Skema Fasilitas PPN Disederhanakan
JAKARTA. Pemerintaha kan menyederhanakan skema pemberian fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang selama ini diberikan seperti PPN tidak dipungut, PPN yang dibebaskan, PPN ditanggung oleh pemerintah (DTP), dan fasilitas lainnya.
Untuk merealisasikan rencana ini, pemerintah sudah mulai melakukan pembahasan mengenai harmonisasi kebijakan PPN. Pemerintah menilai, berbagai fasilitas PPN yang diberikan saat ini mempersulit pengawasan, sehingga perlu dilakukan penyederhanaan.
Fasilitas Tetap Ada
Namun demikian, pemerintah menegaskan bahwa fasilitas PPN masih akan tetap diberikan hanya skema pemberiannya yang akan diatur ulang.
Sementara mengutip Bisnis Indonesia, edisi Selasa (11/5) salah satu perombakan yang akan dilakukan adalah dengan membatasi pengecualian objek PPN untuk mendorong efisiensi administrasi dan anggaran.
Bukan Objek PPN
Dalam Undang-undang (UU) yang mengatur tentang PPN yang terakhir diubah melalui UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, ada beberapa barang dan jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN diantaranya adalah barang hasil pertambangan kecuali batubara.
Baca Juga: Menaikkan Tarif PPN, Mengatasi Masalah (Bukan) Tanpa Masalah
Selain itu, barang lainnya yang dikecualikan adalah kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat, makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan lainnya serta uang emas batangan dan surat berharga.
Dua Opsi Tarif
Penyederhanaan skema fasilitas PPN ini akan melengkapi rencana pemerintah dalam mengubah besaran tarif PPN. Mengutip Kontan.co.id, ada dua skema tarif PPN yang tengah disiapkan pemerintah.
Pertama menggunakan skema single tarif atau tarif tunggal untuk semua jenis barang dan jasa. Kedua, menggunakan skema multi tarif atau menetapkan tarif yang berbeda untuk setiap jenis barang dan jasa.
Mencontoh Negara Lain
Penggunaan skema multitarif ini bisa mengacu pada beberapa negara yang sudah lebih dahulu menggunakan, seperti Turki, Spanyol, dan Italia. Konsekuensi dari penggunaan multitarif ini adalah pemerintah harus mengubah UU tentang PPN.
Perombakan skema tarif PPN ini diharapkan bisa menambah penerimaan negara dan menekan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun depan. Selain itu, perubahan tarif ini juga dilakukan mengingat tarif PPN di Indonesia terbilang rendah dibandingkan rata-rata global yang berkisar antara 11% hingga 30%. (ASP)