Penerapan Terhadap Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 44 TAHUN 2022
TENTANG
PENERAPAN TERHADAP PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA
DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERAPAN TERHADAP PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH.
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
BAB II
PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK DAN PENUNJUKAN PIHAK LAIN
UNTUK MELAKUKAN PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN/ATAU PELAPORAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK
PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
Pasal 2
(1) | Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan/atau huruf h Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. |
(2) | Pengusaha yang sejak semula bermaksud melakukan penyerahan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan/atau huruf h Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dapat melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. |
(3) | Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang. |
(1) | Bentuk pengaturan bersama berupa kerja sama operasi merupakan bagian dari bentuk badan lainnya sebagaimana diatur dalam pengertian badan dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. |
(2) | Bentuk pengaturan bersama berupa kerja sama operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dalam hal melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak atas nama bentuk kerja sama operasi. |
(1) | Pembeli atau Penerima Jasa bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. |
(2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan dalam hal:
|
(3) | Tanggung jawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pembeli atau Penerima Jasa dengan melakukan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang menggunakan surat setoran pajak. |
(4) | Tanggung jawab secara renteng sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditagih melalui penerbitan surat ketetapan pajak kurang bayar atau surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dalam hal Pembeli atau Penerima Jasa tidak atau kurang melakukan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan mekanisme pelaksanaan tanggung jawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dengan Peraturan Menteri. |
(1) | Menteri menunjuk pihak lain untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. | ||||
(2) | Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi, termasuk transaksi yang dilakukan secara elektronik. | ||||
(3) | Pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi yang dilakukan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit berupa pedagang, penyedia jasa, dan/atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. | ||||
(4) | Dalam hal pihak lain yang telah ditunjuk sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah:
| ||||
(5) | Pedagang atau penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Daerah Pabean yang melakukan transaksi dengan Pembeli atau Penerima Jasa di dalam Daerah Pabean melalui sistem elektronik milik sendiri. | ||||
(6) | Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di dalam Daerah Pabean atau di luar Daerah Pabean. | ||||
(7) | Penunjukan pihak lain, tata cara pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB III
BARANG KENA PAJAK DAN JASA KENA PAJAK
Pasal 6
(1) | Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak merupakan penyerahan Barang Kena Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. | ||||
(2) | Pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-cuma Jasa Kena Pajak merupakan penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai. | ||||
(3) | Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pemakaian atau pemanfaatan untuk kepentingan Pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawan, baik produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri. | ||||
(4) | Pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan pemberian yang diberikan tanpa pembayaran atau imbalan dengan nama dan dalam bentuk apa pun. | ||||
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai batasan dan tata cara pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas:
|
Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha yang dimanfaatkan di dalam atau di luar Daerah Pabean dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
(1) | Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf c Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. |
(2) | Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
(3) | Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak atau Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. |
(4) | Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan seluruh penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan baik dalam aktivitas operasional maupun aktivitas nonoperasional. |
(1) | Penyerahan Barang Kena Pajak melalui penyelenggara lelang merupakan penyerahan Barang Kena Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. |
(2) | Penyerahan Barang Kena Pajak melalui penyelenggara lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk penyerahan Barang Kena Pajak yang tidak diketahui dengan pasti pemiliknya. |
(3) | Ketentuan mengenai tata cara pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak melalui penyelenggara lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. |
(1) | Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak. |
(2) | Termasuk dalam pengertian penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penyerahan agunan oleh kreditur kepada Pembeli. |
(3) | Agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Barang Kena Pajak yang diambil alih oleh kreditur berdasarkan:
|
(4) | Ketentuan mengenai batasan penyerahan agunan yang diambil alih oleh kreditur, saat terutang, tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai terutang atas penyerahan agunan yang diambil alih oleh kreditur diatur dengan Peraturan Menteri. |
Pengalihan Barang Kena Pajak untuk tujuan setoran modal pengganti saham sebagaimana diatur dalam Pasal 1A ayat (2) huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai meliputi pengalihan Barang Kena Pajak untuk tujuan setoran modal kepada badan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
(1) | Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak. |
(2) | Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku atas penyerahan Barang Kena Pajak dalam skema transaksi pembiayaan syariah, sepanjang Barang Kena Pajak tersebut pada akhirnya diserahkan kembali kepada pihak yang semula menyerahkannya. |
(1) | Jenis barang dan jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai merupakan jenis barang dan jenis jasa sebagaimana diatur dalam Pasal 4A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. |
(2) | Ketentuan mengenai kriteria dan/atau rincian barang dan jasa yang termasuk dalam jenis barang dan jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. |
BAB IV
DASAR PENGENAAN PAJAK
Pasal 14
(1) | Dasar pengenaan pajak meliputi jumlah:
| ||||||||||
(2) | Dalam hal:
| ||||||||||
(3) | Dasar pengenaan pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah atau atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dikenakan atas penyerahan atau atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut. | ||||||||||
(4) | Dasar pengenaan pajak untuk penghitungan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak selain:
|
BAB V
PENGHITUNGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
Pasal 15
(1) | Pengusaha Kena Pajak yang:
| ||||||
(2) | Besaran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil perkalian formula tertentu dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa Harga Jual, Penggantian, atau nilai tertentu. | ||||||
(3) | Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, yang berhubungan dengan penyerahan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dikreditkan. | ||||||
(4) | Dalam hal Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan besaran tertentu dan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilai terutangnya tidak dipungut atau dibebaskan sebagaimana diatur dalam Pasal 16B Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
Dalam hal Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) yang menyerahkan Barang Kena Pajak dengan menggunakan besaran tertentu melakukan:
a. | penyerahan dari pusat ke cabang atau sebaliknya; dan/atau |
b. | penyerahan antarcabang, |
atas penyerahan Barang Kena Pajak tersebut, Pengusaha Kena Pajak memungut Pajak Pertambahan Nilai terutang dengan dasar pengenaan pajak berupa nilai tertentu sebesar Rp0,00 (nol rupiah).
(1) | Dalam hal Pajak Pertambahan Nilai menjadi bagian dari harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan menggunakan formula T/(100%+T) dari harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. | ||||
(2) | Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga terutang Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan telah menjadi bagian dari harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak, penghitungan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah menggunakan formula sebagai berikut:
| ||||
(3) | Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan sebagian atau seluruh kewajiban pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dasar pengenaan pajak untuk menentukan besarnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang ditetapkan sesuai hasil pemeriksaan. | ||||
(4) | Besarnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung berdasarkan tarif dikalikan dasar pengenaan pajak sesuai hasil pemeriksaan. | ||||
(5) | Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan Pengusaha yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajibannya, dasar pengenaan pajak dan besarnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang ditetapkan dan dihitung sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4). |
(1) | Kontrak atau perjanjian tertulis mengenai penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak paling sedikit harus memuat:
|
(2) | Dalam hal nilai kontrak atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dalam kontrak atau perjanjian tertulis harus disebutkan nilai kontrak atau perjanjian tertulis tersebut termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. |
(3) | Dalam hal kontrak atau perjanjian tertulis tidak menyebutkan nilai kontrak atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, nilai kontrak atau perjanjian tersebut dianggap sebagai dasar pengenaan pajak. |
(1) | Penghapusan piutang tidak mengakibatkan dilakukan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah:
|
(2) | Atas Barang Kena Pajak yang musnah atau rusak sehingga tidak dapat digunakan lagi karena di luar kekuasaan Pengusaha Kena Pajak atau keadaan kahar, tidak mengakibatkan dilakukan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dikreditkan sebagai Pajak Masukan atau dibebankan sebagai biaya untuk perolehan Barang Kena Pajak yang musnah atau rusak tersebut. |
(1) | Dalam hal:
| ||||||||||
(2) | Pihak yang terpungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
Dalam hal transaksi atas:
a. | impor Barang Kena Pajak; |
b. | penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean; |
c. | penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean; |
d. | Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean; dan/atau |
e. | Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, |
dilakukan dengan menggunakan mata uang selain Rupiah, penghitungan besarnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang harus dikonversi ke dalam satuan mata uang Rupiah dengan menggunakan kurs yang ditetapkan Menteri yang berlaku pada saat Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak seharusnya dibuat.
BAB VI
TEMPAT PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
Pasal 22
(1) | Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak harus dikreditkan dengan Pajak Keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. |
(2) | Dalam hal impor Barang Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau berdasarkan permohonan tertulis dari Pengusaha Kena Pajak dapat menentukan tempat lain selain tempat dilakukannya impor Barang Kena Pajak sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Ketentuan mengenai tata cara penentuan tempat lain selain tempat dilakukannya impor Barang Kena Pajak sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. |
BAB VII
SAAT DAN TEMPAT TERUTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK
PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
Pasal 23
(1) | Terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terjadi pada saat:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) | Dalam hal:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) | Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) | Impor Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terjadi pada saat Barang Kena Pajak tersebut dimasukkan ke dalam Daerah Pabean. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) | Penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terjadi pada saat:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e, terjadi pada saat yang lebih dahulu terjadi di antara saat:
| ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(7) | Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean terjadi pada tanggal ditandatanganinya kontrak atau perjanjian, dalam hal saat terjadinya Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak diketahui. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(8) | Ekspor Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f terjadi pada saat Barang Kena Pajak berwujud dikeluarkan dari Daerah Pabean. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(9) | Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g terjadi pada saat Penggantian atas Barang Kena Pajak tidak berwujud yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(10) | Ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h terjadi pada saat Penggantian atas Jasa Kena Pajak yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan. |
(1) | Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a untuk penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang bergerak yang dilakukan secara konsinyasi, bagi consignor, terjadi pada saat harga atas penyerahan Barang Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak consignor, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten. |
(2) | Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a untuk penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang bergerak yang dilakukan secara konsinyasi, bagi consignee, terjadi pada saat:
|
(1) | Pengusaha Kena Pajak yang terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah pada lebih dari 1 (satu) tempat kegiatan usaha, dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya dapat menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memilih 1 (satu) tempat atau lebih sebagai tempat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. |
(2) | Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyelenggarakan administrasi penjualan dan administrasi keuangan secara terpusat pada 1 (satu) atau lebih tempat kegiatan usaha yang dipilih tersebut. |
(1) | Faktur Pajak wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak pada saat penyerahan atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), ayat (5), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10), serta Pasal 24. |
(2) | Faktur Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat tidak diperlakukan sebagai Faktur Pajak. |
(3) | Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap tidak membuat Faktur Pajak. |
(4) | Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan. |
(1) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) harus mencantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak. | ||||||||||||||||||||||
(2) | Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
| ||||||||||||||||||||||
(3) | Nomor induk kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 mempunyai kedudukan yang sama dengan nomor pokok wajib pajak dalam rangka pembuatan Faktur Pajak dan pengkreditan Pajak Masukan. | ||||||||||||||||||||||
(4) | Faktur Pajak yang dibuat dengan mencantumkan identitas Pembeli atau Penerima Jasa berupa nama, alamat, dan nomor induk kependudukan, bagi subjek pajak dalam negeri orang pribadi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 merupakan Faktur Pajak yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b angka 1 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. | ||||||||||||||||||||||
(5) | Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak Pembeli atau Penerima Jasa sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan Pajak Masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak. |
(2) | Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibuat pada saat penyerahan atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10), serta Pasal 24. |
(3) | Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) , ayat (3), dan ayat (4) berlaku mutatis mutandis untuk dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat d). |
(1) | Dalam hal terdapat perubahan tarif Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku, penghitungan Pajak Pertambahan Nilai terutang yang tercantum dalam Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||
(2) | Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pembeli dan/atau Penerima Jasa dengan karakteristik konsumen akhir, termasuk yang dilakukan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, merupakan Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran. |
(2) | Ketentuan mengenai tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Pembeli dan/atau Penerima Jasa dengan karakteristik konsumen akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. |
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari:
a. | Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271); dan |
b. | Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6621), |
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
a. | Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271); dan |
b. | Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan untuk Mendukung Kemudahan Berusaha (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6621), |
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Desember 2022 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Desember 2022
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PRATIKNO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 217