Pemerintah Ubah Skema RUU KUP Jadi Omnibus Law, Ini Alasannya.
JAKARTA. Revisi Undang-Undang (RUU) tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan (KUP) akan menggunakan konsep omnibus law atau undang-undang sapu jagat. Mengingat beberapa manteri yang akan diatur, terkait dengan substansi yang diatur di dalam UU lain.
Beberapa diantaranya adalah UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta UU Nomor 28 tahun 2007 tentang KUP.
Sebelumnya, pemerintah telah mengeluarkan dua UU Omnibus Law yang terkait dengan pajak. Pertama, UU Nomor 2 tahun 2020 tentang pengesahan Perppu Nomor 1 tahun 2020 serta UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Baca Juga: Tax Amnesty, Obral Ampunan yang Kebablasan dan Mengkhianati Kepatuhan
Tidak Secara Langsung
Meski demikian, pemerintah tidak secara langsung menggunakan konsep omnibus law dalam merevisi ketentuan-ketentuan tersebut. Melainkan dengan merevisi ketentuan yang sudah ada, untuk memasukan substansi yang di atur di dalam UU lain.
Mengutip Bisnis.com, ada beberapa alasan mengapa pemerintah tidak secara langsung menyusun RUU KUP dengan konsep omnibus law:
1. Waktu yang terbatas saat merumuskan RUU KUP
2. Menghindari polemik di masyarakat, seperti ketika penyusunan UU Cipta Kerja
Selain itu, hingga kini pihak legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hingga kini masih menunggu penjelasan mengenai penggunaan konsep omnibus law dalam RUU KUP.
Baca Juga: Revisi UU Pajak: Tax Amnesty, Pajak Minimum Korporasi, dan PPN Naik
Pengertian Omnibus Law
Mengutip hukumonline.com omnibus law merupakan skema penyusunan UU yang biasanya berlaku di negara yang menerapkan sistem hukum common law. Namun, mulai tahun 2020 Indonesia menerapkan konsep tersebut ketika merevisi sejumlah UU.
Hanya saja, omnibus law dinilai bukan sekadar aturan yang terkait beberapa aturan yang berbeda. Lebih dari itu, menurut Ahmed Redi (2020), ada beberapa ciri sebuah UU disebut omnibus law.
Beberapa diantaranya meliputi, aturan yang dibuat biasanya terkait dengan sektor yang berbeda atau multi sektor, terdapat banyak pasal, terdiri dari banyak peraturan UU yang dikumpulkan, aturan dibuat berdiri sendiri atau tidak terikat dengan UU lain.
Jika mengacu kepada ciri yang diungkapkan Ahmad Redi tersebut, apakah RUU KUP memenuhi syarat untuk menjadi omnibus law? (asp)