Kemenkeu Kerek Tarif Sanksi dan Bunga Pajak November 2022
JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) tetapkan tarif sanksi administrasi dan imbalan bunga pajak lebih tinggi di bulan November 2022. Hal itu dapat dilihat dari Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 56/KM.10/2022.
Beleid itu merupakan sebagai dasar hukum penetapan tarif bunga yang menjadi dasar penghitungan sanksi administrasi dan pemberian imbalan bunga pajak periode 1-30 November 2022.
Berdasarkan ketentuan itu, sanksi administrasi yang timbul atas dasar Pasal 19 ayat (1), Pasal 19 ayat (2) dan Pasal 19 ayat (3) UU KUP, dengan tarif sebesar 0,62%, lebih tinggi dari yang berlaku pada bulan Oktober yaitu 0,60% .
Kemudian tarif bunga terkait sanksi administrasi yang timbul atas dasar Pasal 8 ayat (2), Pasal 8 ayat (2a), Pasal 9 ayat (2a), Pasal 9 ayat (2b) dan Pasal 14 ayat (3) UU KUP ditetapkan sebesar 1,03% lebih tinggi dari bulan Oktober yang sebesar 1,01%.
Untuk tarif sanksi administrasi terkait Pasal 8 ayat (5) bulan November ditetapkan 1,45% naik dari bulan Oktober yang sebesar 1,43%.
Untuk tarif sanksi administrasi terkait ketentuan Pasal 13 ayat (2) dan pasal 13 ayat (2a) ditetapkan sebesar 1,87% naik dari bulan sebelumnya yang sebesar 1,85%.
Untuk tarif sanksi administrasi terkait ketentuan Pasal 13 ayat (3b) ditetapkan sebesar 2,28%, lebih tinggi dari bulan Oktober yang sebesar 2,26%.
Sementara itu, untuk tarif imbalan bunga atau terkait dengan Pasal 11 ayat (3), Pasal 17B ayat (3), Pasal 17B ayat (4), dan Pasal 27B ayat (4) ditetapkan 0,62%.
Simak perkembangan besaran tarif bunga sanksi administrasi dan imbalan bunga pajak sejak Januari-November 2022 berikut:
Keterangan:
- Pasal 19 ayat (1): Atas kurang bayar pajak berdasarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) kurang bayar, SKP kurang bayar pajak tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, serta Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali.
- Pasal 19 ayat (2): Atas kurang bayar pajak karena wajib pajak mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
- Pasal 19 ayat (3): Atas kurang bayar pajak yang diketahui saat wajib pajak menunda penyampaian SPT Tahunan.
- Pasal 8 ayat (2): Atas tambahan utang pajak yang disebabkan pembetulan SPT tahunan.
- Pasal 8 ayat (2a): Atas tambahan utang pajak yang disebabkan pembetulan SPT masa.
- Pasal 9 ayat (2a): Atas keterlambatan dalam menyetor pajak, atau setelah jatuh tempo.
- Pasal 9 ayat (2b): Atas keterlambatan pelunasan kurang bayar pajak, yang harus diselesaikan sebelum penyerahan SPT PPh.
- Pasal 14 ayat (3): Atas tidak atau kurang bayar PPh dalam tahun berjalan, akibat salah tulis atau salah hitung.
- Pasal 8 ayat (5): Atas kurang bayar pajak yang timbul karena pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT.
- Pasal 13 ayat (2): Atas pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan berdasarkan hasil pemeriksaan atau karena otoritas pajak secara jabatan menerbitkan NPWP dan mengukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
- Pasal 13 ayat (2a): Atas pelanggaran karena wajib pajak tidak menyerahkan atau mengekspor barang atau jasa kena pajak, serta mengkreditkan pajak masukan. (Pasal 13 ayat 2a)
- Pasal 17B ayat (3): Pemerintah terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran pajak (restitusi), yang seharusnya dilakukan maksimal 1 bulan.
- Pasal 17B ayat (3): Pemerintah terlambat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) lebih bayar, yang seharusnya dilakukan maksimal 12 bulan sejak permohonan lengkap.
- Pasal 17B ayat (4): Pemerintah terlambat menerbitkan SKP lebih bayar atas permohonan restitusi atau permohonan lainnya, karena proses pemeriksaan bukti permulaan tidak berlanjut atau keputusan pengadilan menyatakan bebas.
Penetapan besaran tarif sanksi administrasi dan imbalan bunga ini akan dilakukan penyesuaian setiap bulan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi yang terjadi. (ASP)