DJP Pantau 9.496 Perusahaan Karena Lakukan Aggressive Tax Planing
JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak menyebut jumlah perusahaan yang melakukan aggressive tax planing, terus meningkat. Akibat dari praktik perencanaan pajak secara agresif penerimaan negara terus tergerus dan beban fiskal semakin meningkat.
Mengutip Bisnis Indonesia, edisi Jumat (9/7), direktorat Jenderal Pajak mengaku tengah memantau 9.496 perusahaan yang diduga melakukan kegiatan aggressive tax planing selama tahun 2015-2019.
Aggressive tax planing merupakan upaya yang biasa dilakukan perusahaan untuk mengurangi beban pajaknya, dengan berbagai modus. Hal ini dilakukan, lantaran adanya celah hukum yang dimanfaatkan wajib pajak.
Beberapa diantaranya dengan menurunkan besaran laba kena pajak, baik dengan cara tax avoidance yang bersifat legal maupun tax evasion atau melanggar aturan.
Salah satu indikator sebuah perusahaan melakukan aggressive tax planing adalah selalu tercatat mengalami kerugian dalam beberapa tahun.
Data DJP menyebut dalam periode 2012-2016 jumlah perusahaan yang selalu mencatatkan rugi fiskal mencapai 5.199 perusahaan.
Tarif Pajak Minimum Alternatif
Salah satu langkah yang disiapkan pemerintah untuk membendung aggressive tax planing adalah dengan menerapkan Alternative Minimum Tax (AMT) atau Pajak Penghasilan (PPh) minimum.
Besaran tarif AMT yang rencananya akan ditetapkan sebesar 1% dari nilai peredaran bruto atau omzet perusahaan. Sementara menurut catatan DJP, nilai omzet perusahaan yang diduga melakukan tax planing mencapai Rp 830 triliun.
Tujuan diberlakukannya AMT adalah agar meskipun mengalami kerugian, perusahaan tetap dapat memberikan kontribusi terhadap penerimaan negara. (asp)