Cara Menghitung Harta Bersih Dalam Program Pengungkapan Sukarela
Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau tax amnesty jilid II sudah berjalan lebih dari 40 hari, sejak digulirkan pada 1 Januari 2022. Hingga hari ke 44 pelaksanaannya, jumlah harta bersih yang telah diungkapkan senilai Rp 86,71 triliun yang berasal dari 44.177 wajib pajak.
PPS merupakan fasilitas yang disediakan pemerintah bagi wajib pajak yang memiliki harta tetapi belum dilaporkan di dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh).
Program tersebut terbagi ke dalam kebijakan I yang diperuntukan peserta tax amnesty 2015-2016 dan kebijakan II bagi wajib pajak orang pribadi yang memiliki harta perolehan 2017-2020 dan belum dilaporkan SPT Tahunan PPh.
Dengan mengikuti PPS, wajib pajak tidak akan dikenai sanksi administrasi atas pengungkapan harta tersebut. Wajib pajak hanya diharuskan membayar PPh final dengan tarif dikalikan nilai harta bersih sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP), sesuai kebijakan PPS yang diikuti.
Kebijakan I:
- 11% untuk deklarasi Luar Negeri;
- 8% untuk aset Luar Negeri repatriasi dan aset Dalam Negeri;
- 6% untuk aset Luar Negeri repatriasi dan aset Dalam Negeri, yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN)/kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (hilirisasi)/sektor energi terbarukan (renewable energy) di Wilayah NKRI.
Kebijakan II:
- 18% untuk deklarasi Luar Negeri;
- 14% untuk aset Luar Negeri repatriasi dan aset Dalam Negeri;
- 12% untuk aset Luar Negeri repatriasi dan aset Dalam Negeri, yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN)/kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (hilirisasi)/sektor energi terbarukan (renewable energy) di Wilayah NKRI.
Adapun yang dimaksud dengan harta bersih adalah nilai harta dikurangi dengan nilai utang yang timbul terkait perolehan harta tersebut. Lalu bagaimana jika wajib pajak tidak memiliki catatan utang atas harta yang akan diungkapkan?
Bagi wajib pajak yang mengikuti PPS kebijakan I, maka besaran nilai utang yang dapat dikurangkan terhadap nilai harta adalah sebesar 50% dari nilai harta untuk wajib pajak orang pribadi dan bagi wajib pajak badan sebesar 75% dari nilai harta.
Bagi wajib pajak yang mengikuti Kebijakan II, tidak ada batasan nilai utang yang dapat dikurangkan dari nilai harta. Pemerintah hanya menyebut semua pokok utang terkait dengan perolehan harta dapat dikurangkan dari nilai harta.
Sementara itu, nilai harta yang digunakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak untuk setiap jenis harta diantaranya meliputi:
- Nilai nominal untuk kas/setara kas
- Nilai yang ditetapkan pemerintah meliputi NJOP untuk tanah/bangunan dan NJKB untuk kendaraan
- Nilai yang dipublikasi ANTAM untuk emas dan perak
- Nilai yang dipublikasi BEI untuk saham dan waran yang diperjualbelikan di BEI
- Nilai yang dipublikasi PT Penilai Harga Efek untuk SBN, efek utang, dan/atau Sukuk yang diterbitkan perusahaan.
Dalam melakukan penilaian atas harta-harta tersebut wajib pajak dapat menggunakan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Namun jika terkendala menggunakan KJPP, wajib pajak dapat memakai pedoman nilai harta. (asp)