Sebelum Ajukan Keberatan, Kenali Dulu Prosedurnya
Satria Ramadhany dan Raysa Prima
|
Upaya hukum pertama yang dilakukan wajib pajak bila tidak setuju dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterima dari kantor pajak adalah dengan mengajukan keberatan. Namun, sebelum benar-benar mengajukan keberatan, Wajib Pajak sebaiknya memahami tata cara dan prosedurnya.
Ketentuan terkait pengajuan keberatan di atur di dalam Pasal 25 Undang-undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 202/PMK.03/2015 yang merupakn perubahan atas PMK No. 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan.
Dasar Pengajuan Keberatan
Berdasarkan beleid itu, keberatan hanya bisa diajukan atas dasar SKP Kurang Bayar (SKPKB), SKP Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), SKP Lebih Bayar (SKBLB), SKB Nihil (SKPN) dan pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga.
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
SKPKB merupakan dokumen yang diterbitkan oleh kantor pajak dan dikirimkan kepada WP karena adanya tidak atau kurang pajak yang timbul dari hasil pemeriksaan pajak.
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
SKPKBT diterbitkan oleh DJP apabila ditemukan data baru atas SKPKB, sehingga menyebabkan jumlah pajak terutang bertambah.
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
SKPLB merupakan surat ketetapan pajak yang mengungkapkan, bahwa jumlah pajak yang dibayarkan atau besarnya kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak terutang atau seharusnya terutang.
- Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
SKPN merupakan surat ketetapan pajak yang menyebut jumlah pajak yang dibayar atau kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang. Selain itu bisa juga terjadi karena tidak ada pajak terutang, tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga
Selain karena terbitnya SKP, permohonan keberatan bisa juga diajukan karena Wajib Pajak tidak setuju dengan pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga.
Pemohon Keberatan
Permohonan keberatan hanya bisa dijaujukan oleh pihak-pihak tertentu sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 32 ayat (3) UU KUP.
Bagi Wajib Pajak Badan, permohonan keberatan bisa diajukan oleh pengurus badan hukum tersebut. Kemudian untuk Wajib Pajak Orang pribadi hanya bisa dilakukan oleh WP yang bersangkutan.
Kemudian terkait keberatan yang diajukan karena tidak setuju atas pemotongan atau pemungutan pajak pihak ketiga, hanya bisa dilakukan oleh Wajib Pajak yang memang pajaknya dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga.
Namun demikian, bisa saja pihak-pihak tersebut menunjuk seorang kuasa yang akan bertindak atas nama mereka untuk mengajukan permohonan keberatan.
Syarat Pengajuan Keberatan
Saat akan mengajukan keberatan, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan Wajib Pajak. Berikut diantaranya:
- Satu keberatan untuk satu jenis dan tahun/masa pajak
- Ditulis dalam Bahasa Indonesia
- Mencantumkan alasan keberatan dengan jelas
- Satu Keberatan untuk satu ketetapan, pemotongan atau pemungutan pajak
- Melunasi pajak yang harus dibayar. Minimal, sebesar hasil kesepakatan Wajib Pajak dengan Kantor pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan (sebelum Surat Keberatan disampaikan);
- Tidak sedang mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, mengurangkan atau membatalkan SKP, mengurangkan atau membatalkan surat tagihan pajak, atau membatalkan hasil pemeriksaan pajak. Sebagaimana di atur di Pasal 36 UU KUP.
Prosedur Pengajuan Keberatan
Setelah semua syarat terpenuhi Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan keberatan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) baik secara langsung ataupun melalui pos, ekspedisi, atau melalui aplikasi e-filing yang terdapat di laman www.pajak.go.id.
Adapun permohonan pengajuan keberatan dapat dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak SKP diterima atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga. (ASP)