Realisasi Pajak per April 2024: Kontraksi Melebar jadi 9,2%
JAKARTA. Realisasi penerimaan pajak dalam rentang Januari-April 2024 masih mengalami kontraksi, bahkan semakin melebar. Dengan jumlah pajak yang terkumpul sebesar Rp 624,19 triliun, mengalami kontraksi sebesar 9,2% secara tahunan atau dibandingkan realisasi periode yang sama tahun 2023.
Angka pertumbuhan minus ini, lebih besar dari yang terjadi di bulan Januari hingga Mei 2024. Sebagai informasi pada bulan Januari penerimaan pajak tumbuh negatif 8%, Februari minus 3,3% dan Maret sebesar 8,8%.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani kinerja penerimaan pajak sepanjang Januari-April 2024 dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, turunnya harga komoditas yang berdampak pada kinerja keuangan korporasi.
Kinerja Korporasi
Dengan tekanan yang dialami korporasi tersebut akibatnya kemampuan mereka untuk membayar Pajak juga terpengaruh. Hal ini terlihat dari realisasi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) badan yang tumbuh minus 35,5%. Padahal, PPh Badan memberi kontribusi hingga 22,1% terhadap total penerimaan pajak.
"Dengan harga komoditas turun terjadi penurunan profit, sehingga kewajiban mereka mengalami penurunan," ujar Sri Mulyani, saat menyampaikan paparan kinerja APBN Periode Mei 2024, Senin (28/5).
Faktor Restitusi
Kedua, penurunan penerimaan pajak juga akibat dari tingginya restitusi yang diberikan. Terutama, untuk penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri. Hal itu terkonfirmasi dari perbandingan antara pertumbuhan neto dengan pertumbuhan bruto penerimaan pajak.
Secara neto penerimaan PPN dalam negeri April 2024 tumbuh minus 13,9%. Sementara secara bruto, penerimaan PPN dalam negeri tercatat masih tumbuh positif 9,2%.
Sementara itu, jenis pajak lainnya mencatatkan pertumbuhan positif, seperti PPh Pasal 21 yang secara neto tumbuh 41,4%, lebih tinggi dari pertumbuhan periode yang sama tahun lalu.
Hal ini dipengaruhi oleh resiliensi serapan tenaga kerja, membaiknya level penghasilan karyawan dan meningkatnya pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR).
Dampak Kenaikan Suku Bunga
Kemudian PPh Pasal 22 impor tercatat naik 2,8%. Penerimaan PPh Orang Pribadi juga meningkat 10,5%. PPh Pasal 26 juga meningkat sebesar 15,8% karena kenaikan pembayaran ke luar negeri. "Terutama pembayaran dividen, bunga dan imbal jasa," kata Sri Mulyani.
Di samping itu penerimaan PPh final juga naik 15,1%, terutama karena didorong PPh bunga deposito, tabungan dan jasa konsultasi. Hal ini juga didorong oleh kenaikan suku bunga acuan. (ASP)