Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.07/2022

Tue, 27 December 2022

Pengelolaan Insentif Fiskal

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 208/PMK.07/2022

TENTANG

PENGELOLAAN INSENTIF FISKAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 135 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, pemerintah pusat dapat memberikan insentif fiskal kepada daerah otonom atas pencapaian kinerja berdasarkan kriteria tertentu;
  2. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2022 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023, ketentuan lebih lanjut mengenai insentif fiskal diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan;
  3. bahwa untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas pengelolaan insentif fiskal, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai pengelolaan insentif fiskal; 
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Insentif Fiskal;


Mengingat :

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6757);
  4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2022 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 208, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6827);
  5. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  6. Peraturan Presiden Nomor 130 Tahun 2022 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2023 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 215);
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.02/2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, dan Penetapan Alokasi Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1775) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.02/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.02/2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Penelaahan, dan Penetapan Alokasi Anggaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 808);
  8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 954);


MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN INSENTIF FISKAL.


BAB I

KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  3. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provinsi atau bupati bagi daerah kabupaten atau wali kota bagi daerah kota.?
  4. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  5. Daerah Tertinggal adalah Daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan Daerah lain dalam skala nasional.
  6. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
  7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan peraturan Daerah.
  8. Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada Daerah untuk dikelola oleh Daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
  9. Insentif Fiskal adalah dana yang bersumber dari APBN yang diberikan kepada Daerah berdasarkan kriteria tertentu berupa perbaikan dan/atau pencapaian kinerja di bidang dapat berupa tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, dan pelayanan dasar yang mendukung kebijakan strategis nasional dan/atau pelaksanaan kebijakan fiskal nasional.
  10. Insentif Fiskal untuk Penghargaan Kinerja Tahun Sebelumnya kepada Daerah Tertinggal Berkinerja Baik yang selanjutnya disebut Insentif Fiskal Daerah Tertinggal adalah Insentif Fiskal yang dialokasikan kepada Daerah Tertinggal berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024 yang ditujukan untuk mendukung percepatan pemenuhan kebutuhan infrastruktur Daerah.
  11. Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah pejabat yang diberi tugas untuk melaksanakan fungsi BUN.
  12. Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian anggaran kementerian negara/lembaga.
  13. Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKA BUN adalah dokumen perencanaan anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana baik yang berbentuk anggaran belanja maupun pembiayaan dalam rangka pemenuhan kewajiban Pemerintah Pusat dan TKD tahunan yang disusun oleh kuasa pengguna anggaran BUN.
  14. Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
  15. Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat KPA BUN adalah pejabat pada satuan kerja dari masing-masing PPA BUN baik di kantor pusat maupun kantor Daerah atau satuan kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari BA BUN.
  16. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang disusun oleh KPA BUN.
  17. Indikasi Kebutuhan Dana Transfer ke Daerah yang selanjutnya disebut Indikasi Kebutuhan Dana TKD adalah indikasi dana yang perlu dianggarkan dalam rangka pelaksanaan TKD.
  18. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
  19. Rekening Kas Umum Daerah yang selanjutnya disingkat RKUD adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh gubernur, bupati, atau wali kota untuk menampung seluruh penerimaan Daerah dan membayar seluruh pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan.
  20. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
  21. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala kantor wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
  22. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/pejabat pembuat komitmen yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
  23. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/pejabat penandatangan SPM atau pejabat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang bersumber dari DIPA BUN atau dokumen lain yang dipersamakan.
  24. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
  25. Verifikasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan dan kesesuaian formil dokumen persyaratan penyaluran Insentif Fiskal.
  26. Administrator Pusat adalah pegawai negeri sipil yang bertugas untuk melakukan penelitian terhadap persyaratan penyaluran Insentif Fiskal.
  27. Administrator Daerah adalah aparatur sipil negara Daerah yang ditugaskan untuk mengelola, menyusun, dan menyampaikan persyaratan penyaluran Insentif Fiskal.



BAB II
PEJABAT PERBENDAHARAAN NEGARA
PENGELOLAAN INSENTIF FISKAL

Pasal 2


(1)Dalam rangka pengelolaan Insentif Fiskal, Menteri selaku Pengguna Anggaran BUN Pengelolaan TKD menetapkan:
a.Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD;
b.Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagai KPA BUN Pengelolaan Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan;
c.Kepala KPPN sebagai KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan; dan
d.Direktur Pelaksanaan Anggaran sebagai koordinator KPA BUN Penyaluran TKD.
(2)Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Kepala KPPN yang wilayah kerjanya meliputi Daerah provinsi/kabupaten/kota penerima alokasi Insentif Fiskal.
(3)Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berhalangan, Menteri menunjuk Direktur Dana Transfer Umum sebagai pelaksana tugas KPA BUN Pengelolaan Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan.
(4)Dalam hal pejabat yang ditetapkan sebagai KPA BUN Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berhalangan, Menteri menunjuk pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian Kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan.
(5)Keadaan berhalangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) merupakan suatu keadaan yang menyebabkan pejabat definitif yang ditetapkan sebagai KPA BUN Pengelolaan Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan/atau KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c:
a.tidak terisi dan menimbulkan lowongan jabatan; atau
b.masih terisi namun pejabat definitif yang ditetapkan sebagai KPA BUN tidak dapat melaksanakan tugas melebihi 5 (lima) hari kerja.
(6)Pejabat pelaksana tugas KPA BUN Pengelolaan Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan pelaksana tugas KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang sama dengan KPA definitif.
(7)Penunjukan:
a.Direktur Dana Transfer Umum sebagai pelaksana tugas KPA BUN Pengelolaan Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan/atau
b.Pejabat pelaksana tugas/pelaksana harian Kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
berakhir dalam hal Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan/atau Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c telah terisi kembali oleh pejabat definitif atau dapat melaksanakan tugas kembali sebagai KPA BUN.
(8)Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD dapat mengusulkan penggantian KPA BUN Pengelolaan Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan.
(9)Penggantian KPA BUN Pengelolaan Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.



Pasal 3


(1)KPA BUN Pengelolaan Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
  1. mengajukan usulan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Insentif Fiskal kepada pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD yang dilengkapi dengan dokumen pendukung;
  2. menyusun RKA BUN TKD untuk Insentif Fiskal beserta dokumen pendukung yang berasal dari pihak terkait;
  3. menyampaikan RKA BUN TKD untuk Insentif Fiskal beserta dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk direviu;
  4. menandatangani RKA BUN TKD untuk Insentif Fiskal yang telah direviu oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dan menyampaikannya kepada pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD;
  5. menyusun DIPA BUN TKD untuk Insentif Fiskal; dan
  6. menyusun dan menyampaikan rekomendasi penyaluran dan/atau penundaan Insentif Fiskal kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD.
(2)KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
  1. menetapkan pejabat pembuat komitmen dan pejabat penandatangan SPM;
  2. menyusun rencana pelaksanaan kegiatan dan Rencana Penarikan Dana TKD untuk Insentif Fiskal;
  3. mengawasi penatausahaan dokumen dan transaksi yang berkaitan dengan pelaksanaan penyaluran TKD untuk Insentif Fiskal;
  4. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran TKD untuk Insentif Fiskal kepada PPA BUN Pengelolaan TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  5. melakukan verifikasi terhadap rekomendasi penyaluran TKD untuk Insentif Fiskal dari KPA BUN Pengelolaan Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan;
  6. melaksanakan penyaluran TKD untuk Insentif Fiskal berdasarkan rekomendasi KPA BUN Pengelolaan Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  7. menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penyaluran TKD untuk Insentif Fiskal kepada PPA BUN Pengelolaan TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menggunakan aplikasi online monitoring sistem perbendaharaan dan anggaran negara dalam rangka pertanggungjawaban penyaluran Insentif Fiskal; dan
  8. melakukan pengisian dan menyampaikan capaian kinerja penyaluran Insentif Fiskal melalui aplikasi sistem monitoring dan evaluasi kinerja terpadu bendahara umum negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:
  1. menyusun dan menyampaikan konsolidasi laporan realisasi penyaluran Insentif Fiskal kepada PPA BUN Pengelolaan TKD;
  2. menyusun proyeksi penyaluran Insentif Fiskal sampai dengan akhir tahun berdasarkan rekapitulasi laporan dari KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melalui aplikasi yang mengelola terkait perencanaan kas; dan
  3. menyusun dan menyampaikan konsolidasi laporan keuangan atas pelaksanaan anggaran kepada PPA BUN Pengelolaan TKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Pasal 4


Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD, KPA BUN Pengelolaan Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan, KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan, dan koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak bertanggung jawab atas penggunaan Insentif Fiskal oleh Pemerintah Daerah.


BAB III
PENGANGGARAN

Pasal 5


(1)KPA BUN Pengelolaan Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun dan mengajukan usulan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Insentif Fiskal kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD.
(2)Berdasarkan usulan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD menyusun Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Insentif Fiskal.
(3)Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD menyampaikan Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal Anggaran paling lambat bulan Februari tahun anggaran sebelumnya.
(4)Penyusunan dan penyampaian Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi BA BUN, dan pengesahan DIPA BUN.
(5)Indikasi Kebutuhan Dana TKD untuk Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), disusun dengan memperhatikan:
  1. perkembangan dana insentif daerah dan/atau Insentif Fiskal ke Daerah dalam 3 (tiga) tahun terakhir;
  2. arah kebijakan Insentif Fiskal; dan/atau
  3. kemampuan keuangan negara.



BAB IV
PENGALOKASIAN

Pasal 6


(1)Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan alokasi Insentif Fiskal berdasarkan pagu indikatif Insentif Fiskal yang ditetapkan oleh Menteri dan kebijakan Pemerintah.
(2)Penghitungan alokasi Insentif Fiskal berdasarkan penilaian kinerja Pemerintah Daerah.
(3)Penghitungan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
  1. Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya; dan
  2. Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun berjalan.
(4)Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dibagikan kepada:
  1. Daerah berkinerja baik; dan
  2. Daerah Tertinggal.
(5)Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya kepada Daerah berkinerja baik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a tidak memperhitungkan Daerah Tertinggal yang tercantum dalam Peraturan Presiden tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024.



Pasal 7


 

(1)Pengalokasian Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya kepada Daerah berkinerja baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf a dihitung berdasarkan:
a.klaster Daerah;
b.indikator kesejahteraan;
c.kriteria utama; dan
d.kategori kinerja.
(2)Klaster Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibagi ke dalam 3 (tiga) klaster berdasarkan data kapasitas fiskal Daerah, terdiri atas:
a.klaster A, merupakan Daerah dengan kapasitas fiskal sangat tinggi dan tinggi berdasarkan provinsi, kabupaten, dan kota;
b.klaster B, merupakan Daerah dengan kapasitas fiskal sedang berdasarkan provinsi, kabupaten, dan kota; dan
c.klaster C, merupakan Daerah dengan kapasitas fiskal rendah dan sangat rendah berdasarkan provinsi, kabupaten, dan kota.
(3)Indikator kesejahteraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dinilai berdasarkan variabel:
a.penurunan persentase penduduk miskin;
b.indeks pembangunan manusia; dan
c.penurunan tingkat pengangguran terbuka.
(4)Penilaian indikator kesejahteraan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk tiap-tiap Daerah menggunakan data satu tahun sebelum pengalokasian yang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a.menghitung nilai standar untuk tiap-tiap variabel dalam indikator kesejahteraan, yang terdiri atas:
1.nilai standar penurunan persentase penduduk miskin dengan rumus:
Std ppmi=ppm ppmmaks+ 1 
ppmmin   ppmmaks 

Keterangan:
Std ppmi=nilai standar penurunan persentase penduduk miskin Daerah provinsi/kabupaten/kota
ppmi=nilai penurunan persentase penduduk miskin Daerah provinsi/kabupaten/kota
ppmmaks=nilai maksimal penurunan persentase penduduk miskin
ppmmin=nilai minimal penurunan persentase penduduk miskin
  
2.nilai standar indeks pembangunan manusia dengan rumus:

Std ipmi=ipm ipmmin+ 1 
ipmmaks   ipmmin 

Keterangan:
Std ipmi=nilai standar indeks pembangunan manusia Daerah provinsi/kabupaten/kota
ipmi=nilai indeks pembangunan manusia; Daerah provinsi/kabupaten/kota
ipmmaks=nilai maksimal indeks pembangunan manusia
ipmmin=nilai minimal indeks pembangunan manusia
  
3.nilai standar penurunan tingkat pengangguran terbuka dengan rumus:
Std ptpti=ptpt ptptmaks+ 1 
ptptmin   ptptmaks 

Keterangan:
Std ptpti=nilai standar penurunan tingkat pengangguran terbuka Daerah provinsi/kabupaten/kota
ptpti=nilai penurunan tingkat pengangguran terbuka provinsi/kabupaten/kota
ptptmaks=nilai maksimal penurunan tingkat pengangguran terbuka Daerah provinsi/kabupaten/kota
ptptmin=nilai minimal penurunan tingkat pengangguran terbuka Daerah provinsi/kabupaten/daerah
b.menghitung indikator kesejahteraan tiap-tiap Daerah dengan rumus:

IKi   =   std ppmi + std ipmi + std ptpti

Keterangan:
IKi=nilai indikator kesejahteraan Daerah provinsi/kabupaten/kota
std ppmi=nilai standar penurunan persentase penduduk miskin Daerah provinsi/kabupaten/kota
std ipmi=nilai standar indeks pembangunan manusia Daerah provinsi/kabupaten/kota
std ptpti=nilai standar penurunan tingkat pengangguran terbuka Daerah provinsi/kabupaten/daerah
c.menghitung nilai rata-rata indikator kesejahteraan tiap-tiap klaster Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan rumus:
IKij=?IKij 
3 

Keterangan:
IKij=nilai indikator kesejahteraan Daerah provinsi/kabupaten/kota pada klaster A/klaster B/klaster C
(5)Kriteria utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a.klaster A menggunakan indikator:
1.opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan Pemerintah Daerah 5 (lima) tahun terakhir; dan
2.penetapan Peraturan Daerah mengenai APBD tepat waktu;
b.klaster B menggunakan indikator:
1.opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan Pemerintah Daerah untuk 1 (satu) tahun terakhir; dan
2.penetapan Peraturan Daerah mengenai APBD tepat waktu; dan
c.klaster C tidak menggunakan kriteria utama.
(6)Penetapan Peraturan Daerah mengenai APBD tepat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a angka 2 dan huruf b angka 2 paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.



Pasal 8


(1)Kategori kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf d terkait dengan tata kelola keuangan Daerah, pelayanan dasar publik, dan pelayanan umum pemerintahan.
(2)Kategori kinerja terkait dengan tata kelola keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
  1. kategori kemandirian Daerah yang didasarkan pada perbandingan realisasi penerimaan pajak Daerah dan retribusi Daerah terhadap produk domestik regional bruto non minyak dan gas bumi; dan
  2. kategori interkoneksi sistem informasi keuangan Daerah dan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan.
(3)Kategori kinerja terkait dengan pelayanan dasar publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
  1. kategori stunting dan imunisasi;
  2. kategori indeks standar pelayanan minimal pendidikan; dan
  3. kategori sanitasi dan air minum.
(4)Kategori kinerja terkait dengan pelayanan umum pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
  1. kategori penghargaan atas sinergi kebijakan Pemerintah Daerah dengan Pemerintah; dan
  2. kategori kesejahteraan masyarakat.



Pasal 9


(1)Kategori interkoneksi sistem informasi keuangan Daerah dan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b, terdiri atas variabel:
  1. interkoneksi data transaksi melalui sistem informasi keuangan Daerah; dan
  2. sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan.
(2)Kategori stunting dan imunisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a, terdiri atas variabel:
  1. penurunan prevalensi stunting; dan
  2. balita sudah mendapatkan imunisasi lengkap.
(3)Kategori sanitasi dan air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf c, terdiri atas variabel:
  1. akses sanitasi layak; dan
  2. pengelolaan air minum.
(4)Kategori penghargaan atas sinergi kebijakan Pemerintah Daerah dengan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf a, terdiri atas variabel:
  1. inovasi Daerah;
  2. inovasi pelayanan publik;
  3. penghargaan pembangunan Daerah;
  4. pengendalian inflasi Daerah;
  5. pelayanan terpadu satu pintu dan percepatan pelaksanaan berusaha;
  6. pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan; dan
  7. indeks pencegahan korupsi.
(5)Kategori kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf b, terdiri atas variabel:
  1. penurunan persentase penduduk miskin;
  2. indeks pembangunan manusia; dan
  3. penurunan tingkat pengangguran terbuka.



Pasal 10


(1)Data kapasitas fiskal Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dan data interkoneksi data transaksi melalui sistem informasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a merupakan hasil penilaian dari Kementerian Keuangan.
(2)Data indikator penetapan Peraturan Daerah mengenai APBD tepat waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) huruf a angka 2 dan huruf b angka 2 dan data realisasi penerimaan pajak Daerah dan retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a bersumber dari Kementerian Keuangan.
(3)Data indikator opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) huruf a angka 1 dan huruf b angka 1 bersumber dari Badan Pemeriksa Keuangan.
(4)Data:
a.produk regional bruto non minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a;
b.balita sudah mendapatkan imunisasi lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b;
c.akses sanitasi layak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a;
d.penurunan persentase penduduk miskin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) huruf a;
e.indeks pembangunan manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) huruf b;
f.penurunan tingkat pengangguran terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5) huruf c,
bersumber dari Badan Pusat Statistik.
(5)Data indeks standar pelayanan minimal pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf b merupakan hasil penilaian dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.
(6)Data sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b dan data inovasi pelayanan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf b merupakan hasil penilaian dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
(7)Data penurunan prevalensi stunting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a bersumber dari Kementerian Kesehatan.
(8)Data pengelolaan air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf b merupakan hasil penilaian dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
(9)Data inovasi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf a merupakan hasil penilaian dari Kementerian Dalam Negeri.
(10)Data penghargaan pembangunan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf c merupakan hasil penilaian dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
(11)Data pengendalian inflasi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf d merupakan hasil penilaian dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
(12)Data pelayanan terpadu satu pintu dan percepatan pelaksanaan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf e merupakan hasil penilaian dari Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal.
(13)Data pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf f merupakan hasil penilaian dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.
(14)Data indeks pencegahan korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf g merupakan hasil penilaian dari Komisi Pemberantasan Korupsi.



Pasal 11


(1)Penilaian kategori berupa:
a.kemandirian Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a;
b.interkoneksi sistem informasi keuangan Daerah dan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b;
c.stunting dan imunisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a;
d.sanitasi dan air minum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf c; dan
e.kesejahteraan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf b,
didasarkan pada penghitungan nilai kinerja Daerah untuk tiap-tiap kategori/variabel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a dan Pasal 9 ayat (1) sampai dengan ayat (3) dan ayat (5).
(2)Penghitungan nilai kinerja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
a.nilai peningkatan kinerja; dan
b.nilai capaian kinerja tahun terakhir.
(3)Penghitungan nilai kinerja Daerah pada kategori interkoneksi sistem informasi keuangan Daerah dan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk variabel interkoneksi sistem informasi keuangan Daerah dilakukan untuk Daerah yang mendapatkan nilai capaian tahun terakhir paling rendah 95 (sembilan puluh lima).
(4)Nilai peningkatan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dihitung sebagai berikut:
a.menghitung nilai peningkatan kinerja dengan rumus:
nilai peningkatan kinerja=(T-1) -  (T-2) 
(nilai maksimal)  (T-2) 

Keterangan:
T-1=data 1 (satu) tahun sebelum perhitungan
T-2=data 2 (dua) tahun atau lebih sebelum perhitungan
Nilai maksimal=nilai maksimal dari variabel 
b.nilai maksimal sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk variabel penurunan prevalensi stunting, penurunan persentase penduduk miskin, dan penurunan tingkat pengangguran terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a, ayat (5) huruf a dan huruf c sebesar 0 (nol).
(5)Nilai capaian kinerja tahun terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan nilai capaian tahun terakhir.
(6)Nilai peningkatan kinerja dan nilai capaian kinerja tahun terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) untuk variabel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a, ayat (5) huruf a dan huruf c dilakukan standarisasi dengan rumus:
Std variabelij=variabelij  variabelmaks j+ 1 
variabelmin j   variabelmaks j 

Keterangan:
Std variabelij=nilai standar Daerah tiap-tiap kategori/variabel dalam Klaster A/Klaster B/Klaster C
variabelij=nilai kategori/variabel Daerah provinsi/kabupaten/kota dalam Klaster A/Klaster B/Klaster C
variabelmaks j=nilai maksimal tiap-tiap kategori/variabel dalam Klaster A/Klaster B/Klaster C
variabelmin j=nilai minimal tiap-tiap kategori/variabel dalam Klaster A/Klaster B/Klaster C
(7)Nilai peningkatan kinerja dan nilai capaian kinerja tahun terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) untuk variabel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), ayat (2) huruf b, ayat (3), dan ayat (5) huruf b dilakukan standarisasi dengan rumus:
Std variabelij=variabelij  variabelmin j+ 1 
variabelmaks j   variabelmin j 

Keterangan:
Std variabelij=nilai standar Daerah tiap-tiap kategori/variabel dalam Klaster A/Klaster B/Klaster C
variabelij=nilai kategori/variabel Daerah provinsi/kabupaten/kota dalam Klaster A/Klaster B/Klaster C
variabelmaks j=nilai maksimal tiap-tiap kategori/variabel dalam Klaster A/Klaster B/Klaster C
variabelmin j=nilai minimal tiap-tiap kategori/variabel dalam Klaster A/Klaster B/Klaster C
(8)Nilai kinerja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tiap-tiap variabel dihitung dengan menggunakan rumus:
 (nilai standar peningkatan kinerja +
nilai standar capaian tahun terakhir)
 
2 
(9)Nilai kinerja Daerah untuk kategori:
a.interkoneksi sistem informasi keuangan Daerah dan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan;
b.penanganan stunting dan imunisasi;
c.sanitasi dan air minum; dan
d.kesejahteraan masyarakat,
merupakan penjumlahan nilai kinerja Daerah tiap-tiap variabel pada kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (1).



Pasal 12


(1)Dalam hal Pemerintah Daerah memiliki nilai data 1 (satu) tahun sebelum perhitungan dan nilai data 2 (dua) tahun atau lebih sebelum perhitungan sebesar nilai maksimal pada kategori/variabel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), nilai kinerja Daerah diberi nilai sebesar 2 (dua).
(2)Dalam hal Pemerintah Daerah yang memiliki nilai data 2 (dua) tahun atau lebih sebelum perhitungan sebesar nilai maksimal dan nilai data 1 (satu) tahun sebelum perhitungan sebesar kurang dari nilai maksimal pada kategori/variabel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), nilai peningkatan kinerja diberi nilai sebesar nilai minimal pada kategori/variabel.
(3)Dalam hal Pemerintah Daerah tidak memiliki data untuk data 1 (satu) tahun sebelum perhitungan dan/atau data 2 (dua) tahun atau lebih sebelum perhitungan untuk kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), tidak diperhitungkan nilai peningkatan kinerja.
(4)Dalam hal Pemerintah Daerah tidak memiliki data 1 (satu) tahun sebelum perhitungan untuk kategori/variabel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), tidak diperhitungkan nilai capaian tahun terakhir.



Pasal 13


(1)Penghitungan nilai kinerja Daerah untuk variabel pelayanan terpadu satu pintu dan percepatan pelaksanaan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf e terdiri atas:
a.nilai peningkatan kinerja; dan
b.nilai capaian kinerja tahun terakhir.
(2)Penghitungan nilai kinerja Daerah untuk variabel pelayanan terpadu satu pintu dan percepatan pelaksanaan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Daerah yang mendapatkan nilai lebih tinggi dari 80 (delapan puluh) untuk nilai tahun terakhir.
(3)Nilai peningkatan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dihitung dengan menggunakan rumus:
nilai peningkatan kinerja=(T-1) -  (T-2) 
(nilai maksimal)  (T-2) 

Keterangan:
T-1=data 1 (satu) tahun sebelum perhitungan
T-2=data 2 (dua) tahun atau lebih sebelum perhitungan
Nilai maksimal=nilai maksimal dari variabel 
(4)Nilai capaian kinerja tahun terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan nilai capaian tahun terakhir.
(5)Penghitungan nilai kinerja Daerah untuk kategori/variabel:
a.kategori indeks standar pelayanan minimal pendidikan;
b.variabel inovasi Daerah;
c.variabel inovasi pelayanan publik;
d.variabel penghargaan pembangunan Daerah;
e.variabel pengendalian inflasi Daerah;
f.variabel pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan; dan
g.variabel indeks pencegahan korupsi, 
berdasarkan nilai capaian kinerja tahun terakhir.
(6)Penghitungan nilai kinerja Daerah untuk kategori indeks standar pelayanan minimal pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a dilakukan terhadap Daerah yang mendapatkan nilai paling rendah 60 (enam puluh).
(7)Penghitungan nilai kinerja Daerah untuk variabel indeks pencegahan korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf g dilakukan terhadap Daerah yang mendapatkan nilai paling rendah 77,5 (tujuh puluh tujuh koma lima).
(8)Nilai kategori/variabel, nilai peningkatan kinerja, dan nilai capaian kinerja tahun terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (5) dilakukan standarisasi dengan rumus:

Std kategori/variabel=
kategori/variabeli  kategori/variabelmaks+ 1 
kategori/variabelmaks  kategori/variabelmin 

Keterangan:
Std kategori/variabeli=nilai standar Daerah tiap-tiap kategori/variabel
kategori/variabeli=nilai kategori/variabel Daerah provinsi/kabupaten/kota
kategori/variabelmaks=nilai maksimal tiap-tiap kategori/variabel
kategori/variabelmin nilai minimal tiap-tiap kategori/variabel
(9)Nilai kinerja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan menggunakan rumus:
 (nilai standar peningkatan kinerja +
nilai standar capaian tahun terakhir)
 
2 
(10)Nilai kinerja Daerah untuk kategori penghargaan atas sinergi kebijakan Pemerintah Daerah dengan Pemerintah merupakan penjumlahan nilai kinerja Daerah dari variabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (5) huruf b sampai dengan huruf g.?



Pasal 14

Daerah yang mendapatkan alokasi Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya kepada Daerah berkinerja baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a merupakan Daerah yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a.mendapatkan nilai indikator kesejahteraan di atas nilai rata-rata indikator kesejahteraan dalam klaster Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3);
b.memenuhi kriteria utama untuk klaster A dan klaster B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) huruf a dan huruf b; dan
c.mendapatkan nilai kinerja Daerah tiap-tiap kategori sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan peringkat 1 (satu) sampai dengan 10 (sepuluh) provinsi terbaik, peringkat 1 (satu) sampai dengan peringkat 15 (lima belas) kota terbaik, dan peringkat 1 (satu) sampai dengan peringkat 20 (dua puluh) kabupaten terbaik.



Pasal 15


Penentuan alokasi Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya kepada Daerah berkinerja baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf a per Daerah dihitung dengan tahapan sebagai berikut:

a.nilai alokasi per Daerah per kategori dihitung dengan menggunakan rumus:



Keterangan:

i=daerah ke-1, daerah ke-2, dan seterusnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14.
n=kategori kinerja daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
b.alokasi Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya kepada Daerah berkinerja baik per Daerah merupakan penjumlahan alokasi kategori untuk tiap Daerah sebagaimana dimaksud dalam huruf a.



Pasal 16


(1)Pengalokasian Insentif Fiskal Daerah Tertinggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b dihitung berdasarkan kategori kinerja.
(2)Kategori kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikelompokkan atas:
  1. tata kelola keuangan Daerah; dan
  2. pelayanan dasar publik.
(3)Kategori kinerja kelompok tata kelola keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, terdiri atas:
  1. ketepatan waktu penetapan peraturan Daerah mengenai APBD;
  2. opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan Pemerintah Daerah; dan
  3. ketepatan waktu penyampaian laporan APBD.
(4)Kategori kinerja kelompok pelayanan dasar publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri atas:
  1. pelaksanaan Dana Alokasi Khusus Fisik; dan
  2. pemenuhan belanja wajib dalam APBD.



Pasal 17


(1)Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf a dan huruf c dan Pasal 16 ayat (4) bersumber dari Kementerian Keuangan.
(2)Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf b bersumber dari Badan Pemeriksa Keuangan.



Pasal 18


(1)Kategori kinerja ketepatan waktu penetapan peraturan Daerah mengenai APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf a merupakan penetapan peraturan Daerah mengenai APBD paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya untuk periode tahun anggaran 2018 sampai dengan tahun anggaran 2022, dengan rentang nilai sebagai berikut: 
Ketepatan Waktu Penetapan APBD Nilai
5 tahun 1
4 tahun 0,8
3 tahun 0,6
2 tahun 0,4
1 tahun 0,2
(2)Kategori kinerja opini wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf b merupakan pemberian opini wajar tanpa pengecualian atas laporan Keuangan Pemerintah Daerah untuk periode tahun 2017 sampai dengan tahun 2021, dengan rentang nilai sebagai berikut:
Opini Wajar Tanpa Pengecualian atas
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Nilai
5 tahun 1
4 tahun 0,8
3 tahun 0,6
2 tahun 0,4
1 tahun 0,2
(3)Kategori kinerja ketepatan waktu penyampaian laporan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf c, terdiri atas:
a.penetapan peraturan Daerah mengenai APBD tahun anggaran 2022 paling lambat 31 Januari 2022;
b.penyampaian laporan pertanggungjawaban APBD tahun anggaran 2021 paling lambat 31 Agustus 2022; dan
c.penyampaian laporan realisasi semester I APBD tahun anggaran 2022 paling lambat 30 Juli 2022.
(4)Penilaian kategori kinerja ketepatan waktu penyampaian laporan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dengan rentang nilai sebagai berikut:
Ketepatan Penyampaian Laporan APBDNilai
3 Indikator Tepat Waktu1
2 Indikator Tepat Waktu0,67
1 Indikator Tepat Waktu0,33
(5)Kategori kinerja pelaksanaan Dana Alokasi Khusus Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) huruf a, terdiri atas:
a.penetapan kontrak Dana Alokasi Khusus Fisik tahun anggaran 2022, dengan rentang nilai sebagai berikut:
Penetapan Kontrak Dana Alokasi Khusus
Fisik Tahun Anggaran 2022
Nilai
Rata-rata kontrak bulan ke-1 sampai bulan ke-41
Rata-rata kontrak bulan ke-50,75
Rata-rata kontrak bulan ke-6 0,50
Rata-rata kontrak bulan ke-70,25
b.penyampaian kontrak Dana Alokasi Khusus Fisik tahun anggaran 2022, dengan rentang nilai sebagai berikut:
Penyampaian Kontrak Dana Alokasi Khusus
Fisik Tahun Anggaran 20222
Nilai
Rata-rata kurang dari atau sama dengan 14 hari1
Rata-rata kurang dari atau sama dengan 28 hari0,75
Rata-rata kurang dari atau sama dengan 42 hari0,50
Rata-rata lebih dari 42 hari0,25
(6)Kategori kinerja pelaksanaan Dana Alokasi Khusus Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dihitung dari rata-rata variabel penetapan kontrak dan penyampaian kontrak dengan menggunakan rumus:

(7)Kategori kinerja pemenuhan belanja wajib dalam APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) huruf b, terdiri atas:
a.pemenuhan belanja pendidikan dalam APBD tahun anggaran 2022 paling sedikit sebesar 20% (dua puluh persen);
b.pemenuhan belanja kesehatan dalam APBD tahun anggaran 2022 paling sedikit sebesar 10% (sepuluh persen);
c.pemenuhan Alokasi Dana Desa dalam APBD paling sedikit sebesar 10% (sepuluh persen) dari Dana Transfer Umum;?
d.pemenuhan Dana Transfer Umum untuk belanja infrastruktur dalam APBD paling sedikit sebesar 25% (dua puluh lima persen); dan
e.pemenuhan alokasi Dana Transfer Umum untuk belanja perlindungan sosial dalam APBD paling sedikit sebesar 2% (dua persen).
(8)Penilaian kategori kinerja pemenuhan belanja wajib dalam APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (7), diberikan dengan rentang nilai sebagai berikut:
Pemenuhan Belanja Wajib dalam APBDNilai
Memenuhi 5 Belanja Wajib1
Memenuhi 4 Belanja Wajib0,8
Memenuhi 3 Belanja Wajib 0,6
Memenuhi 2 Belanja Wajib0,4
Memenuhi 1 Belanja Wajib 0,2



Pasal 19


(1)Total nilai kinerja suatu Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) didasarkan pada hasil penjumlahan nilai kategori kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
(2)Alokasi Insentif Fiskal Daerah Tertinggal tiap Daerah dihitung dengan menggunakan rumus:



Keterangan:
i=Daerah ke-1, Daerah ke-2, dan seterusnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


 

BAB V
PENYALURAN

Pasal 20


(1)KPA BUN Pengelolaan Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun DIPA BUN TKD untuk Insentif Fiskal atau perubahan DIPA BUN TKD untuk Insentif Fiskal.
(2)Penyusunan DIPA BUN TKD untuk Insentif Fiskal atau perubahan DIPA BUN TKD untuk Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan alokasi anggaran bagian anggaran bendahara umum negara, dan pengesahan daftar isian pelaksanaan anggaran bendahara umum negara.



Pasal 21


(1)Dalam rangka penyaluran Insentif Fiskal, KPA BUN Pengelolaan Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun dan menyampaikan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf f kepada KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan melalui Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD.
(2)Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan mempertimbangkan waktu proses penerbitan SPP/SPM/SP2D BUN serta ketentuan rencana penarikan dana.
(3)Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dasar bagi pejabat pembuat komitmen dan pejabat penandatangan SPM untuk melakukan penerbitan SPP atau SPM BUN penyaluran Insentif Fiskal.
(4)Penerbitan SPP, SPM, dan SP2D dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri mengenai tata cara pencairan APBN bagian atas beban anggaran BUN pada KPPN.



Pasal 22


(1)Penyaluran Insentif Fiskal dilaksanakan dengan cara pemindahbukuan dari RKUN ke RKUD.
(2)Dalam hal terdapat perubahan RKUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah wajib menyampaikan permohonan perubahan RKUD kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dengan dilampiri:
a.asli rekening koran dari RKUD; dan
b.salinan keputusan Kepala Daerah mengenai penunjukan bank tempat menampung RKUD.



Pasal 23


(1)Penyaluran Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) dilakukan secara bertahap, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.tahap I, disalurkan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pagu alokasi dan dilakukan paling cepat bulan Februari tahun anggaran berjalan; dan
b.tahap II, disalurkan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pagu alokasi dan dilakukan paling cepat bulan Juli tahun anggaran berjalan.
(2)Penyaluran Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya tahap I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan setelah Menteri c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima:
a.Peraturan Daerah mengenai APBD tahun anggaran berjalan;
b.rencana penggunaan Insentif Fiskal; dan
c.laporan realisasi penyerapan Dana Insentif Daerah bagi Daerah yang mendapatkan Dana Insentif Daerah tahun anggaran sebelumnya,
dari Pemerintah Daerah paling lambat tanggal 20 Juni tahun anggaran berjalan.
(3)Penyaluran Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan setelah Menteri c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menerima laporan realisasi penyerapan Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya tahap I dari Pemerintah Daerah paling lambat tanggal 20 November.
(4)Laporan realisasi penyerapan Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya tahap I sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menunjukkan penyerapan paling rendah 70% (tujuh puluh persen) dari dana yang diterima di RKUD.
(5)Rencana penggunaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditandatangani oleh Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah atau Sekretaris Daerah.
(6)Laporan realisasi penyerapan Dana Insentif Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan laporan realisasi penyerapan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditandatangani oleh Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah atau pejabat pengelola keuangan Daerah.
(7)Dalam hal persyaratan penyaluran Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya belum diterima sampai dengan batas waktu tanggal 20 Juni tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tanggal 20 November tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya tidak disalurkan.
(8)Dalam hal tanggal 20 Juni tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tanggal 20 November tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, penyampaian persyaratan penyaluran Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya dilakukan pada hari kerja berikutnya.



Pasal 24


(1)Pemerintah Daerah menyusun dan menyampaikan laporan bulanan realisasi penyerapan Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya kepada Menteri c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat tanggal 14 pada bulan berikutnya.
(2)Penyampaian laporan bulanan realisasi penyerapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pejabat pengelola keuangan Daerah.
(3)Dalam hal tanggal penyampaian laporan bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertepatan dengan hari libur atau hari yang diliburkan, penyampaian laporan bulanan dilakukan pada hari kerja berikutnya.



Pasal 25

 
Dalam rangka monitoring penggunaan sisa Dana Insentif Daerah untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya dan Dana Insentif Daerah untuk penghargaan kinerja tahun berjalan sampai dengan tahun anggaran 2022, Pemerintah Daerah menyampaikan laporan rencana penggunaan dan laporan realisasi penyerapan sisa Dana Insentif Daerah sampai dengan tahun anggaran 2022 kepada Direktur Jenderal Perimbangan c.q. Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan.


Pasal 26


Laporan persyaratan penyaluran Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b dan huruf c dan ayat (3) serta laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) disusun dan disampaikan melalui aplikasi sistem informasi keuangan Daerah.


Pasal 27


(1)Pemerintah Daerah penerima Insentif Fiskal menyampaikan surat usulan Administrator Daerah yang memuat data pegawai yang ditugaskan untuk mengelola, menyusun, dan menyampaikan laporan pelaksanaan Insentif Fiskal kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan c.q. Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan.
(2)Administrator Daerah menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui aplikasi sistem informasi keuangan Daerah.
(3)Laporan pelaksanaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
  1. laporan rencana penggunaan;
  2. laporan realisasi penyerapan; dan
  3. laporan bulanan realisasi penyerapan.
(4)Aplikasi sistem informasi keuangan Daerah mengenai pelaporan Insentif Fiskal dapat diakses melalui situs Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dengan alamat http://sikd.djpk.kemenkeu.go.id/did.
(5)Laporan pelaksanaan Insentif Fiskal yang telah disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicetak dan ditandangani dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. laporan rencana penggunaan Insentif Fiskal ditandangani oleh Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah atau sekretaris Daerah;
  2. laporan realisasi penyerapan Insentif Fiskal ditandangani oleh Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah atau pejabat pengelola keuangan Daerah;
  3. laporan bulanan realisasi penyerapan Insentif Fiskal ditandatangani oleh pejabat pengelola keuangan Daerah.
(6)Laporan yang telah dicetak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat ditetapkan dengan menggunakan tanda tangan elektronik.
(7)Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan tanda tangan basah, dokumen dimaksud dibubuhi cap dinas.
(8)Laporan pelaksanaan Insentif Fiskal yang telah ditandatangani sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dipindai dan diunggah dalam bentuk Arsip Data Komputer (ADK) dengan format Portable Document Format (PDF) melalui aplikasi sistem informasi keuangan Daerah.
(9)Laporan yang diunggah melalui aplikasi sistem informasi keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (8) selanjutnya dilakukan Verifikasi oleh Administrator Pusat.
(10)Dalam hal hasil Verifikasi sebagai dimaksud pada ayat (9) menunjukkan bahwa laporan pelaksanaan Insentif Fiskal belum sesuai, Pemerintah Daerah melakukan perbaikan laporan pelaksanaan Insentif Fiskal sesuai dengan catatan Administrator Pusat.
(11)Perbaikan laporan pelaksanaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diunggah kembali melalui melalui aplikasi sistem informasi keuangan Daerah.
(12)Laporan pelaksanaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan/atau perbaikan laporan pelaksanaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (11) diterima paling lambat pukul 17.00 Waktu Indonesia Barat, sesuai dengan ketentuan batas waktu penyampaian tiap-tiap laporan pelaksanaan Insentif Fiskal.



BAB VI
PENGGUNAAN

Pasal 28


(1)Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya kepada Daerah berkinerja baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf a digunakan meliputi untuk percepatan pemulihan ekonomi di Daerah.
(2)Insentif Fiskal yang digunakan untuk percepatan pemulihan ekonomi di Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. infrastruktur;
  2. perlindungan sosial;
  3. dukungan dunia usaha terutama usaha mikro kecil dan menengah; dan/atau
  4. penciptaan lapangan kerja.
(3)Insentif Fiskal Daerah Tertinggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf b digunakan untuk pembangunan dan peningkatan infrastruktur dalam upaya percepatan pemulihan ekonomi.
(4)Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak dapat digunakan untuk mendanai:
  1. gaji, tambahan penghasilan, dan honorarium; dan
  2. perjalanan dinas.


 

BAB VII
PENATAUSAHAAN, PELAPORAN, DAN
PERTANGGUNGJAWABAN

Pasal 29


(1)Dalam rangka pertanggungjawaban pengelolaan BA BUN TKD, pemimpin PPA Pengelolaan BUN menyusun laporan keuangan TKD sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan TKD.
(2)Laporan keuangan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pertanggungjawaban pengelolaan Insentif Fiskal.
(3)Laporan keuangan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh unit eselon II Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang ditunjuk selaku Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan PPA BUN Pengelolaan TKD menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.
(4)Untuk penatausahaan, akuntansi, dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran, KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan menyusun laporan keuangan tingkat KPA dan menyampaikan kepada pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. laporan keuangan tingkat KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan disusun setelah dilakukan rekonsiliasi data realisasi anggaran transfer dengan KPPN selaku Kuasa BUN dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pedoman rekonsiliasi dalam rangka penyusunan laporan keuangan; dan
  2. laporan keuangan tingkat KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan disampaikan secara berjenjang kepada PPA BUN Pengelolaan TKD melalui koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sesuai dengan jadwal penyampaian laporan keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian laporan keuangan BUN.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan dan penyampaian laporan keuangan tingkat KPA BUN Penyaluran Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.
(6)Dalam rangka penyusunan laporan keuangan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), koordinator KPA BUN Penyaluran TKD menyusun dan menyampaikan laporan keuangan tingkat Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. laporan keuangan tingkat koordinator KPA BUN Penyaluran TKD disusun setelah dilakukan penyampaian data elektronik akrual transaksi Insentif Fiskal selain transaksi realisasi anggaran transfer ke dalam sistem aplikasi terintegrasi; dan
  2. laporan keuangan tingkat koordinator KPA BUN Penyaluran TKD disampaikan kepada PPA BUN Pengelolaan TKD sesuai dengan jadwal penyampaian laporan keuangan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan dengan memperhatikan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara dan penyampaian laporan keuangan BUN.
(7)Ketentuan lebih lanjut mengenai penyampaian data elektronik akrual transaksi Insentif Fiskal selain transaksi realisasi anggaran transfer, penyusunan dan penyampaian laporan keuangan tingkat Koordinator KPA BUN Penyaluran TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan.



BAB VIII
PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Pasal 30


(1)Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengelolaan Insentif Fiskal.
(2)Pemantauan terhadap pengelolaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. laporan rencana penggunaan;
  2. penyaluran dari RKUN ke RKUD; dan
  3. laporan realisasi penyerapan anggaran dan realisasi keluaran.
(3)Evaluasi terhadap pengelolaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
  1. kebijakan pengalokasian Insentif Fiskal;
  2. mekanisme penyaluran Insentif Fiskal;
  3. realisasi penyaluran Insentif Fiskal; dan
  4. penggunaan dan hasil keluaran Insentif Fiskal.
(4)Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk penyusunan kebijakan Insentif Fiskal tahun anggaran berikutnya.



BAB IX
PENUNDAAN DAN/ATAU PENGHENTIAN PENYALURAN
INSENTIF FISKAL

Pasal 31


(1)Dalam hal Kepala Daerah penerima Insentif Fiskal melakukan tindak pidana korupsi, Menteri dapat mengajukan surat permohonan kepada lembaga penegak hukum mengenai status hukum Kepala Daerah.
(2)Dalam hal Kepala Daerah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi oleh lembaga penegak hukum, Menteri dapat:
a.melakukan penundaan penyaluran Insentif Fiskal pada tahun anggaran berjalan yang belum disalurkan; dan/atau
b.melakukan penghentian penyaluran Insentif Fiskal pada tahun anggaran berjalan sebesar pagu alokasi Insentif Fiskal yang belum disalurkan,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Penundaan dan/atau penghentian penyaluran Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan atas nama Menteri.
(4)Dalam hal status tersangka Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicabut, Menteri dapat melakukan penyaluran kembali atas penundaan dan/atau penghentian penyaluran Insentif Fiskal.
(5)Pencabutan status tersangka Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) didasarkan pada keterangan/penjelasan yang disampaikan oleh lembaga penegak hukum yang disampaikan sebelum tanggal 20 November tahun anggaran berjalan.



BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 32


Ketentuan mengenai:

a.rincian alokasi Insentif Fiskal Daerah Tertinggal menurut provinsi/kabupaten/kota;
b.rencana penggunaan Insentif Fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf b;
c.laporan realisasi penyerapan Dana Insentif Daerah bagi Daerah yang mendapatkan Dana Insentif Daerah tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c;
d.laporan realisasi penyerapan Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya tahap I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4);
e.laporan bulanan realisasi penyerapan Insentif Fiskal untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (I); dan
f.laporan rencana penggunaan dan laporan realisasi penyerapan sisa Dana Insentif Daerah untuk penghargaan kinerja tahun sebelumnya dan Dana Insentif Daerah untuk penghargaan kinerja tahun berjalan sampai dengan tahun anggaran 2022 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25,

disusun sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 33


Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.07/2022 tentang Pengelolaan Insentif Fiskal (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1174), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 34


Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




 Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2022
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI



Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Desember 2022
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 1331


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

+6231-828-42-56 (Hunting)

+6231-828-38-84 (Fax)

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.