Pajak Karbon Ternyata Bukan Solusi Pemerintah Atasi Polusi Jakarta
JAKARTA. Pemerintah tidak menjadikan kebijakan pajak karbon sebagai solusi yang dipilih untuk mengatasi pencemaran udara Jakarta.
Sebab, pemerintah tetap akan memberlakukan pajak karbon mulai tahun 2025, untuk mengantisipasi pemberlakuan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM), yang akan oleh negara Eropa.
Mengutip kontan.co.id, permasalahan polusi udara Jakarta akan ditangani dengan cara lain. Misalnya, penggunaan teknologi yang lebih ramah lingkungan pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Mengingat, PLTU dianggap sebagai salah satu faktor yang berkontribusi pada pencemaran udara di Jakarta.
Baca Juga: Implementasi Pajak Karbon Masih Tunggu Momentum
Selain penggunaan teknologi, pemerintah juga akan mengurangi penggunaan PLTU yang sudah beroperasi puluhan tahun, secara bertahap atau phasing down.
Pemerintah juga beralasan, penerapan pajak karbon tidak bisa dilakukan tahun ini, karena harus ada mekanisme insentif dan disinsentif yang disiapkan. Meskipun, perdagangan karbon melalui bursa karbon akan dimulai pada September 2023.
Sebagai informasi, pengenaan pajak karbon diatur di dalam Undang-undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Pada beleid tersebut pemerintah telah menetapkan tarif pajak karbon lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon.
Adapun tarif paling rendah Rp30,00 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).
Rencananya, pengenaan pajak karbon akan dilakukan dalam beberapa tahap. Untuk tahap pertama, kebijakan ini akan dikenakan terhadap pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Kemudian akan diperluas pada tahun 2025.
PLTU dianggap lebih mudah terkontrol sehingga kebijakan ini akan lebih mudah untuk dilaksanakan. Selain itu, penerapan pajak karbon pada PLTU akan menjadi acuan dalam menentukan ketika akan dilakukan perluasan. (ASP)