Perkembangan PMK Natura, Dirjen Pajak Utamakan Asas Kepantasan
JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyebut aturan turunan Undang-undang (UU) tentang Harminisasi Peraturan Perpajakan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 terkait pajak natura atau kenikmatan, masih dalam tahap penyusunan.
Untuk itu, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo meminta wajib pajak untuk menunggu beleid tersebut hingga rampung disusun dan dirilis ke publik. "Mohon ditunggu," ujarnya, Jumat (24/2) saat keterangan pers perkembangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2023.
Suryo memastikan, rancangan PMK mengenai natura atau kenikmatan yang tengah disusunnya itu akan mengedepankan asas kepantasan. Terutama terkait penetapan natura atau kenikmatan sebagai objek paja dan bukan objek pajak. Sehingga batasannya bisa lebih jelas.
Dengan demikian, diharapkan ketentuan mengenai natura/kenikmatan tersebut bisa memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum bagi wajib pajak.
Sebagai informasi, pemerintah menerbitkan PP Nomor 55 tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, yang berlaku efektif sejak diundangkan pada 20 Desember 2022.
Baca Juga: Ketentuan Pajak Natura, Kado Akhir Tahun atau Beban Tahun Baru?
Definisi Natura atau Kenikamatan
Ada dua definisi imbalan yang diatur dalam PP Nomor 55 tahun 2022. Pertama, imbalan dalam bentuk natura adalah imbalan dalam bentuk barang selain uang. Dalam hal ini yang dimaksud uang meliputi pula cek, saldo tabungan, uang elektronik, atau saldo dompet digital.
Kedua, imbalan dalam bentuk kenikmatan adalah imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan.
Fasilitas dan/atau pelayanan yang diberikan pemberi kepada penerima dapat bersumber dari aktiva pemberi atau aktiva pihak ketiga yang disewa dan/atau dibiayai pemberi.
Baca Juga: Aturan Baru Terbit, Simak Daftar Natura Bebas Pajak Penghasilan Berikut
Menunggu Kepastian
Walaupun PP No. 55 tahun 2022 telah menjelaskan beberapa hal terkait tata cara penilaian natura/kenikmatan sebagai obyek pajak, namun masih diperlukan penjelasan yang lebih detail agar tidak membingungkan Wajib Pajak, baik pemberi kerja maupun karyawan.
Misalnya terkait natura/kenikmatan di daerah tertentu, yang kategorisasi dan definisinya terlalu luas dan masih meninggalkan tanda tanya.
PP No. 55 Tahun 2022 menjelaskan “daerah tertentu” yang dimaksud adalah wilayah yang secara ekonomis mempunyai potensi layak dikembangkan, tetapi secara umum prasarana kurang memadai dan sulit dijangkau transportasi umum, baik melalui darat, laut, maupun udara.
Salah satunya adalah natura yang diberikan perusahaan kepada karyawan yang mendapatkan penugasan tertentu, sepanjang lokasi usaha pemberi kerja mendapatkan penetapan daerah tertentu dari Direktur Jenderal Pajak.
Catatan di akhir kalimat tersebut dapat diartikan bahwa perusahaan yang tinggal di daerah terpencil yang tidak memiliki surat ketetapan “daerah tertentu” dari DJP, tidak dapat memanfaatkan fasilitas bebas PPh. (ASP)