Ekspor Komoditas Mentah Akan Dikenakan Pajak Tinggi
JAKARTA. Pemerintah berencana mengenakan pajak yang lebih tinggi untuk ekspor komoditas mentah dari Indonesia. Namun demikian, pemerintah tidak mengungkapkan besaran pajak ekspor tambahan yang akan dikenakan.
Adapun rencana itu digulirkan untuk menekan ekspor komoditas mentah yang tidak memiliki nilai tambah dan mendorong program hilirisasi.
Pasalnya, sebagaimana mengutip Tempo.co, saat ini banyak perusahaan yang berinvestasi di Indonesia dengan tujuan untuk mengambil bahan baku untuk kepentingan mereka saja.
Baca Juga: Menaikkan Tarif PPN, Mengatasi Masalah (Bukan) Tanpa Masalah
Jika dibiarkan, hal ini dinilai akan merugikan perekonomian Indonesia. Oleh karenanya, melalui instrumen pajak negara diharapkan mendapatkan keuntungan lebih dari kegiatan ekspor komoditas mentah tersebut.
Terkait hal tersebut, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia akan membahasnya bersama dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Salah satu sektor industri yang tengah didorong untuk terjadi hilirisasi saat ini adalah produksi baterai mobil listrik, mengingat Indonesia adalah salah satu negara penghasil limonite (bijih nikel kadar rendah) dan saprolite (bijih nikel kadar tinggi).
Baca Juga: Menyoal Gugatan Uni Eropa Atas Pembatasan Ekspor Nikel Indonesia
Mengutip cnbcIndonesia.com, salah satu perusahaan yang sudah berkomitmen membangun ekosistem industri mobil listrik yang terintegrasi dengan tambang di Indonesia adalah LG Energy Solution (LGES).
Dalam menjalankan investasinya di Indonesia, perusahaan asal Korea tersebut akan menggandeng perusahaan dalam negeri PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC).
Tarif Bea Keluar Nikel Saat Ini
Ketentuan mengenai besaran tarif bea keluar komoditas nikel saat ini tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39/PMK.010/2022 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
Di dalam beleid tersebut pemerintah menetapkan besaran tarif bea keluar nikel dengan kadar <1,7% Ni yang termasuk ke dalam Pos tarif ex. 2604.00.00 adalah 10%.
Adapun besaran bea keluar yang harus dibayar eksportir dihitung dengan mengalikan tarif bea keluar dengan harga ekspor yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Dalam aturan tersebut pemerintah juga telah memberikan insentif bagi perusahaan yang telah membangun smelter atau pemurnian di Indonesia.
Besaran insentif atau pengurangan tarif bea keluar diberikan sesuai dengan tahap pembangunan smelter yang berlangsung. Ada tiga tahap yang ditetapkan pemerintah untuk membedakan besaran potongan pajak, yaitu:
- Tahap I, untuk pembangunan smelter yang tingkat kemajuan fisiknya mencapai 30% dari total pembangunan
- Tahap II, untuk pembangunan smelter yang tingkat kemajuan fisiknya di atas 30% hingga 50% dari total pembangunan
- Tahap III, untuk pembangunan smelter yang tingkat kemajuan fisiknya di atas 50% dari total pembangunan
Perusahaan yang telah mencapai Tahap I akan dikenakan bea keluar sebesar 5%, Tahap II hanya 2,5% dan Tahap III 0%. (asp)