OECD Ingatkan Risiko Pemberian Tax Holiday Saat Pajak Minimum Berlaku
JAKARTA. The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) meminta negara-negara selektif dalam memberikan insentif pajak, terutama fasilitas pembebasan pajak atau tax holiday.
Mengingat negara-negara OECD dan G-20 saat ini tengah merampungkan ketentuan mengenai tarif pajak minimum yang akan berlaku secara global, yang tertuang di dalam Pilar Dua Ketentuan Pajak Global.
Pemberian tax holiday dinilai akan membuat setiap negara yang memberikan insentif pajak seperti tax holiday mengalami kerugian.
Ketentuan Pilar Dua
Pasalnya, di dalam Pilar Dua berlaku ketentuan Global Anti-Base Erosion (GloBE) yang mensyaratkan penerapan pajak penghasilan (PPh) korporasi dengan tarif minimum sebesar 15%.
Baca Juga: Menguji Kesiapan Indonesia Mengadopsi 2 Pilar Arsitektur Pajak Global
Pajak minimal tersebut menyasar semua perusahaan multinasional dengan peredaran usaha lebih dari 750 juta Euro setahun.
Pilar Dua juga mensyaratkan semua yurisdiksi yang tarif PPh badan atas bunga, royalti, dan pembayaran lain kurang dari 9%, mengikuti peraturan pajak (Subject to Tax Rule).
Di dalam laporannya yang berjudul Tax Incentives and the Global Minimum Corporate Tax, OECD menyebut pemberian tax holiday kepada perusahaan Multinasional yang termasuk dalam ketentuan Pilar Dua akan merugikan yurisdiksi tersebut.
Baca Juga: Transfer Pricing & Nasib Konsensus Pajak Global di Tengah Konflik Geopolitik
Ada dua kerugian yang akan dialami. Pertama, negara atau yurisdiksi tersebut tetap harus mengelola pemberian insentif yang tidak bermanfaat. Kedua, negara tersebut akan kehilangan potensi penerimaan pajak, sementara negara lain akan mendapatkan manfaat pajak dari pengenaan Top-up.
Susun Ulang Kebijakan Insentif
Oleh karena itu, OECD menyarankan kepada negara-negara untuk mengevaluasi kembali kebijakan insentif pajak yang telah dan akan diberikan.
Dalam laporan yang dirilis pada 6 Oktober 2022, itu ada beberapa catatan yang bisa digunakan acuan setiap negara yang akan memberikan insentif pajak.
Pertama, pemberian insentif pajak dapat diberikan kepada perusahaan yang tidak tercakup dalam ketentuan GloBE. Kedua, pemberian insentif sebaiknya dilakukan dengan lingkup yang lebih kecil.
Baca Juga: MUC Consulting Tekankan Pentingnya Konsensus Pajak Digital
Ketiga, pemberian insentif dengan basis pengeluaran seperti gaji atau aset berwujud akan terdampak lebih kecil dibandingkan memakai basis pendapatan.
Keempat, insentif berupa pemulihan biaya aset berwujud juga tidak terlalu terpengaruh kebijakan GloBE. Kelima, pemberian insentif dalam bentuk perlakuan hibah tunai dan pajak yang dapat dikembalikan sebagai pendapatan juga cenderung tidak terpengaruh.
Meski dampaknya tidak terlalu besar, OECD tetap menyarankan setiap negara untuk hati-hati karena ada kemungkinan timbul dampak di sisi fiskal, khususnya bagi negara-negara berkembang. (ASP)