10 Poin Penting Aturan Baru PPN
Pemerintah menerbitkan aturan baru terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2022 yang sekaligus mencabut PP Nomor 1 Tahun 2012. Ada 10 poin penting perubahan ketentuan PPN dan PPnBM dalam peraturan pelaksana Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tersebut.
Secara substansi, di dalam beleid yang berlaku pada 2 Desember 2022 ini terdapat beberapa ketentuan baru, serta beberapa penyempurnaan dari aturan lama. Seperti ketentuan penunjukan pihak lain sebagai pemungut PPN, ketentuan PPN untuk barang dipakai sendiri, penyerahan barang agunan, dan lain-lain.
Meski demikian, masih ada sejumlah substansi yang dipertahankan atau tetap sama dengan ketentuan sebelumnya. Seperti tentang pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), penetapan dasar pengenaan PPN atau PPnBM, ketentuan pengisian faktur pajak, dan lain-lain.
Baca juga: Daftar Lengkap Barang & Jasa Bebas PPN, Bea Masuk, dan PPnBM
Berikut ini beberapa ketentuan yang baru diatur di dalam beleid teranyar:
Pertama, penunjukan pihak lain untuk memungut, menyetor dan melaporkan PPN dan/atau PPnBM. Pihak lain yang dimaksud meliputi pedagang, penyedia jasa dan/atau penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
Ketentuan PPN Barang Dipakai Sendiri
Kedua, pengenaan PPN atau PPnBM atas barang kena pajak yang dipakai sendiri, kini tidak lagi ada perbedaan antara barang produktif atau konsumtif.
Maksudnya, baik pemakaian sendiri untuk tujuan produksi ataupun bukan produksi tetap terutang PPN atau PPnBM. Hal tersebut sebagaimana yang tertuang di dalam Pasal 6 ayat (3):
"Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pemakaian atau pemanfaatan untuk kepentingan Pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawan, baik produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri."
Padahal di dalam aturan sebelumnya, pemakaian sendiri barang kena pajak untuk kegiatan produktif tidak terutang pajak atau mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN.
Sementara masih di Pasal yang sama, pemerintah juga menegaskan ketentuan PPN atas pemberian cuma-cuma dianggap sebagai penyerahan barang dan/atau jasa kena pajak dan dikenakan PPN .
Penyerahan Agunan Terutang PPN
Ketiga, penyerahan agunan oleh kreditur kepada pembeli kini ditetapkan sebagai barang kena pajak dan harus dikenai PPN atau PPnBM. Ketentuan itu diatur di dalam Pasal 10, yang secara rinci menyebut beberapa jenis agunan yang penyerahannya dikenai PPN yaitu:
- hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah
- jaminan fidusia
- hipotek
- gadai atau pembebanan sejenis lainnya.
Transaksi Sukuk Bebas PPN
Keempat, di dalam Pasal 12 aturan baru, pemerintah kini menetapkan penyerahan barang melalui skema transaksi pembiayaan syariah tidak dikenai PPN, sepanjang barang kena pajak tersebut dikembalikan kepada pihak yang menyerahkannya.
Adapun yang dimaksud penyerahan barang kena pajak dalam skema transaksi syariah adalah yang terkait dengan penerbitan sukuk dan perdagangan di pasar komoditas syariah.
PPN Besaran Tertentu
Kelima, melalui beleid terbaru pemerintah juga mengatur terkait pemungutan dan penyetoran PPN atau PPnBM menggunakan besaran tertentu, untuk pelaku usaha yang memiliki jumlah peredaran usaha dalam satu tahun di bawah nilai tertentu, melakukan kegiatan usaha tertentu dan/atau melakukan penyerahan barang atau jasa kena pajak tertentu.
Ketentuan yang diatur di dalam Pasal 15 tersebut menyebut, besaran tertentu yang dimaksud yaitu hasil perkalian antara tarif dengan formula tertentu yang kemudian dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa harga jual, penggantian atau nilai tertentu.
Ketentuan baru lainnya adalah terkait penggunaan dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak yang diatur di dalam Pasal 28, 29 dan 30.
Penyempurnaan
Selain menambahkan substansi baru, PP 44 tahun 2022 juga menyempurnakan sejumlah substansi yang sebelumnya di atur di PP 1 Tahun 2012. Berikut ini beberapa substansi yang mengalami penyempurnaan.
Pertama, pembeli atau penerima jasa yang bertanggung jawab secara renteng, kini bisa melaksanakan kewajibannya dengan cara membuat surat setoran pajak (SSP) atau secara self assesment, di samping bisa juga melalui penerbitan surat ketetapan pajak (SKP). Sementara pada beleid sebelumnya, hanya dapat ditagih dengan penerbitan SKP.
Ketentuan PPN Barang Lelang
Kedua, pemerintah juga mempertegas ketentuan PPN pada kegiatan lelang. Dalam Pasal 9 beleid yang baru disebutkan, penyerahan barang kena pajak melalui penyelenggara lelang tetap dikenai PPN.
Namun, barang tersebut dianggap tidak jelas pemiliknya, sehingga perlu dibuat aturan yang lebih teknis.
Sementara di dalam aturan lama, barang yang diserahkan melalui juru lelang masih harus dikenai PPN dan faktur pajak harus dikeluarkan oleh pemilik barang. Jika tidak, maka faktur pajak dibuat sendiri oleh penerima barang dengan melalui SSP.
Formula Penghitungan PPN
Ketiga, pemerintah juga menyesuaikan formula penghitungan PPN atau PPnBM terutang yang sudah menjadi bagian dari harga atau nilai pembayaran.
Jika di dalam aturan sebelumnya penetapan PPN atau PPnBM terutangnya menggunakan formula;
10/1110 X harga atau pembayaran
maka dalam ketentuan baru, tepatnya pada Pasal 17 ayat (1), formula yang dipakai adalah:
T/ (100% + T) X harga atau pembayaran, dengan T merupakan symbol dari besaran tarif PPN yang berlaku.
PPN Karena Pemeriksaan
Keempat, dalam beleid yang baru pemerintah menegaskan bahwa dasar pengenaan PPN yang timbul akibat pemeriksaan mengacu pada hasil pemeriksaan.
Penggunaan Kurs Pajak
Kelima, pemerintah juga menyempurnakan ketentuan terkait penggunaan kurs pajak yang dipakai untuk menghitung PPN atau PPnBM terutang atas transaksi dalam mata uang selain rupiah.
Seperti halnya yang diatur di dalam ketentuan lama, bahwa penghitungan PPN atau PPnBM terutang harus menggunakan mata uang rupiah. Jika, menggunakan mata uang lain, maka harus dikonversi ke dalam rupiah menggunakan kurs pajak.
Di dalam ketentuan baru pemerintah mempertegasnya. Bahwa kurs pajak yang digunakan harus mengacu pada saat faktur pajak atau dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak seharusnya dibuat.
Memberikan Kepastian Hukum
Dalam penjelasannya, pemerintah mengaku perubahan ketentuan ini dilakukan untuk memberikan kepastian hukum, penyederhanaan administrasi, memberikan kemudahan dan keadilan di bidang PPN dan PPnBM, kepada wajib pajak. (ASP/SYF)
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2022