Proyeksi Realisasi PPN dan PPnBM Di Bawah Target, Daya Beli Sumber Masalah
JAKARTA. Pemerintah perkirakan penerimaan pajak tahun 2022 akan terealisasi sebesar Rp 1.608,1 triliun. Outlook ini lebih tinggi dari target yang dipatok di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 sebesar Rp 1.264,9 triliun dan APBN Perubahan 2022 yang sebesar Rp 1.484,9 triliun.
Namun demikian, tidak semua jenis pajak realisasinya diperkirakan di atas target. Sebab, untuk outlook penerimaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) malah ditetapkan lebih rendah yaitu hanya sebesar Rp 599 triliun, turun 6,2% dari target di APBN-P 2022 yang dipatok Rp 639 triliun.
Mengutip Bisnis.com, penetapan outlook PPN dan PPnBM ini dikarenakan adanya potensi penurunan daya beli masyarakat, sebagaimana diungkapkan Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute Wahyu Nuryanto.
Wahyu mengatakan, penyebab utama penurunan daya beli itu karena kenaikan harga komoditas memicu inflasi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. "Kenaikan harga akan terasa langsung pada penerimaan PPN dibandingkan penerimaan pajak lainnya," ujar Wahyu.
Ia beralasan, PPN dan PPnBM merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa, sehingga sangat rentan dengan perubahan pola konsumsi masyarakat.
Dalam Laporan Realisasi APBN 2022 Semester I, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi lebih rendah menjadi 3,5%-4,5%, lebih rendah dari target yang ditetapkan yaitu sebesar 5,2%. Sementara laju inflasi diproyeksikan akan lebih tinggi menjadi antara 3,5%-4,5%.
Menurut Wahyu, kenaikan harga seharusnya bisa memperbesar dasar pengenaan PPN atas penyerahan barang dan jasa. Namun, di sisi lain, jika kenaikan harga menyebabkan orang malas belanja akan berdampak negatif terhadap kinerja PPN dan PPnBM.
Menurutnya, hampir setiap penurunan konsumsi rumah tangga akan diikuti dengan penurunan penerimaan PPN dan PPnBM di tahun tersebut. Begitu pun ketika nilai PDB atas konsumsi rumah tangga meningkat.
Dia menilai kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen memang akan menambah penerimaan, tetapi sepertinya tekanan yang diberikan dari kemungkinan melemahnya daya beli masyarakat akan jauh lebih besar. (ASP)