Tak Setuju Penetapan Kurang Bayar, Wajib Pajak Bisa Ajukan Keberatan
Mendapat kiriman surat ketetapan dari kantor pajak memang bikin deg-degan, terlebih jika isinya menyebut kurang bayar.
Jika itu sedang kamu alami, jangan panik dan tetap tenang. Pertama-tama yang harus kamu lakukan adalah baca baik-baik isi dan rincian yang ada di dalamnya. Pastikan bahwa surat ketetapan telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Apabila merasa isi surat ketetapan tidak sesuai dengan yang sebenarnya, kamu sebagai wajib pajak masih punya kesempatan untuk menyanggahnya. Mekanisme yang bisa kamu lakukan adalah dengan mengajukan surat keberatan ke kantor pajak.
Dengan kata lain, permohonan keberatan merupakan salah satu media penyelesaian sengketa antara wajib pajak dengan kantor pajak atas perbedaan pendapat atau dispute yang ditimbulkan dari penerbitan surat ketetapan pajak.
Sebetulnya, keberatan tidak hanya diajukan ketika wajib pajak menerima surat ketetapan pajak yang dianggap tidak sesuai saja. Berikut ini hal-hal yang bisa menjadi dasar pengajuan keberatan:
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
- Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
- Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga yang dianggap keliru.
Dalam konteks keberatan atas dasar surat ketetapan, wajib pajak dapat mengajukannya hanya jika mengenai materi atau isi surat ketetapan.
Seperti jumlah rugi, besarnya pajak. Di luar itu, maka permohonan keberatan tidak akan dipertimbangkan kantor pajak.
Syarat Pengajuan Keberatan
Merujuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9/PMK.03/2013 yang telah diubah dengan PMK Nomor 203/PMK.03/2015, berikut ini syarat yang harus dipenuhi wajib pajak saat menyampaikan surat keberatan ke kantor pajak:
Pertama, surat keberatan harus ditulis dalam bahasa Indonesia dan dikirimkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar baik secara langsung, melalui pos atau cara lain seperti jasa ekspedisi atau secara elektronik menggunakan aplikasi e-filing.
Baca Juga: Tanda Tangan Elektronik Sah Dipakai Dalam Surat Keberatan Melalui e-Filing
Kedua, sebutkan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong maupun yang dipungut, atau jumlah rugi versi wajib pajak, disertai alasan dan dasar penghitungannya.
Ketiga, surat keberatan hanya dapat diajukan atas satu surat ketetapan pajak, satu pemotongan pajak atau satu pemungutan pajak saja.
Keempat, permohonan keberatan hanya dapat dilakukan apabila wajib pajak melunasi pajak yang masih harus dibayar yang masih disetujui saat pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
Kelima, surat permohonan keberatan hanya dapat diajukan dalam rentang waktu tiga bulan sejak surat ketetapan pajak diterbitkan atau pemotongan maupun pemungutan pajak dilakukan.
Kecuali, jika terjadi kondisi darurat atau kahar seperti bencana alam sehingga batas waktu tersebut tidak dapat dipenuhi.
Keenam, surat keberatan harus ditandatangani oleh wajib pajak. Kalau pun wajib pajak tidak bisa menandatanganinya, dapat dikuasakan kepada pihak lain disertai dengan surat kuasa.
Proses Pengajuan Keberatan
Sebelum mengajukan keberatan, wajib pajak dapat meminta keterangan tertulis kepada DJP melalui KPP tempat wajib pajak terdaftar, terkait hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, pemotongan atau pemungutan pajak.
Hanya saja perlu diingat, permintaan keterangan ini sifatnya tidak wajib, karena hanya sebatas hak yang boleh dipergunakan wajib pajak apabila merasa belum jelas dengan alasan penetapan.
Selanjutnya, dalam proses penyelesaian keberatan, DJP berwenang untuk meminjam buku, catatan, data dan informasi yang menjadi dasar sengketa dalam keberatan.
Permintaan dokumen-dokumen tersebut harus dipenuhi wajib pajak maksimal 15 hari kerja setelah surat permintaan dikirim. Jika tidak akan dikirim kembali surat permintaan yang kedua dan harus dipenuhi maksimal 10 hari kerja setelah surat kedua dikirim.
Selain itu, DJP juga berwenang untuk meminta keterangan terkait materi sengketa dari wajib pajak dan pihak ketiga yang memiliki hubungan dengan materi sengketa. Bahkan, otoritas pajak juga berwenang untuk meninjau tempat wajib pajak atau tempat lainnya yang diperlukan dalam penyelesaian sengketa.
Baca Juga: Tidak Perlu Panik, Ini yang Harus Dilakukan Saat Mendapat SP2DK
Dalam proses keberatan, DJP juga dapat memanggil wajib pajak untuk membahas dan mengklarifikasi hal-hal yang diperlukan.
Dalam memproses permohonan keberatan tersebut, DJP harus mengeluarkan putusannya maksimal 12 bulan atau satu tahun sejak tanggal surat keberatan diterima dari wajib pajak.
Apabila lewat dari batas waktu tersebut, dan DJP belum menerbitkan putusan, maka keberatan yang diajukan wajib pajak dianggap dikabulkan dan harus diterbitkan surat keputusan keberatan maksimal 1 bulan sejak batas waktu berakhir.
Pencabutan Keberatan
Wajib pajak dapat mencabut permohonan keberatannya sebelum tanggal diterima surat pemberitahuan untuk hadir (SPUH) oleh Wajib Pajak.
Pencabutan bisa dilakukan dengan mengajukan permohonan ke kantor pajak, secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang ditandatangani oleh wajib pajak atau orang lain yang diberi kuasa.
Atas permohonan pencabutan itu, DJP wajib memberikan jawaban apakah menyetujui atau menolak pencabutan.
Karena wajib pajak mencabut permohonan keberatannya, maka Ia akan dianggap tidak mengajukan keberatan dan pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB atau SKPKBT menjadi utang pajak sejak surat ketetapan pajak diterbitkan.
Dikenai Sanksi Administrasi
Permohonan keberatan memang bisa menjadi jalan keluar ketika wajib pajak tidak puas atas ketetapan kantor pajak. Namun, wajib pajak juga harus memastikan bahwa ketidakpuasannya itu didukung dengan data dan alasan yang benar.
Sebab, mengajukan keberatan tanpa persiapan dan data yang benar bisa berujung sanksi administrasi.
Pasalnya, bila permohonan keberatan ditolak, wajib pajak akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% dari jumlah pajak yang ada di keputusan keberatan dikurangi pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Sanksi itu juga berlaku untuk keputusan keberatan yang justru menambah jumlah utang pajak yang harus dibayar. (ASP)