News
Wajib Lapor Strategi Pajak Menuai Pro dan Kontra

Monday, 05 February 2018

Wajib Lapor Strategi Pajak Menuai Pro dan Kontra

Direktorat Jenderal (DItjen) Pajak berencana memberlakukan aturan mandatory disclosure rules (MDR) dalam waktu dekat. Kewajiban melaporkan perencanaan pajak (tax planning) yang disiapkan wajib pajak pekan ini merupakan strategi untuk mencegah penghindaran pajak. AParat pajak mencurigasi tax planning banyak dilakukan wajib pajak Indonesia.

MDR menjadi salah satu aksi dari Anti-Based Erosion and Profit Shifting (BEPS) yang mewajibkan WP dan promoter atau pengatur strategi pajak untuk mengungkapkan skema atau model tax planning-nya. Alhasil, pelaksanaan tax planning perlu mendapatkan persetujuan Ditjen Pajak.

Namun rencana ini menimbulkan pro kontra di kalangan wajib pajak. Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Perpajakan Kadin Herman Juwono menilai, ketentuan MDR ini mau tidak mau harus berjalan. “Ini follow-up dari BEPS, harus diikuti,” jelas Herman kepada KONTAN, Minggu (4/2).

Herman mengingatkan, yang perlu diperhatikan adalah momentum dan sejauh mana dampak social cost atas aturan ini. Dari segi fiskus, permintaan ini normal, tapi sejauh mana kesiapannya?” ujar Herman mempertanyakan kesiapan aparat pajak.

Ketua Bidang Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Prijo Handojo juga menilai, Indonesia belum saatnya menerapkan mandatory disclosure. Sebab penyelundupan pajak di Indonesia cenderung sederhana. “Modus penyelundupan pajak di Indonesia yaitu tidak melaporkan omzet sebenanrnya. Ini dapat diatasi dengan jurus sederhana, yaitu administrasi yang baik,” tandasnya.

Menurut Prijo, MDR ini terlalu canggih untuk Indonesia dan bisa mubazir dalam pelaksnaannya. Praktik penyelundupan pajak di Indonesia berbeda dengan di negara yang sudah menerapkan MDR. Inggris, Irlandia, Korie Selatan, dan Afrika Selatan adalah contoh yang menerapkan MDR. “Kita memang suka meniru negara maju. Padahal Indonesia masih berkembang, akhirnya peraturan baru tidak banyak hasilnya,” terang Prijo.

Dia menyebutkan, pengertian aggressive tax planning juga belum jelas. Selain luas, menuurtnya, pengertian tax planning yang agresif masih subyektif. Oleh karena itu dia khawatir penerapan mandatory disclosure hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang baru. Padahal pengusaha mengharapkan adanya kepastian hukum dari DIrjen Pajak baru.

Ajib Hamdani, Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Tax Center sependapat dengan Prijo. Dia berharap pemerintah mengkaji ulang strategi MDR. Pasalnya, di Indonesia belum ada aturan tersebut. “Baik dalam UU Pajak maupun Hukum Perdata, tidak ada aturan yang melarang wajib pajak untuk melakukan suatu transaksi dengan skemanya masing-masing,” terang Ajib.

Penerapan MDR juga bertentangan dengan asas pemungutan pajak di Indonesia yang berbasis self assessment. “Pemerintah harus cermat dalam melempar isu, jangan hanya membuat gaduh. Masih banyak langkah nyata DItjen Pajak untuk menambah penerimaan pajak,” terang Ajib.

Harian Kontan

Related Articles

News

Pajak e-Commerce akan Bertahap, Dimulai dari Toko Online

News

Pemberian Tax Holiday dan Tax Allowance Dievaluasi

News

PERPPU AEOI Dirilis, Raturan Juta Rekening Bisa Diintip DJP


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

+6231-828-42-56 (Hunting)

+6231-828-38-84 (Fax)

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.