Perhatikan Hal Ini Sebelum Ajukan Banding Perkara Pajak
Wajib Pajak memiliki hak untuk tidak setuju dengan setiap ketetapan yang dikeluarkan DJP yang dianggap tidak sesuai. Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah dengan mengajukan keberatan.
Namun, ketika keberatan yang diajukan atas surat ketetapan pajak tersebut berakhir dengan penolakan, masih ada upaya hukum lanjutan yang bisa ditempuh Wajib Pajak, yaitu dengan mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.
Sebagai informasi, Pengadilan Pajak merupakan badan peradilan yang khusus memeriksa perkara sengketa di bidang perpajakan dan berada di bawah pengawasan Mahkamah Agung.
Permohonan banding dapat diajukan Wajib Pajak maksimal tiga bulan sejak Surat Keputusan Keberatan yang menjadi dasar sengketa diterima oleh Wajib Pajak.
Sebetulnya permohonan banding tidak hanya berlaku atas ketetapan pajak saja, tetapi bisa juga dilakukan atas keputusan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)
Baca Juga: Tak Setuju Penetapan Kurang Bayar, Wajib Pajak Bisa Ajukan Keberatan
Berbeda dengan perkara pajak, permohonan banding atas putusan perkara di bidang bea dan cukai itu bisa diajukan maksimal 60 hari sejak tanggal keputusan diterbitkan.
Tetapi perlu diingat, banding merupakan upaya hukum dalam yang juga memiliki konsekuensi yang harus diperhatikan, baik ketika permohonan diterima apalagi ketika ditolak.
Merujuk Surat Edaran Ketua Pengadilan Pajak Nomor SE-08/PP/2017 tentang kelengkapan administrasi banding atau gugatan dan Undang-undang (UU) Nomor 14 Tahun 2022 tentang pengadilan pajak, berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan Wajib Pajak sebelum benar-benar mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.
Satu permohonan untuk satu putusan keberatan
Setiap permohonan banding hanya dapat diajukan untuk satu surat keputusan keberatan pajak atau kepabeanan.
Membayar pajak terutang
Permohonan banding juga baru akan diproses oleh Pengadilan Pajak jika Wajib Pajak membayar 50% dari pajak terutang.
Lengkapi persyaratan administrasi
Surat banding yang akan diajukan ke Pengadilan Pajak harus lengkap secara administrasi. Beberapa kelengkapan yang harus dipenuhi diantaranya:
- Hardcopy surat banding yang terdiri dari dua rangkap (satu rangkap surat asli dan satu rangkap fotocopy)
- Surat banding juga harus dilampiri dengan fotocopy atau salinan keputusan keberatan yang menjadi dasar sengketa.
- Untuk permohonan banding perkara pajak harus dilampiri Surat Keberatan, Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Setoran Pajak (SSP) jika ada setoran pajak. Sementara untuk perkara banding terkait bea dan cukai, harus dilampiri Surat Keberatan, Surat Penetapan Tarif atau Nilai Pabean (SPTNP), Surat Penetapan Pabean (SPP), Surat Penetapan Perhitungan Bea Keluar (SPPBK), Pemberitahuan Impor Barang (PIB), dan/atau Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)
- Melampirkan bukti pembayaran 50% pajak terutang
- Dilengkapi dengan dokumen pendukung lain seperti fotokopi akta pendirian perusahaan dan perubahannya (untuk Wajib Pajak badan), surat kuasa khusus, kartu kuasa hukum dan pakta integritas jika permohonan ditandatangani oleh kuasa khusus.
Seluruh dokumen-dokumen tersebut disampaikan ke Pengadilan Pajak berbentuk softcopy dalam satu CD atau Flash Drive dan menggunakan format Portable Document Format (PDF). Kecuali, untuk surat banding selain dalam bentuk PDF juga harus tersedia dalam format Microsoft Word (DOC).
Selain itu, setiap surat banding harus dilengkapi dengan daftar isian surat banding.
Sampaikan permohonan banding dengan benar
Setelah semua persyaratan administrasi terpenuhi, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding dengan mengirimkan surat banding secara tertulis dalam bahasa Indonesia ke Pengadilan Pajak.
Permohonan tersebut bisa disampaikan melalui ekspedisi, pos atau diantar langsung dan disampaikan melalui loket penerimaan surat Pengadilan Pajak, dengan memperhatikan batas waktu penyampaian banding.
Memahami proses sidang banding
Setelah surat banding diserahkan, Pengadilan Pajak selanjutnya akan meminta DJP sebagai pihak terbanding untuk menyampaikan surat uraian banding, yang berisi jawaban atas argumen atau alasan Wajib Pajak melakukan banding.
Permintaan surat uraian banding tersebut wajib harus dikirimkan Pengadilan Pajak kepada DJP maksimal 14 hari sejak surat permohonan banding atau dokumen susulan diterima.
Baca Juga: Banyak Asas Pajak di Dunia, Indonesia Adopsi yang Mana?
Setelah itu, DJP harus menyerahkan surat uraian banding maksimal tiga bulan sejak pengadilan mengirimkan permintaan. Kemudian, uraian banding tersebut akan dikirimkan pengadilan kepada Wajib Pajak pemohon banding maksimal 14 hari sejak uraian banding diterima.
Jika telah menerima salinan uraian banding, Wajib Pajak pemohon banding dapat menyerahkan surat bantahan kepada Pengadilan Pajak maksimal 30 hari setelah salinan uraian banding diterima.
Selanjutnya, Pengadilan Pajak akan mengirimkan salinan surat bantahan dari Wajib Pajak pemohon banding kepada DJP, dalam waktu maksimal 14 hari sejak bantahan diterima.
Namun, meskipun DJP tidak menyampaikan surat uraian atau Wajib Pajak pemohon banding tidak memberikan bantahan, Majelis Hakim Pengadilan Pajak tetap dapat menggelar sidang, memeriksa hingga memutus sengketa tersebut.
Adapun Majelis Hakim Pengadilan Pajak sudah mulai bersidang maksimal enam bulan sejak surat banding diterima.
Sanksi jika banding ditolak
Prosedur dan pemenuhan syarat administrasi yang diuraikan di atas sama pentignya dengan substansi materi banding, dalam menentukan hasil akhirnya atau keputusan apa yang akan ditetapkan majelis hakim. Jadi harus diikuti dan dicermati dengan benar.
Sehingga kalau sebelum mengajukan banding semua aspek tersebut harus benar-benar diperhatikan. Sebab, ada konsekuensi menanti jika pengadilan menyatakan permohonan banding kita ditolak.
Merujuk Pasal 27 ayat 5d Undang-undang (UU) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), jika permohonan banding ditolak maka Wajib Pajak akan dijatuhi sanksi administrasi berupa denda sebesar 60% dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
Untuk memastikan syarat adminsitrasi, prosedur banding dapat dipenuhi, serta argumentasi banding sesuai dan benar Wajib Pajak bisa mengkonsultasikannya dengan profesional yang berpengalaman. (ASP)