuhan tersebut sering disebut low offshore compliance. 

Kepatuhan yang rendah tersebut dipicu oleh praktik perencanaan pajak yang agresif oleh perusahaan multinasional maupun high wealth individual taxpayer dan berakibat hilangnya potensi penerimaan pajak pada negara-negara di dunia.  

Setiap tahunnya, potensi penerimaan pajak yang hilang diperkirakan sekitar US$600 miliar. Khusus untuk negara berkembang, setiap tahunnya menguap sekitar US$200 miliar akibat rendahnya kepatuhan dari transaksi lintas negara (offshore compliance).

Faktor-faktor pendorongnya adalah lingkungan ekonomi dunia yang semakin dinamis di mana pengaruh teknologi informasi signifikan terhadap perekonomian (digital economy), keberadaan pusat keuangan (financial centres) yang selama ini dijadikan sebagai tempat yang aman dan nyaman untuk menyembunyikan harta dari kejaran otoritas pajak (tax shelter), perbedaan ketentuan perpajakan antar negara/yurisdiksi membuka peluang bagi wajib pajak untuk mencari-cari celah kelemahan peraturan pajak, penyalahgunaan manfaat tax treaty dan transfer pricing dengan mengalihkan laba usaha ke negara/yurisdiksi lain yang menerapkan tarif pajak yang rendah.

Pertemuan kedua di Paris bertujuan untuk melaporkan kepada para anggotanya mengenai sejauh mana perkembangan inclusive framework sejak pertemuan pertama di Kyoto (Jepang) dan melakukan evaluasi serta memberikan persetujuan untuk rencana kerja berikutnya. Banyak hal yang telah dibahas, a.l. mengenai penerapan the four minimum standards, harmful tax practices (action 5), the MLI (action 15), treaty abuse (action 6), Country by Country Reporting (action 13), dispute resolution (action 14), digital economy (action 1), hybrid mismatches (action 2), Controlled Foreign Company (action 3), interest deductibility (action 4), dan Mandatory Disclosure Rules (action 12). 

Pembahasan dilakukan seputar penyampaian progres kajian atau pengembangan toolkits yang sudah dilakukan oleh bebarapa working party terkait dengan aksi anti BEPS. Toolkits adalah pedoman yang bermanfaat dalam menerapkan aksi anti BEPS, misalnya terkait dengan transfer pricing (action 8-10 dan action 13), tax treaty (action 6 dan action 7). 

Selain itu, untuk segera mengamandemen tax treaty yang berlaku agar sesuai dengan rekomendasi aksi anti BEPS, diberikan beberapa alternatif solusi yaitu renegosiasi secara bilateral (cara yang konvensional) atau dilaksanakan secara multilateral melalui penandatanganan Multilateral Instrument (MLI). Dan terkait dengan penandatanganan MLI telah disampaikan timeline-nya.

Khusus untuk digital economy, karena perkembangannya sangat luar biasa, seluruh anggota negara/yurisdiksi menyetujui untuk membentuk Task Force Digital Economy (TFDE) untuk memonitor perkembangan business model dan value chain yang dipicu oleh perkembangan teknologi informasi.

Selanjutnya, terkait dengan the four minimum standards yangterdiri dari empat aksi anti BEPS yaitu: Aksi 5 tentang Harmful Tax Practice, Aksi 6 tentang Treaty Abuse, Aksi 13 tentang Transfer Pricing Documentation, dan Aksi 14 tentang Dispute Resolution, agar diprioritaskan untuk diterapkan terlebih dahulu. 

BANTUAN TEKNIS

Hal lain yang menjadi pembahasan dalam pertemuan di Paris ini adalah mengenai bantuan teknis kepada para anggota, terutama negara berkembang, dengan tujuan untuk memudahkan mereka menerapkan aksi anti BEPS. Di samping itu, dilakukan sosialisasi kepada non-anggota guna memberikan informasi serta mengajak mereka menjadi anggota The Inclusive Framework on BEPS yang merupakan suatu komunitas masyarakat internasional yang memiliki komitmen kuat untuk menyelesaikan masalah pajak global yang secara nyata telah menggerus basis pemajakan dan merusak tatanan sistem perpajakan di dunia.

Pertemuan inclusive framework kali ini juga membahas keanggotaan steering group dan keanggotaan baru. Keanggotaan inclusive framework terus bertambah dan terakhir berjumlah 94 negara dan yurisdiksi. Jumlah anggota yang semakin banyak sejalan dengan tujuan inclusive framework sebagai komunitas masyarakat global yang memiliki komitmen yang sama untuk mencari solusi dan menyelesaikan masalah klasik di bidang perpajakan internasional secara bersama-sama.

Masing-masing anggota negara/yurisdiksi memiliki hak suara yang sama dalam memutuskan segala hal terkait dengan bagaimana rekomendasi 15 aksi anti BEPS dapat dilaksanakan. Selain itu masing-masing anggota juga punya kewajiban yang sama untuk membenahi sistem dan ketentuan perpajakan domestiknya agar rekomendasi aksi anti BEPS dapat dioperasionalisasikan di negara/yurisdiksi  masing-masing. Sehingga terwujud level of playing field di masing-masing negara/yurisdiksi ketika rekomendasi aksi anti BEPS dilaksanakan secara bersama-sama.

 

http://koran.bisnis.com/read/20170203/251/625419/menyelesaikan-masalah-perpajakan-global

Related Articles

Regulation Update

Cakupan PLB Diperluas, Status BUT Dipertegas

News

Aturan Baru Gijzeling; Peluang Bebas Semakin Terbuka

News

Capaian Pajak Rendah, Shortfall Mengancam


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

+6231-828-42-56 (Hunting)

+6231-828-38-84 (Fax)

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.