Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021

Fri, 29 October 2021

Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Untuk Pencapaian Target Kontribusi Yang Ditetapkan Secara Nasional Dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 98 TAHUN 2021
TENTANG
PENYELENGGARAAN NILAI EKONOMI KARBON UNTUK PENCAPAIAN TARGET
KONTRIBUSI YANG DITETAPKAN SECARA NASIONAL DAN PENGENDALIAN
EMISI GAS RUMAH KACA DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa berbagai dampak dan akibat perubahan iklim mempengaruhi kualitas kehidupan masyarakat sehingga perlu dilakukan langkah-langkah perlindungan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
  2. bahwa dalam rangka mengendalikan perubahan iklim, Pemerintah telah melakukan ratifikasi Paris Agreement melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim) yang didalamnya memuat kewajiban Pemerintah dalam kontribusi pengurangan emisi gas rumah kaca yang ditetapkan secara nasional untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2°C (dua derajat celcius) hingga 1,5°C (satu koma lima derajat celcius) dari tingkat suhu praindustrialisasi;
  3. bahwa karbon sebagai indikator universal dalam mengukur kinerja upaya pengendalian perubahan iklim yang direfleksikan dalam kontribusi yang ditetapkan secara nasional, selain mempunyai nilai ekonomi yang penting dan memiliki dimensi internasional utamanya berupa manfaat ekonomi bagi masyarakat juga sebagai refleksi prinsip pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan sesuai amanat Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  4. bahwa nilai ekonomi karbon merupakan salah satu instrumen dalam mewujudkan kewajiban Pemerintah dalam kontribusi pengurangan emisi gas rumah kaca sebagaimana dimaksud dalam huruf b, melalui pemilihan aksi mitigasi dan adaptasi yang paling efisien, efektif, dan berkeadilan tanpa mengurangi capaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional;
  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional;

Mengingat :

  1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3557);
  3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
  4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
  5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
  6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
  7. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 204, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5939);
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 228, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6134);


MEMUTUSKAN:


Menetapkan :

PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENYELENGGARAAN NILAI EKONOMI KARBON UNTUK PENCAPAIAN TARGET KONTRIBUSI YANG DITETAPKAN SECARA NASIONAL DAN PENGENDALIAN EMISI GAS RUMAH KACA DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
  1. Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional atau Nationally Determined Contribution yang selanjutnya disingkat NDC adalah komitmen nasional bagi penanganan perubahan iklim global dalam rangka mencapai tujuan Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim (Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change).
  2. Nilai Ekonomi Karbon yang selanjutnya disingkat NEK adalah nilai terhadap setiap unit emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan kegiatan ekonomi.
  3. Gas Rumah Kaca yang selanjutnya disingkat GRK adalah gas yang terkandung dalam atmosfer, baik alami maupun antropogenik, yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi inframerah.
  4. Emisi GRK adalah lepasnya GRK ke atmosfer pada suatu area tertentu dalam jangka waktu tertentu.
  5. Ketahanan Iklim adalah kemampuan untuk mengantisipasi, mempersiapkan dan merespon dampak, risiko dan kerentanan akibat perubahan iklim pada wilayah dan kehidupan masyarakat.
  6. Mitigasi Perubahan Iklim adalah usaha pengendalian untuk mengurangi risiko akibat perubahan iklim melalui kegiatan yang dapat menurunkan emisi atau meningkatkan penyerapan GRK dan penyimpanan/penguatan cadangan karbon dari berbagai sumber emisi.
  7. Aksi Mitigasi Perubahan Iklim adalah kegiatan yang dapat mengurangi Emisi GRK, meningkatkan serapan karbon dan/atau penyimpanan/penguatan cadangan karbon.
  8. Baseline Business as Usual Emisi GRK yang selanjutnya disebut Baseline Emisi GRK adalah perkiraan tingkat emisi dan proyeksi GRK pada sektor-sektor atau kegiatan-kegiatan yang telah diidentifikasi dalam jangka waktu yang telah ditetapkan tanpa intervensi kebijakan dan/atau teknologi mitigasi.
  9. Adaptasi Perubahan Iklim adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan kejadian ekstrim sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi.
  10. Kapasitas Adaptasi Perubahan Iklim adalah potensi atau kemampuan suatu sistem untuk menyesuaikan diri dengan perubahan iklim, termasuk variabilitas iklim dan iklim ekstrim, sehingga potensi kerusakannya dapat dikurangi atau dicegah.
  11. Aksi Adaptasi Perubahan Iklim adalah tindakan menyesuaikan diri untuk mengantisipasi pengaruh buruk iklim nyata, dengan cara membangun strategi antisipasi dan memanfaatkan peluang-peluang yang menguntungkan.
  12. Baseline Business as Usual Ketahanan Iklim yang selanjutnya disebut Baseline Ketahanan Iklim adalah proyeksi potensi dampak perubahan iklim terhadap suatu wilayah pada sektor dan kegiatan yang telah teridentifikasi dalam jangka waktu yang telah ditetapkan tanpa intervensi kebijakan dan/atau teknologi adaptasi.
  13. Batas Atas Emisi GRK adalah tingkat Emisi GRK paling tinggi yang ditetapkan dalam suatu periode tertentu.
  14. Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim yang selanjutnya disingkat SRN PPI adalah sistem pengelolaan, penyediaan data dan informasi berbasis web tentang aksi dan sumber daya untuk Mitigasi Perubahan Iklim, Adaptasi Perubahan Iklim, dan NEK di Indonesia.
  15. Unit Karbon adalah bukti kepemilikan karbon dalam bentuk sertifikat atau persetujuan teknis yang dinyatakan dalam 1 (satu) ton karbondioksida yang tercatat dalam SRN PPI.
  16. Tingkat Emisi GRK adalah kondisi Emisi GRK dalam satu jangka waktu tertentu yang dapat diperbandingkan berdasarkan hasil penghitungan GRK dengan menggunakan metode dan faktor emisi/serapan yang konsisten sehingga dapat menunjukkan tren perubahan tingkat emisi dari tahun ke tahun.
  17. Perdagangan Karbon adalah mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi Emisi GRK melalui kegiatan jual beli Unit Karbon.
  18. Perdagangan Emisi adalah mekanisme transaksi antara Pelaku Usaha yang memiliki emisi melebihi Batas Atas Emisi yang ditentukan.
  19. Pengimbangan Emisi GRK yang selanjutnya disebut Offset Emisi GRK adalah pengurangan Emisi GRK yang dilakukan oleh usaha dan/atau kegiatan untuk mengkompensasi emisi yang dibuat di tempat lain.
  20. Pembayaran Berbasis Kinerja (Result-Based Payment) adalah insentif atau pembayaran yang diperoleh dari hasil capaian pengurangan Emisi GRK yang telah perifikasi dan/atau tersertifikasi dan manfaat selain karbon yang telah palidasi.
  21. Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi atau Measurement, Reporting, and Verification yang selanjutnya disingkat MRV adalah kegiatan untuk memastikan bahwa data dan/atau informasi Aksi Mitigasi dan Aksi Adaptasi telah dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan/atau standar yang telah ditetapkan serta dijamin kebenarannya.
  22. Hak Atas Karbon adalah penguasaan karbon oleh negara.
  23. Bursa Karbon adalah suatu sistem yang mengatur mengenai pencatatan cadangan karbon, Perdagangan Karbon, dan status kepemilikan Unit Karbon.
  24. Pungutan Atas Karbon adalah pungutan negara, baik pusat maupun daerah yang dikenakan terhadap barang dan/atau jasa yang memiliki potensi dan/atau kandungan karbon dan/atau usaha dan/atau kegiatan yang memiliki potensi emisi karbon dan/atau mengemisikan karbon yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup dan/atau kinerja Aksi Mitigasi.
  25. Inventarisasi Emisi GRK adalah kegiatan untuk memperoleh data dan informasi mengenai tingkat, status, dan kecenderungan perubahan Emisi GRK secara berkala dari berbagai sumber emisi dan penyerapnya.
  26. Inventarisasi Dampak Perubahan Iklim adalah kegiatan untuk memperoleh data dan informasi mengenai tingkat, status, dan kecenderungan dampak perubahan iklim secara berkala dari berbagai faktor penyebab dan Kapasitas Adaptasi Perubahan Iklim.
  27. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh-menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup.
  28. Serapan GRK adalah diserapnya GRK dari atmosfer secara alami maupun melalui rekayasa teknologi pada suatu area tertentu dalam jangka waktu tertentu.
  29. Data Aktivitas adalah besaran kuantitatif kegiatan atau aktivitas manusia yang dapat melepaskan dan/atau menyerap GRK.
  30. Faktor Emisi GRK adalah besaran Emisi GRK yang dilepaskan ke atmosfer per satuan aktivitas tertentu.
  31. Sertifikat Pengurangan Emisi GRK adalah surat bentuk bukti pengurangan emisi oleh usaha dan/atau kegiatan yang telah melalui MRV, serta tercatat dalam SRN PPI dalam bentuk nomor dan/atau kode registri.
  32. Sektor adalah sektor NDC yang memiliki bidang kegiatan terkait Emisi GRK, tidak merujuk pada pengertian administrasi atau instansi yang secara umum membina atau mengatur kegiatan.
  33. Sub Sektor adalah sub sektor NDC yang memiliki sub bidang kegiatan terkait Emisi GRK, tidak merujuk pada pengertian administrasi atau instansi yang secara umum membina atau mengatur kegiatan.
  34. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
  35. Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu.


BAB II
MAKSUD, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP

Bagian Kesatu
Maksud dan Tujuan

Pasal 2


(1)Peraturan Presiden ini dimaksudkan sebagai dasar penyelenggaraan NEK dan sebagai pedoman pengurangan Emisi GRK melalui kebijakan, langkah, serta kegiatan untuk pencapaian target NDC dan mengendalikan Emisi GRK dalam pembangunan nasional.
(2)Penyelenggaraan NEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan di dalam negeri dan/atau luar negeri tanpa mempengaruhi target NDC.
(3)Target NDC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. menetapkan kebijakan dan langkah serta implementasi kegiatan sesuai komitmen Pemerintah berupa Pengurangan Emisi GRK 29% (dua puluh sembilan persen) sampai dengan 41% (empat puluh satu persen) pada tahun 2030 dibandingkan dengan Baseline Emisi GRK; dan
  2. membangun ketahanan nasional, kewilayahan, dan masyarakat dari berbagai risiko atas kondisi perubahan iklim atau Ketahanan Iklim.
(4)Pengendalian Emisi GRK dilakukan dengan kebijakan dalam pembangunan nasional, pusat dan daerah serta dari, untuk, dan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, Pelaku Usaha, dan masyarakat.
(5)Upaya pencapaian target NDC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk menuju arah pembangunan rendah Emisi GRK dan berketahanan iklim pada tahun 2050.
(6)Target NDC sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disesuaikan dengan peninjauan NDC, paling sedikit satu kali dalam 5 (lima) tahun.
(7)Target NDC sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan pengendalian Emisi GRK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlangsung secara terintegrasi dan simultan.
(8)Target NDC sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tertuang dalam dokumen NDC yang disusun dan ditetapkan oleh Menteri dan disampaikan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change).


Pasal 3


(1)Peraturan Presiden ini bertujuan untuk mengatur pengurangan Emisi GRK, peningkatan Ketahanan Iklim, dan NEK dalam rangka pencapaian target NDC sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) merujuk kepada Baseline Emisi GRK pada tahun 2030 sebesar 2.869 (dua ribu delapan ratus enam puluh sembilan) juta ton C02e dan Baseline Ketahanan Iklim serta target Ketahanan Iklim.
(2)Pengurangan Emisi GRK sebesar 29% (dua puluh sembilan persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a merupakan target pengurangan Emisi GRK sebesar 834 (delapan ratus tiga puluh empat) juta ton C02e apabila dilakukan dengan usaha sendiri.
(3)Pengurangan Emisi GRK sampai dengan 41% (empat puluh satu persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a merupakan target pengurangan Emisi GRK sampai dengan 1.185 (seribu seratus delapan puluh lima) juta ton C02e apabila dilakukan dengan kerjasama internasional.
(4)Pengurangan Emisi GRK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) didukung utamanya oleh pengendalian Emisi GRK Sektor kehutanan untuk menjadi penyimpan/penguatan karbon pada tahun 2030 dengan pendekatan carbon net sink dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya pada tahun 2030 (Indonesia Forest and Other Land Use Net Sink 2030).
(5)Baseline Emisi GRK dan target pengurangan Emisi GRK dalam NDC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) termasuk hasil capaian pengurangan Emisi GRK, menjadi dasar pengendalian Emisi GRK dalam pembangunan nasional dan daerah.
(6)Baseline Ketahanan Iklim dan target Ketahanan Iklim dalam NDC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk hasil capaian peningkatan Ketahanan Iklim, menjadi dasar peningkatan Ketahanan Iklim dalam pembangunan nasional dan daerah.


Bagian Kedua
Ruang Lingkup

Pasal 4


Ruang lingkup Peraturan Presiden ini meliputi:
  1. upaya pencapaian target NDC;
  2. tata laksana penyelenggaraan NEK;
  3. kerangka transparansi;
  4. pemantauan dan evaluasi;
  5. pembinaan dan pendanaan; dan
  6. komite pengarah.


BAB III
UPAYA PENCAPAIAN TARGET KONTRIBUSI YANG DITETAPKAN SECARA
NASIONAL ATAU NATIONALLY DETERMINED CONTRIBUTION

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5


(1)Pelaksanaan upaya pencapaian target NDC dilakukan melalui penyelenggaraan:
  1. Mitigasi Perubahan Iklim; dan
  2. Adaptasi Perubahan Iklim.
(2)Pelaksanaan upaya pencapaian target NDC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada strategi implementasi NDC yang merupakan arahan pelaksanaan NDC.
(3)Strategi implementasi NDC sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
  1. pengembangan kepemilikan dan komitmen;
  2. pengembangan kapasitas;
  3. penciptaan kondisi pemungkin;
  4. penyusunan kerangka kerja dan jaringan komunikasi;
  5. kebijakan satu data Emisi GRK dan ketahanan iklim;
  6. penyusunan kebijakan, rencana, dan program;
  7. penyusunan pedoman implementasi NDC;
  8. pelaksanaan NDC; dan
  9. pemantauan dan kaji ulang NDC.
(4)Pelaksanaan upaya pencapaian target NDC sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan secara lebih rinci ke dalam peta jalan yang paling sedikit memuat:
  1. rincian Baseline;
  2. rincian target;
  3. skenario mitigasi;
  4. skenario adaptasi;
  5. tata kelola;
  6. kebutuhan dana;
  7. teknologi; dan
  8. peningkatan kapasitas.
(5)Ketentuan mengenai penyusunan strategi implementasi NDC sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan peta jalan NDC sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri.
 

Bagian Kedua
Mitigasi Perubahan Iklim

Paragraf 1
Umum

Pasal 6


(1)Pelaksanaan upaya pencapaian target NDC melalui penyelenggaraan Mitigasi Perubahan Iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dilakukan dengan:
  1. perencanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim;
  2. pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim; dan
  3. pemantauan dan evaluasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim.
(2)Penyelenggaraan Mitigasi Perubahan Iklim dilaksanakan oleh:
  1. kementerian/lembaga;
  2. pemerintah daerah;
  3. Pelaku Usaha; dan
  4. masyarakat.
(3)Penyelenggaraan Mitigasi Perubahan Iklim dikoordinasikan oleh Menteri.


Pasal 7


(1)Penyelenggaraan Mitigasi Perubahan Iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan pada Sektor dan Sub Sektor.
(2)Sektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
  1. energi;
  2. limbah;
  3. proses industri dan penggunaan produk;
  4. pertanian;
  5. kehutanan; dan/atau
  6. Sektor lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(3)Sub Sektor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
  1. pembangkit;
  2. transportasi;
  3. bangunan;
  4. limbah padat;
  5. limbah cair;
  6. sampah;
  7. industri;
  8. persawahan;
  9. peternakan;
  10. perkebunan;
  11. kehutanan;
  12. pengelolaan gambut dan mangrove; dan/atau
  13. Sub Sektor lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(4)Sektor lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dan Sub Sektor lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf m, ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.


Pasal 8


(1)Mitigasi Perubahan Iklim Sektor lain untuk Sektor kelautan atau blue carbon dilaksanakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.
(2)Kebijakan Sektor kelautan atau blue carbon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan dapat dipertimbangkan dalam Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Sektor lain untuk Sektor kelautan atau blue carbon dalam rangka pencapaian target NDC.


Paragraf 2
Perencanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim

Pasal 9


Perencanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dilakukan melalui tahapan:
  1. Inventarisasi Emisi GRK;
  2. penyusunan dan penetapan Baseline Emisi GRK;
  3. penyusunan dan penetapan target Mitigasi Perubahan Iklim; dan
  4. penyusunan dan penetapan rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim.


Pasal 10


(1)Inventarisasi Emisi GRK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dilaksanakan dengan cara:
  1. pemantauan;
  2. pengumpulan; dan
  3. penghitungan.
(2)Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan untuk mengetahui:
  1. hasil Inventarisasi Emisi GRK tahun sebelumnya;
  2. data aktivitas sumber Emisi GRK dan/atau Serapan GRK termasuk simpanan karbon; dan
  3. Faktor Emisi GRK dan faktor Serapan GRK termasuk simpanan karbon.
(3)Pengumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan untuk mendapatkan:
  1. data aktivitas sumber Emisi GRK dan/atau Serapan GRK termasuk karbon; dan
  2. Faktor Emisi GRK dan/atau Serapan GRK termasuk simpanan karbon.
(4)Penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
  1. penghitungan Emisi GRK dan/atau Serapan GRK termasuk simpanan karbon;
  2. analisis ketidakpastian untuk menilai tingkat akurasi dari emisi dugaan;
  3. analisis kategori kunci yang meliputi sumber Emisi GRK/rosot utama; dan
  4. pengendalian dan penjaminan mutu.
(5)Penghitungan Emisi GRK dan/atau Serapan GRK termasuk simpanan karbon merupakan hasil perkalian antara data aktivitas dengan Faktor Emisi GRK.
(6)Penghitungan Emisi GRK dan/atau Serapan GRK termasuk simpanan karbon dilaksanakan berdasarkan pedoman dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dengan ketelitian penghitungan baik pada data aktivitas maupun Faktor Emisi GRK sesuai dengan ketersediaan data dan tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(7)Jenis Emisi GRK meliputi senyawa:
  1. karbon dioksida (CO2);
  2. metana (CH4);
  3. dinitro oksida (N2O);
  4. hidrofluorokarbon (HFCs);
  5. perfluorokarbon (PFCs); dan
  6. sulfur heksafluorida (SF6).


Pasal 11


(1)Sumber Emisi GRK yang dilakukan dalam Inventarisasi Emisi GRK terdiri atas:
  1. pengadaan dan penggunaan energi;
  2. proses industri dan penggunaan produk;
  3. pertanian;
  4. kehutanan, lahan gambut, dan penggunaan lahan lainnya;
  5. pengelolaan limbah; dan
  6. sumber Emisi GRK lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(2)Inventarisasi Emisi GRK dilaksanakan oleh:
  1. Menteri, untuk Inventarisasi Emisi GRK nasional;
  2. menteri terkait sesuai kewenangannya, untuk Inventarisasi Emisi GRK Sektor;
  3. gubernur, untuk Inventarisasi Emisi GRK provinsi;
  4. bupati/walikota, untuk Inventarisasi Emisi GRK kabupaten/kota; dan
  5. Pelaku Usaha di area usaha dan/atau kegiatannya, untuk Inventarisasi Emisi GRK perusahaan.
(3)Inventarisasi Emisi GRK pada area usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e meliputi:
  1. kegiatan yang mempunyai potensi sebagai sumber Emisi GRK; dan
  2. termasuk dalam Sektor NDC dan/atau Sub Sektor NDC pada target pengurangan Emisi GRK.
(4)Menteri menetapkan sumber Emisi GRK lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f berdasarkan usulan dari menteri terkait.


Pasal 12


Hasil pelaksanaan inventarisasi Emisi GRK dilaporkan setiap tahun dengan mekanisme:
  1. Pelaku Usaha kepada bupati/walikota, gubernur, atau menteri terkait sesuai dengan persetujuan teknis yang didapatkan paling lambat bulan Maret;
  2. bupati/walikota meyampaikan laporan hasil Inventarisasi Emisi GRK kepada Gubernur melalui aplikasi berbasis web paling lambat bulan Maret;
  3. gubernur menyampaikan laporan hasil Inventarisasi Emisi GRK kepada Menteri melalui aplikasi berbasis web paling lambat bulan Juni; dan
  4. menteri terkait menyampaikan laporan hasil Inventarisasi GRK kepada Menteri melalui aplikasi berbasis web paling lambat bulan Juni.


Pasal 13


(1)Penyusunan Baseline Emisi GRK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b dilakukan berdasarkan:
  1. hasil laporan Inventarisasi Emisi GRK setiap tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12;
  2. data historis Emisi GRK pada kurun waktu tertentu;
  3. basis data ilmiah terkait Emisi GRK yang tersedia; dan
  4. aspek ekonomi dan sosial.
(2)Penyusunan Baseline Emisi GRK dilakukan dalam lingkup:
  1. nasional;
  2. Sektor; dan
  3. provinsi.


Pasal 14


(1)Penyusunan Baseline Emisi GRK nasional dikoordinasikan oleh Menteri dan menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi dengan melibatkan menteri terkait.
(2)Baseline Emisi GRK nasional memuat Baseline Emisi GRK Sektor dan total Baseline Emisi GRK semua Sektor.
(3)Hasil penyusunan Baseline Emisi GRK nasional ditetapkan oleh Menteri dan dituangkan dalam dokumen NDC.
(4)Baseline Emisi GRK nasional yang telah ditetapkan Menteri dijadikan dasar untuk:
  1. penetapan target Mitigasi Perubahan Iklim nasional;
  2. penghitungan besarnya pengurangan Emisi GRK dari Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional;
  3. penghitungan pencapaian target Mitigasi Perubahan Iklim; dan
  4. rujukan perencanaan pembangunan nasional.


Pasal 15


(1)Penyusunan Baseline Emisi GRK Sektor dilakukan dengan mengacu pada:
  1. Baseline Emisi GRK nasional;
  2. data berkala inventarisasi Emisi GRK Sektor dalam kurun waktu tertentu;
  3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN); dan
  4. aspek ekonomi dan sosial.
(2)Baseline Emisi GRK Sektor memuat Baseline Emisi GRK Sub Sektor dan total Baseline Emisi GRK semua Sub Sektor.
(3)Penyusunan Baseline Emisi GRK Sektor dilakukan oleh menteri terkait sesuai kewenangannya dengan ketentuan:
  1. Sub Sektor pembangkit, transportasi, bangunan, dan industri, dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral;
  2. Sub Sektor limbah padat, limbah cair, dan sampah, dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
  3. Sub Sektor persawahan, peternakan, dan perkebunan, dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian; dan
  4. Sub Sektor kehutanan, pengelolaan gambut dan mangrove dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan.
(4)Penyusunan Baseline Emisi GRK Sektor dikoordinasikan Menteri dan menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi dengan melibatkan menteri terkait.
(5)Hasil penyusunan Baseline emisi GRK Sektor ditetapkan oleh Menteri.
(6)Baseline Emisi GRK Sektor yang telah ditetapkan Menteri dijadikan dasar untuk:
  1. penetapan target Mitigasi Perubahan Iklim Sektor;
  2. penghitungan besarnya pengurangan Emisi GRK dari Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Sektor;
  3. penghitungan pencapaian target Mitigasi Perubahan Iklim Sektor; dan
  4. rujukan perencanaan pembangunan di tingkat Sektor.


Pasal 16


(1)Penyusunan Baseline Emisi GRK provinsi dilakukan sesuai pedoman penyusunan Baseline Emisi GRK provinsi yang ditetapkan oleh Menteri.
(2)Selain pedoman penyusunan Baseline Emisi GRK provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyusunan Baseline Emisi GRK provinsi dilakukan dengan mengacu pada:
  1. Baseline Emisi GRK nasional;
  2. hasil Inventarisasi Emisi GRK provinsi dan kabupaten/kota;
  3. data seri Emisi GRK dalam kurun waktu tertentu;
  4. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD); dan
  5. aspek ekonomi dan sosial.
(3)Penyusunan Emisi GRK provinsi selain mengacu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga mengacu pada Baseline Emisi GRK Sektor selama telah ditetapkan oleh Menteri.
(4)Gubernur wajib menyusun Baseline Emisi GRK provinsi paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Baseline Emisi GRK nasional ditetapkan.
(5)Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri melakukan pembahasan hasil penyusunan Baseline Emisi GRK provinsi dengan melibatkan menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi, menteri terkait, dan gubernur.
(6)Hasil dari pembahasan penyusunan Baseline Emisi GRK provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh gubernur dan dilaporkan kepada Menteri.
(7)Baseline Emisi GRK provinsi yang telah ditetapkan gubernur dijadikan dasar untuk:
  1. penetapan target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi;
  2. penghitungan besarnya pengurangan Emisi GRK dari Aksi Mitigasi Perubahan Iklim provinsi;
  3. penghitungan pencapaian target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi; dan
  4. rujukan perencanaan pembangunan provinsi.


Pasal 17


(1)Baseline Emisi GRK nasional dan/atau Sektor yang telah ditetapkan oleh Menteri dapat dilakukan perubahan apabila terjadi:
  1. perubahan kebijakan pembangunan nasional terkait dengan perubahan iklim;
  2. penambahan data aktivitas baru;
  3. perubahan Faktor Emisi GRK; dan/atau
  4. perubahan metodologi pada data aktivitas dan/atau Faktor Emisi GRK yang memberikan pengaruh signifikan terhadap penghitungan Emisi GRK.
(2)Perubahan Baseline Emisi GRK nasional dan/atau Sektor dilakukan dengan tahapan:
  1. menteri terkait Sektor menyampaikan usulan perubahan Baseline Emisi GRK nasional dan/atau Sektor kepada Menteri dan tembusannya disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi;
  2. berdasarkan usulan perubahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Menteri dan menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi melakukan koordinasi pembahasan dengan menteri terkait; dan
  3. dalam hal usulan perubahan Baseline Emisi GRK nasional dan/atau Sektor disetujui, Menteri menetapkan perubahan Baseline Emisi GRK nasional dan/atau Sektor.


Pasal 18


(1)Baseline Emisi GRK provinsi yang telah ditetapkan oleh gubernur dapat dilakukan perubahan apabila terjadi:
  1. Baseline Emisi GRK nasional dan/atau Sektor berubah;
  2. perubahan kebijakan pembangunan provinsi terkait dengan perubahan iklim;
  3. penambahan data aktivitas baru; dan/atau
  4. perubahan Faktor Emisi GRK.
(2)Dalam hal perubahan Baseline Emisi GRK nasional dan/atau Sektor berdampak signifikan terhadap Baseline Emisi GRK provinsi, gubernur harus mengubah Baseline Emisi GRK provinsi.
(3)Perubahan Baseline Emisi GRK provinsi dilakukan dengan tahapan:
  1. gubernur menyampaikan usulan perubahan Baseline Emisi GRK provinsi kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri;
  2. Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri melakukan pembahasan perubahan Basline Emisi GRK provinsi dengan melibatkan menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi, menteri terkait, dan gubernur; dan
  3. dalam hal hasil pembahasan perubahan Baseline Emisi GRK provinsi disetujui, gubernur menetapkan perubahan Baseline Emisi GRK provinsi dan melaporkannya kepada Menteri.


Pasal 19


(1)Penyusunan dan penetapan target Mitigasi Perubahan Iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c dilakukan dalam lingkup:
  1. nasional;
  2. Sektor; dan
  3. provinsi.
(2)Target Mitigasi Perubahan Iklim nasional, Sektor, dan provinsi dinyatakan dengan pengurangan Emisi GRK dalam ton C02e.


Pasal 20


(1)Penyusunan target Mitigasi Perubahan Iklim nasional dilakukan dengan paling sedikit mempertimbangkan:
  1. Baseline Emisi GRK nasional;
  2. aspek perekonomian nasional;
  3. aspek sosial;
  4. efektivitas Aksi Mitigasi Perubahan Iklim; dan
  5. kapasitas sumber daya.
(2)Penyusunan target Mitigasi Perubahan Iklim nasional memuat target Mitigasi Perubahan Iklim Sektor dan total target Mitigasi Perubahan Iklim semua Sektor.
(3)Penyusunan target Mitigasi Perubahan Iklim nasional dikoordinasikan oleh Menteri dan menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang kemari timan dan investasi dengan melibatkan menteri terkait.
(4)Hasil penyusunan target Mitigasi Perubahan Iklim nasional ditetapkan oleh Menteri dan dituangkan dalam dokumen NDC.
(5)Target Mitigasi Perubahan Iklim nasional yang telah ditetapkan Menteri dijadikan dasar untuk:
  1. penetapan target Mitigasi Perubahan Iklim Sektor dan provinsi;
  2. penghitungan besarnya pengurangan Emisi GRK dari Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional;
  3. penghitungan pencapaian target Mitigasi Perubahan Iklim nasional; dan
  4. rujukan perencanaan pembangunan nasional.


Pasal 21


(1)Penyusunan target Mitigasi Perubahan Iklim Sektor mengacu pada:
  1. Baseline Emisi GRK Sektor;
  2. target Mitigasi Perubahan Iklim nasional;
  3. aspek perekonomian dan sosial nasional;
  4. efektivitas Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Sub Sektor; dan
  5. kapasitas sumber daya.
(2)Target Mitigasi Perubahan Iklim Sektor memuat target Mitigasi Perubahan Iklim Sub Sektor dan total target Mitigasi Perubahan Iklim semua Sub Sektor.
(3)Penyusunan target Mitigasi Perubahan Iklim Sektor dilakukan oleh menteri terkait sesuai kewenangannya dengan ketentuan:
  1. Sub Sektor pembangkit, transportasi, bangunan, dan industri, dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral;
  2. Sub Sektor limbah padat, limbah cair, dan sampah, dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
  3. Sub Sektor persawahan, peternakan, dan perkebunan, dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian; dan
  4. Sub Sektor kehutanan, pengelolaan gambut dan mangrove dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan.
(4)Penyusunan target Mitigasi Perubahan Iklim Sektor dikoordinasikan Menteri dan menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi dengan melibatkan menteri terkait.
(5)Hasil penyusunan target Mitigasi Perubahan Iklim Sektor ditetapkan oleh Menteri.
(6)Target Mitigasi Perubahan Iklim Sektor yang telah ditetapkan dijadikan dasar untuk:
  1. penetapan target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi;
  2. penghitungan besarnya pengurangan Emisi GRK dari Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Sektor;
  3. penghitungan pencapaian target Mitigasi Perubahan Iklim Sektor; dan
  4. rujukan perencanaan pembangunan Sektor.


Pasal 22


(1)Penyusunan target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi dilakukan sesuai pedoman penyusunan target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi yang ditetapkan oleh Menteri.
(2)Selain pedoman penyusunan target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyusunan target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi dilakukan dengan mengacu pada:
  1. Baseline Emisi GRK provinsi;
  2. target Mitigasi Perubahan Iklim nasional;
  3. target Mitigasi Perubahan Iklim Sektor;
  4. aspek perekonomian provinsi;
  5. aspek sosial;
  6. efektivitas Aksi Mitigasi Perubahan Iklim provinsi; dan
  7. kapasitas sumber daya.
(3)Gubernur wajib menyusun target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi paling lambat 6 (enam) bulan setelah target Mitigasi Perubahan Iklim nasional ditetapkan.
(4)Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri melakukan pembahasan hasil penyusunan target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi dengan melibatkan menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi, menteri terkait, dan gubernur.
(5)Hasil pembahasan penyusunan target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh gubernur dan dilaporkan kepada Menteri.
(6)Target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi yang telah ditetapkan gubernur dijadikan dasar untuk:
  1. penghitungan besarnya pengurangan Emisi GRK dari Aksi Mitigasi Perubahan Iklim provinsi;
  2. penghitungan pencapaian target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi; dan
  3. rujukan perencanaan pembangunan provinsi.


Pasal 23


(1)Target Mitigasi Perubahan Iklim nasional dan/atau Sektor yang telah ditetapkan oleh Menteri dapat dilakukan perubahan apabila terjadi:
  1. perubahan kebijakan pembangunan nasional terkait dengan perubahan iklim;
  2. penambahan ruang lingkup data aktivitas baru di tingkat nasional atau Sektor;
  3. peningkatan ambisi melalui penambahan kegiatan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim baru di tingkat nasional atau sektor; dan/atau
  4. peningkatan ketelitian baik pada data aktivitas maupun Faktor Emisi GRK.
(2)Perubahan target Mitigasi Perubahan Iklim nasional dan/atau Sektor dilakukan dengan tahapan:
  1. menteri terkait Sektor menyampaikan usulan perubahan target Mitigasi Perubahan Iklim nasional dan/atau Sektor kepada Menteri dan tembusannya disampaikan    kepada    menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi;
  2. berdasarkan usulan perubahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Menteri dan menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi melakukan koordinasi pembahasan dengan menteri terkait; dan
  3. dalam hal usulan perubahan target Mitigasi Perubahan Iklim nasional dan/atau Sektor disetujui, Menteri menetapkan perubahan target Mitigasi Perubahan Iklim nasional dan/atau Sektor.


Pasal 24


(1)Target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi yang telah ditetapkan oleh gubernur dapat dilakukan perubahan apabila terjadi:
  1. target Mitigasi Perubahan Iklim nasional dan/atau Sektor berubah;
  2. perubahan kebijakan pembangunan provinsi terkait dengan perubahan iklim;
  3. penambahan ruang lingkup data aktivitas baru di tingkat provinsi;
  4. peningkatan ambisi melalui penambahan kegiatan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim baru di tingkat provinsi; dan/atau
  5. peningkatan ketelitian baik pada data aktivitas maupun Faktor Emisi GRK.
(2)Dalam hal perubahan target Mitigasi Perubahan Iklim nasional dan/atau Sektor berdampak signifikan terhadap target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi, gubernur harus mengubah target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi.
(3)Perubahan target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi dilakukan dengan tahapan:
  1. gubernur menyampaikan usulan perubahan target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri;
  2. Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri melakukan pembahasan perubahan target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi dengan melibatkan menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi, menteri terkait, dan gubernur; dan
  3. dalam hal hasil pembahasan perubahan target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi disetujui, gubernur menetapkan perubahan target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi dan melaporkannya kepada Menteri.


Pasal 25


(1)Penghitungan besarnya pengurangan Emisi GRK dilakukan dengan membandingkan antara Baseline Emisi GRK dengan hasil inventarisasi Emisi GRK tahun berjalan.
(2)Penghitungan besarnya pengurangan Emisi GRK dilaksanakan melalui:
  1. Aksi Mitigasi Perubahan Iklim; atau
  2. penetapan Batas Atas Emisi GRK.
(3)Aksi Mitigasi Perubahan Iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dengan menyusun rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim dalam lingkup:
  1. nasional; dan
  2. provinsi.
(4)Untuk efisiensi dan efektivitas serta memberikan gambaran yang menyeluruh dan komprehensif, penyusunan rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional dan Sektor dapat digabungkan dalam peta jalan NDC.
(5)Penghitungan besarnya pengurangan Emisi GRK melalui penetapan Batas Atas Emisi GRK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan menyusun dan menetapkan tingkat Emisi GRK Sub Sektor serta usaha dan/atau kegiatan oleh menteri terkait.
(6)Batas Atas Emisi GRK Sub Sektor serta usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (5) disusun berdasarkan:
  1. Baseline Emisi GRK Sektor;
  2. target NDC nasional pada Sektor;
  3. hasil inventarisasi Emisi GRK; dan/atau
  4. waktu pencapaian target.


Pasal 26


(1)Penyusunan rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) huruf a dilakukan dengan mempertimbangkan:
  1. Baseline Emisi GRK dan target Mitigasi Perubahan Iklim nasional yang dituangkan dalam NDC;
  2. strategi implementasi NDC;
  3. aspek perekonomian nasional;
  4. aspek sosial;
  5. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP);
  6. hasil review rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim yang ada dan potensi ke Aksi Mitigasi Perubahan Iklim;
  7. hasil penandaan kegiatan dan anggaran terhadap pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN); dan
  8. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH).
(2)Rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional paling sedikit memuat:
  1. kebijakan terkait Mitigasi Perubahan Iklim dari Sektor energi, proses industri dan penggunaan produk, limbah, pertanian, kehutanan dan tata guna lahan lainnya, termasuk Sub Sektor; dan
  2. strategi pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional.
(3)Kebijakan terkait Mitigasi Perubahan Iklim nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas:
  1. arah kebijakan nasional terkait perubahan iklim;
  2. kebijakan Sektor terkait dalam perubahan iklim; dan
  3. program dan rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional, Sektor, dan Sub Sektor.
(4)Strategi pelaksanaan rencana aksi Perubahan Iklim nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b paling sedikit memuat:
  1. alokasi Baseline Emisi GRK dan target pengurangan Emisi GRK Sektor dan Sub Sektor;
  2. penjabaran program, kegiatan mitigasi dan rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim per Sektor dan Sub Sektor berikut rencana pencapaian target pengurangan Emisi GRK; dan
  3. tata waktu rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional, Sektor dan Sub Sektor.
(5)Mekanisme penyusunan rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional dilakukan dengan tahapan:
  1. menteri terkait menyusun rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional sesuai Sektor dan Sub Sektor berdasarkan capaian target pengurangan Emisi GRK yang akan dicapai pada Sektor dan Sub Sektor;
  2. hasil penyusunan sebagaimana dimaksud dalam huruf a disampaikan kepada Menteri;
  3. Menteri dan menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi mengoordinasikan pembahasan dengan melibatkan menteri terkait;
  4. Menteri melakukan konsultasi publik dengan melibatkan menteri terkait; dan
  5. hasil pembahasan dan konsultasi publik ditetapkan sebagai rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional oleh Menteri.
(6)Rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional dapat menjadi satu dokumen dengan peta jalan NDC.


Pasal 27


(1)Penyusunan Rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) huruf b dilakukan dengan mempertimbangkan:
  1. Baseline Emisi GRK provinsi;
  2. target Mitigasi Perubahan Iklim provinsi;
  3. rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional;
  4. dokumen NDC, peta jalan NDC, dan strategi implementasi NDC;
  5. rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional;
  6. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) provinsi;
  7. Program Prioritas Nasional dan Proyek Strategis Nasional di provinsi;
  8. aspek perekonomian dan sosial provinsi;
  9. efektivitas Aksi Mitigasi Perubahan Iklim provinsi; dan
  10. kapasitas sumber daya.
(2)Penyusunan rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim provinsi dilakukan sesuai pedoman penyusunan rencana aksi Perubahan Iklim provinsi yang ditetapkan oleh Menteri.
(3)Gubernur wajib menyusun rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim provinsi paling lambat 6 (enam) bulan setelah rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional ditetapkan Menteri.
(4)Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri melakukan pembahasan hasil penyusunan rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim provinsi dengan melibatkan menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi, menteri terkait, dan gubernur.
(5)Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan sebagai rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim provinsi oleh gubernur.


Paragraf 3
Pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim

Pasal 28


(1)Pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dilakukan dalam lingkup:
  1. nasional; dan
  2. provinsi.
(2)Pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional dilakukan pada setiap Sektor dengan mekanime:
  1. energi, dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral, perhubungan, perindustrian, pekerjaan umum, dan dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral;
  2. limbah, dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, perindustrian, pertanian, pekerjaan umum, dan dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
  3. proses industri dan penggunaan produk, dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian;
  4. pertanian, dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian; dan
  5. kehutanan, dilakukan oleh menteri/kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan, pengelolaan gambut dan mangrove, dan dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan.
(3)Pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional dikoordinasikan oleh Menteri dan menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi.
(4)Pelaksanaan Aksi Mitigasi Pembahan Iklim provinsi dilakukan oleh gubernur dan bupati/walikota terhadap Aksi Mitigasi Pembahan Iklim di daerah sesuai dengan rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim provinsi.
(5)Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten/kota, Pelaku Usaha, dan/atau masyarakat berperan dalam pengurangan Emisi GRK sebagai bagian dari pengurangan Emisi GRK pada Sektor dan Sub Sektor.


Paragraf 4
Pemantauan dan Evaluasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim

Pasal 29


(1)Pemantauan dan evaluasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c dilakukan dalam lingkup:
  1. nasional; dan
  2. provinsi.
(2)Pemantauan dan evaluasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk pelaksanaan kegiatan yang berpengaruh penting paling sedikit meliputi:
  1. kebijakan dan kelembagaan;
  2. pendanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim;
  3. pengembangan teknologi;
  4. penelitian;
  5. peningkatan kapasitas dan kepedulian masyarakat; dan
  6. penegakan hukum dan kepatuhan hukum.
(3)Pemantauan dan evaluasi terhadap Aksi Mitigasi Pembahan Iklim nasional meliputi Sektor:
  1. energi, dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral, perhubungan, perindustrian, pekerjaan umum, dan dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral;
  2. limbah, dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, perindustrian, pertanian, pekerjaan umum, dan dikoordinasikan oleh Menteri;
  3. proses industri dan penggunaan produk, dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian;
  4. pertanian, dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian; dan
  5. kehutanan dilakukan oleh menteri/kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan, pengelolaan gambut, kawasan pesisir, dan dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan.
(4)Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional dikoordinasikan oleh Menteri dan menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi.
(5)Hasil pemantauan dan evaluasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional yang dilakukan oleh menteri terkait disampaikan kepada Menteri.
(6)Pemantauan dan evaluasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim provinsi dilakukan oleh gubernur.
(7)Hasil pemantauan dan evaluasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim provinsi yang dilakukan oleh gubernur disampaikan kepada Menteri.


Pasal 30


Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Mitigasi Perubahan Iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 29 diatur dalam Peraturan Menteri.


Bagian Ketiga
Adaptasi Perubahan Iklim

Paragraf 1
Umum

Pasal 31


(1)Pelaksanaan upaya pencapaian target NDC melalui penyelenggaraan Adaptasi Perubahan Iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dilakukan untuk:
  1. meningkatkan Kapasitas Adaptasi Perubahan Iklim;
  2. menurunkan tingkat kerentanan dan/atau risiko perubahan iklim;
  3. memanfaatkan peluang perubahan iklim; dan
  4. menurunkan potensi kerugian dan kerusakan akibat perubahan iklim.
(2)Penyelenggaraan Adaptasi Perubahan Iklim dilakukan pada bidang:
  1. pangan;
  2. air;
  3. energi;
  4. kesehatan;
  5. ekosistem; dan/atau
  6. lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, kebutuhan ketahanan, dan kapasitas nasional.
(3)Bidang lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.


Pasal 32


(1)Adaptasi Perubahan Iklim bidang lain untuk bidang kelautan atau blue carbon dilaksanakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.
(2)Kebijakan bidang kelautan atau blue carbon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan dapat dipertimbangkan dalam Aksi Adaptasi Perubahan Iklim bidang lain untuk bidang kelautan atau blue carbon dalam rangka pencapaian target NDC.


Pasal 33


Penyelenggaraan Adaptasi Perubahan Iklim dilakukan melalui tahapan:
  1. perencanaan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim;
  2. pelaksanaan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim; dan
  3. pemantauan dan evaluasi Aksi Adaptasi Perubahan Iklim.


Paragraf 2
Perencanaan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim

Pasal 34


Perencanaan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a dilakukan untuk mencapai Ketahanan Iklim melalui tahapan:
  1. inventarisasi dampak Perubahan Iklim;
  2. penyusunan dan penetapan Baseline Ketahanan Iklim;
  3. penyusunan dan penetapan target Ketahanan Iklim; dan
  4. penyusunan dan penetapan rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim.


Pasal 35


(1)Inventarisasi dampak Perubahan Iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a dilakukan dengan tahapan:
  1. identifikasi wilayah yang mengalami peningkatan suhu udara berdasarkan data historis dan proyeksinya; dan
  2. identifikasi dampak perubahan iklim pada bidang prioritas di wilayah sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(2)Inventarisasi dampak perubahan iklim disusun oleh menteri dan/atau kepala lembaga terkait.
(3)Hasil inventarisasi dampak perubahan iklim paling sedikit memuat:
  1. tingkat kerentanan, risiko, dan dampak perubahan iklim; dan
  2. pilihan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim.


Pasal 36


(1)Penyusunan Baseline Ketahanan Iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf b dilaksanakan berdasarkan:
  1. hasil inventarisasi dampak perubahan iklim;
  2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP); dan
  3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
(2)Baseline Ketahanan Iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan dasar dalam:
  1. penetapan target Ketahanan Iklim;
  2. penyusunan rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim; dan
  3. pengukuran besarnya capaian Ketahanan Iklim.
(3)Penyusunan Baseline Ketahanan Iklim dilakukan oleh menteri dan/atau kepala lembaga terkait dan dikoordinasikan oleh Menteri.
(4)Hasil penyusunan Baseline Ketahanan Iklim ditetapkan oleh Menteri dan dituangkan dalam dokumen NDC.


Pasal 37


(1)Penyusunan target Ketahanan Iklim nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf c paling sedikit berdasarkan:
  1. Baseline Ketahanan Iklim;
  2. peta jalan dan strategi implementasi NDC;
  3. pertumbuhan perekonomian nasional;
  4. aspek sosial dan budaya;
  5. kesetaraan gender dan kelompok rentan;
  6. efektivitas Aksi Adaptasi Perubahan Iklim; dan
  7. prioritas pembangunan nasional.
(2)Penyusunan target Ketahanan Iklim dilakukan oleh menteri/kepala lembaga terkait dan dikoordinasikan oleh Menteri.
(3)Hasil penyusunan target Ketahanan Iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri dan dituangkan dalam dokumen NDC.


Pasal 38


(1)Baseline Ketahanan Iklim dan/atau target Ketahanan Iklim yang telah ditetapkan oleh Menteri dapat dilakukan perubahan apabila terjadi:
  1. bencana alam dan non alam;
  2. perubahan kebijakan pembangunan terkait dengan perubahan iklim; dan/atau
  3. perubahan metodologi pada analisa kerentanan risiko dan dampak perubahan iklim yang memberikan pengaruh signifikan.
(2)Perubahan Baseline Ketahanan Iklim dan/atau target Ketahanan Iklim dilakukan dengan tahapan:
  1. menteri dan/atau kepala lembaga terkait sesuai dengan kewenangannya menyampaikan usulan perubahan Baseline dan/atau target Ketahanan Iklim kepada Menteri;
  2. berdasarkan usulan perubahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Menteri melakukan koordinasi dengan menteri dan/atau kepala lembaga terkait; dan
  3. dalam hal usulan perubahan Baseline dan/atau target Ketahanan Iklim disetujui, Menteri menetapkan perubahan Baseline dan/atau target Ketahanan Iklim.


Pasal 39


Penyusunan dan penetapan rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf d dilakukan dalam lingkup:
  1. nasional;
  2. provinsi; dan
  3. kabupaten/kota.


Pasal 40


(1)Penyusunan rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim nasional dilakukan melalui tahapan:
  1. penyusunan pilihan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim; dan
  2. penetapan prioritas Aksi Adaptasi Perubahan Iklim.
(2)Penyusunan rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim nasional mengacu pada:
  1. Baseline dan target Ketahanan Iklim;
  2. dokumen NDC, peta jalan NDC, dan strategi implementasi NDC;
  3. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) nasional;
  4. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) nasional; dan
  5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional.
(3)Rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim nasional paling sedikit memuat:
  1. kebijakan terkait Adaptasi Perubahan Iklim pada setiap bidang; dan
  2. strategi pelaksanaan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim.
(4)Kebijakan terkait Adaptasi Perubahan Iklim nasional pada setiap bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a paling sedikit memuat:
  1. kebijakan bidang terkait Adaptasi Perubahan Iklim; dan
  2. program dan kegiatan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim.
(5)Strategi pelaksanaan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b paling sedikit memuat:
  1. penjabaran program, kegiatan Adaptasi Perubahan Iklim dan rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim berikut rencana pencapaian target ketahanan iklimnya; dan
  2. sumber daya dan tata waktu rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim.
(6)Penyusunan rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim nasional dilakukan oleh menteri/kepala lembaga terkait serta dikoordinasikan oleh Menteri.
(7)Hasil penyusunan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan oleh Menteri menjadi rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim nasional.


Pasal 41


(1)Penyusunan rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim provinsi dan kabupaten/kota dilakukan melalui tahapan:
  1. penyusunan pilihan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim; dan
  2. penetapan prioritas Aksi Adaptasi Perubahan Iklim.
(2)Penyusunan rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim provinsi paling sedikit mengacu pada:
  1. rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim nasional;
  2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) provinsi;
  3. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) provinsi.
(3)Penyusunan rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim kabupaten/kota paling sedikit mengacu pada:
  1. rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim provinsi;
  2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) kabupaten/kota;
  3. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) kabupaten/kota.
(4)Rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim provinsi dan kabupaten/kota paling sedikit memuat:
  1. kebijakan terkait Adaptasi Perubahan Iklim pada setiap bidang; dan
  2. strategi pelaksanaan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim.
(5)Kebijakan terkait Adaptasi Perubahan Iklim provinsi dan kabupaten/kota pada setiap bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a paling sedikit memuat:
  1. kebijakan bidang terkait Adaptasi Perubahan Iklim; dan
  2. program dan kegiatan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim.
(6)Strategi pelaksanaan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b paling sedikit memuat:
  1. penjabaran program, kegiatan Adaptasi Perubahan Iklim dan rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim, berikut rencana pencapaian target ketahanan iklimnya; dan
  2. sumber daya dan tata waktu rencana aksi Adaptasi Perubahan Iklim.
(7)Penyusunan rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim provinsi dan kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(8)Hasil penyusunan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan oleh gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya menjadi rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim provinsi atau kabupaten/kota.


Paragraf 3
Pelaksanaan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim

Pasal 42


(1)Pelaksanaan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b dilaksanakan dalam lingkup:
  1. nasional;
  2. provinsi; dan
  3. kabupaten/kota.
(2)Pelaksanaan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim nasional dilakukan pada setiap bidang dengan ketentuan:
  1. bidang ketahanan pangan, dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian, kelautan, perikanan, peternakan, kehutanan, perkebunan dan dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian;
  2. bidang ketahanan air, dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum, kehutanan, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum;
  3. bidang ketahanan energi, dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi, kehutanan, pekerjaan umum, kelautan, perkebunan, dan dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi;
  4. bidang ketahanan kesehatan, dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, kehutanan, pekerjaan umum, dan dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan; dan
  5. bidang ketahanan ekosistem, dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, kehutanan, kelautan dan dikoordinasikan oleh Menteri.
(3)Pelaksanaan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim nasional dikoordinasikan oleh Menteri.
(4)Pelaksanaan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim provinsi dilakukan oleh Gubernur.
(5)Pelaksanaan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota.
(6)Pelaku Usaha dan masyarakat berperan serta dalam peningkatan Ketahanan Iklim sebagai bagian dari pelaksanaan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim.


Paragraf 4
Pemantauan dan Evaluasi Aksi Adaptasi Perubahan Iklim

Pasal 43


(1)Pemantauan dan evaluasi Aksi Adaptasi Perubahan Iklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c dilakukan dalam lingkup:
  1. nasional;
  2. provinsi; dan
  3. kabupaten/kota.
(2)Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilakukan untuk pelaksanaan:
  1. kebijakan Adaptasi Perubahan Iklim;
  2. Aksi Adaptasi Perubahan Iklim; dan
  3. peningkatan kapasitas sumber daya perubahan iklim.
(3)Pemantauan dan evaluasi Aksi Adaptasi Perubahan Iklim nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi bidang:
  1. ketahanan pangan dilakukan oleh menteri dan/atau kepala lembaga terkait yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian, kelautan, perikanan, peternakan, kehutanan, perkebunan, dan dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian;
  2. ketahanan air dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum, kehutanan, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum;
  3. ketahanan energi dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi, kehutanan, pekerjaan umum, kelautan, perkebunan, dan dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi;
  4. ketahanan kesehatan dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, kehutanan, pekerjaan umum, dan dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan; dan
  5. ketahanan ekosistem dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, kehutanan, kelautan dan dikoordinasikan oleh Menteri.
(4)Pemantauan dan evaluasi Aksi Adaptasi Perubahan Iklim nasional dikoordinasikan oleh Menteri.
(5)Hasil pemantauan dan evaluasi Aksi Adaptasi Perubahan Iklim nasional yang dilakukan oleh menteri dan/atau kepala lembaga terkait disampaikan kepada Menteri.
(6)Pemantauan dan evaluasi Aksi Adaptasi Perubahan Iklim provinsi dilakukan oleh gubernur.
(7)Hasil pemantauan dan evaluasi Aksi Adaptasi Perubahan Iklim provinsi yang dilakukan oleh gubernur disampaikan kepada Menteri.
(8)Pemantauan dan evaluasi Aksi Adaptasi Perubahan Iklim kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota.
(9)Hasil pemantauan dan evaluasi Aksi Adaptasi Perubahan Iklim yang dilakukan oleh bupati/walikota disampaikan kepada Gubernur.


Pasal 44


Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Adaptasi Perubahan Iklim sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 sampai dengan Pasal 43 diatur dalam Peraturan Menteri.


BAB IV
TATA LAKSANA PENYELENGGARAAN
NILAI EKONOMI KARBON

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 45


Pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim dan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim dapat dilakukan melalui penyelenggaraan NEK.


Pasal 46


(1)Penyelenggaraan NEK dilakukan pada Sektor dan Sub Sektor.
(2)Penyelenggaraan NEK dilaksanakan oleh:
  1. kementerian/lembaga;
  2. pemerintah daerah;
  3. Pelaku Usaha; dan
  4. masyarakat.


Pasal 47


(1)Pelaksanaan penyelenggaraan NEK dilakukan melalui mekanisme:
  1. Perdagangan Karbon;
  2. Pembayaran Berbasis Kinerja;
  3. Pungutan Atas Karbon; dan/atau
  4. mekanisme lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditetapkan oleh Menteri.
(2)Penyelenggaraan NEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri terkait berdasarkan:
  1. peta jalan NDC;
  2. strategi pencapaian target NDC Sektor;
  3. Batas Atas Emisi GRK;
  4. keefektifan waktu dan efisiensi biaya; dan
  5. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kapasitas Sektor.


Bagian Kedua
Perdagangan Karbon

Pasal 48


(1)Perdagangan Karbon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf a dapat dilakukan melalui perdagangan dalam negeri dan/atau perdagangan luar negeri.
(2)Unsur pokok pelaksanaan Perdagangan Karbon melalui perdagangan dalam negeri dan/atau perdagangan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. mekanisme dan prosedur Perdagangan Emisi;
  2. mekanisme dan prosedur Offset Emisi GRK;
  3. penggunaan pendapatan negara dari Perdagangan Karbon dalam negeri;
  4. mekanisme dan prosedur persetujuan dan pencatatan;
  5. bagi hasil perdagangan;
  6. pedoman pelaksanaan Perdagangan Karbon; dan
  7. pemindahan status Hak Atas Karbon di dalam negeri dilakukan melalui mekanisme pencatatan SRN PPI, dan luar negeri dilakukan melalui mekanisme pencatatan SRN PPI dan otorisasi Perdagangan Karbon luar negeri.
(3)Perdagangan Karbon melalui perdagangan dalam negeri dan/atau perdagangan luar negeri dilakukan dengan:
  1. berdasarkan SRN PPI yang terkait; atau
  2. mengutamakan penggunaan Sertifikat Pengurangan Emisi GRK yang dihasilkan melalui mekanisme sertifikasi pengurangan emisi nasional.
(4)Kebijakan Perdagangan Karbon melalui perdagangan dalam negeri dan/atau perdagangan luar negeri ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.


Pasal 49


(1)Penyelenggaraan Perdagangan Karbon melalui mekanisme perdagangan luar negeri tidak mengurangi pencapaian target NDC pada tahun 2030.
(2)Perdagangan Karbon dalam negeri dan luar negeri dilakukan melalui mekanisme:
  1. Perdagangan Emisi; dan
  2. Offset Emisi GRK.
(3)Perdagangan Karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan lintas Sektor.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Perdagangan Karbon lintas Sektor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.


Pasal 50


(1)Mekanisme Perdagangan Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a pada Perdagangan Karbon dalam negeri meliputi:
  1. tata cara perdagangan;
  2. tata cara MRV;
  3. pengaturan penggunaan Unit Karbon; dan
  4. pengaturan penggunaan perpindahan kepemilikan Unit Karbon.
(2)Mekanisme Perdagangan Emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan untuk usaha dan/atau kegiatan yang memiliki Batas Atas Emisi GRK yang telah ditetapkan melalui persetujuan teknis oleh menteri terkait.


Pasal 51


(1)Penyelenggaraan Perdagangan Karbon menggunakan Batas Atas Emisi GRK yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2), dipilih apabila berdasarkan evaluasi diketahui bahwa terdapat usaha dan/atau kegiatan:
  1. Aksi Mitigasi yang dilakukan dengan emisi berada di atas Batas Atas Emisi GRK yang ditetapkan; atau
  2. Aksi Mitigasi yang dilakukan dengan emisi berada dibawah Batas Atas Emisi GRK yang ditetapkan.
(2)Penyelenggaraaan Perdagangan Karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan perpindahan Unit Karbon oleh Pelaku Usaha.
(3)Perpindahan Unit Karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mempengaruhi capaian target NDC.


Pasal 52


(1)Mekanisme Offset Emisi GRK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b diterapkan dalam hal suatu usaha dan/atau kegiatan yang tidak memiliki Batas Atas Emisi GRK memberikan pernyataan pengurangan emisi dengan menggunakan hasil Aksi Mitigasi dari usaha dan/atau kegiatan lain.
(2)Offset Emisi GRK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan dalam hal suatu usaha dan/atau kegiatan:
  1. tidak ditentukan Batas Atas Emisi;
  2. hasil capaian pengurangan Emisi GRK dari Aksi Mitigasi Perubahan Iklim yang dilakukan berada di bawah target dan Baseline yang ditetapkan; atau
  3. hasil capaian pengurangan Emisi GRK dari Aksi Mitigasi Perubahan Iklim yang dilakukan berada di atas target dan di bawah Baseline yang ditetapkan.
(3)Mekanisme pelaksanaan Offset Emisi GRK sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) pada Perdagangan Karbon dalam negeri meliputi:
  1. tata cara perhitungan Offset Emisi GRK;
  2. tata cara pemberian pernyataan Offset Emisi GRK; dan
  3. ketentuan penggunaan sertifikat pengurangan emisi.


Pasal 53


(1)Usaha dan/atau kegiatan yang hasil capaian pengurangan Emisi GRK dari Aksi Mitigasi Perubahan Iklim yang dilakukan berada di bawah dan di atas target dari Baseline yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) huruf b dan huruf c, dilakukan pada saat:
  1. surplus emisi atau capaian pengurangan emisi berada di bawah target dan Baseline emisi dapat menjual kepada pihak lain; atau
  2. defisit emisi atau capaian pengurangan emisi berada di atas target dan di bawah Baseline emisi maka dapat membeli dari pihak yang memiliki surplus.
(2)Pelaksanaan pembelian Emisi GRK dalam Offset Emisi GRK hanya dapat dilakukan setelah Pelaku Usaha melakukan kewajibannya dalam pengurangan Emisi GRK melalui Aksi Mitigasi Perubahan Iklim.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Perdagangan Karbon diatur dalam Peraturan Menteri.


Pasal 54


(1)Perdagangan Karbon dalam negeri dan/atau luar negeri dilakukan dengan:
  1. mekanisme pasar karbon melalui Bursa Karbon; dan/atau
  2. perdagangan langsung.
(2)Perdagangan Karbon melalui mekanisme pasar karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan:
  1. pengembangan infrastruktur Perdagangan Karbon;
  2. pengaturan pemanfaatan penerimaan negara dari Perdagangan Karbon; dan/atau
  3. administrasi transaksi karbon.
(3)Pengembangan infrastruktur Perdagangan Karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan oleh Menteri bersama dengan menteri/kepala lembaga terkait.
(4)Penerimaan negara dari Perdagangan Karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan penerimaan negara bukan pajak yang diperoleh dari pungutan atas transaksi jual beli Unit Karbon.
(5)Pengaturan pemanfaatan penerimaan negara dari Perdagangan Karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6)Administrasi transaksi karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan melalui pencatatan dan pendokumentasian pelaksanaan Perdagangan Karbon.
(7)Pusat bursa pasar karbon berkedudukan di Indonesia.
(8)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Perdagangan Karbon diatur dalam Peraturan Menteri.


Bagian Ketiga
Pembayaran Berbasis Kinerja

Pasal 55


(1)Pembayaran Berbasis Kinerja dilakukan terhadap kinerja/manfaat pengurangan Emisi GRK yang dihasilkan oleh kementerian/lembaga, pemerintah daerah, Pelaku Usaha.  
(2)Mekanisme Pembayaran Berbasis Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil verifikasi atas capaian pengurangan Emisi GRK dan/atau konservasi/peningkatan cadangan karbon yang dilakukan oleh usaha dan/atau kegiatan.
(3)Pembayaran Berbasis Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi lingkup:
  1. internasional, dengan mekanisme pihak internasional dapat memberikan kepada Pemerintah atau pemerintah daerah provinsi atas persetujuan Pemerintah;
  2. nasional, dengan mekanisme pihak Pemerintah dapat memberikan kepada pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota, Pelaku Usaha, dan/atau masyarakat; dan
  3. provinsi, dengan mekanisme pemerintah daerah provinsi dapat memberikan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota, Pelaku Usaha, dan/atau masyarakat.
(4)Pelaksanaan Pembayaran Berbasis Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menyebabkan terjadinya perpindahan kepemilikan karbon.
(5)Dalam hal pelaksanaan Pembayaran Berbasis Kinerja, hasil mitigasi menjadi bagian dari capaian target NDC.
(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pembayaran Berbasis Kinerja diatur dalam peraturan menteri terkait.


Pasal 56


(1)Dalam melaksanakan Pembayaran Berbasis Kinerja, Menteri menyusun pedoman umum yang memuat:
  1. pelaksanaan Pembayaran Berbasis Kinerja;
  2. tata cara penerimaan Pembayaran Berbasis Kinerja kepada Pemerintah, pemerintah daerah, Pelaku Usaha, dan masyarakat; dan
  3. pemantauan, evaluasi, dan pembinaan.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman umum Pembayaran Berbasis Kinerja diatur dalam Peraturan Menteri.


Pasal 57


(1)Dalam Pembayaran Berbasis Kinerja, dilakukan pengaturan manfaat yang meliputi:
  1. penerima manfaat; dan
  2. mekanisme pembagian manfaat.
(2)Penerima manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kementerian/lembaga, pemerintah daerah, Pelaku Usaha, dan masyarakat.
(3)Mekanisme pembagian manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b kepada penerima manfaat dilakukan berdasarkan:
  1. kewenangan;
  2. kinerja pengurangan Emisi GRK; dan
  3. upaya atau aksi untuk tidak mengeluarkan Emisi GRK.
(4)Pelaksanaan mekanisme pembagian manfaat Pembayaran Berbasis Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b didasarkan pada peran dan kontribusi masing-masing pihak pada capaian kinerja Aksi Mitigasi Perubahan Iklim dan/atau Aksi Adaptasi Perubahan Iklim.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pembagian manfaat Pembayaran Berbasis Kinerja diatur dengan Peraturan Menteri.


Bagian Keempat
Pungutan Atas Karbon

Pasal 58


(1)Penyelenggaraan NEK melalui pelaksanaan Pungutan Atas Karbon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf c dilakukan dalam bentuk pungutan di bidang perpajakan baik pusat dan daerah, kepabeanan dan cukai, serta pungutan negara lainnya, berdasarkan kandungan karbon dan/atau potensi emisi karbon dan/atau jumlah emisi karbon dan/atau kinerja Aksi Mitigasi Perubahan Iklim.
(2)Pungutan Atas Karbon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara menyusun formulasi kebijakan dan strategi pelaksanaan Pungutan Atas Karbon setelah berkoordinasi dengan Menteri dan menteri terkait sesuai dengan tujuan pencapaian target NDC dan pengendalian emisi untuk pembangunan nasional.


Pasal 59


(1)Dalam pelaksanaan pengelolaan dana dan pembagian manfaat dari pelaksanaan Perdagangan Karbon, Pembayaran Berbasis Kinerja, dan Pungutan Atas Karbon dapat dilakukan melalui lembaga yang mengelola dana lingkungan hidup atau lembaga yang ditunjuk.
(2)Jenis penerimaan negara dari Pungutan Atas Karbon melalui penerimaan negara bukan pajak yang dikelola oleh lembaga yang mengelola dana lingkungan hidup atau lembaga yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Dalam hal terdapat kebutuhan penyesuaian pengelolaan dan penggunaan dana yang dilakukan melalui lembaga yang mengelola dana lingkungan hidup, penyesuaian tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB V
KERANGKA TRANSPARANSI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 60


Upaya pencapaian target NDC melalui penyelenggaraan Mitigasi Perubahan Iklim, Adaptasi Perubahan Iklim, dan NEK dilaksanakan secara akurat, konsisten, transparan, berkelanjutan, dan dapat dipertanggungjawabkan melalui:
  1. MRV;
  2. SRN PPI; dan
  3. sertifikasi pengurangan Emisi GRK.


Bagian Kedua
Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi atau
Measurement, Reporting, and Verification

Pasal 61


(1)MRV untuk Aksi Mitigasi Perubahan Iklim, Aksi Adaptasi Perubahan Iklim, dan NEK dilaksanakan secara terintegrasi.
(2)Integrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip efisien, efektif, dan transparan.
(3)Pedoman pelaksanaan MRV untuk Aksi Mitigasi Perubahan Iklim, Aksi Adaptasi Perubahan Iklim, dan NEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan integrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.


Paragraf 1
Pengukuran

Pasal 62


(1)Pengukuran Aksi Mitigasi dilakukan oleh menteri terkait, gubernur, bupati/walikota, dan Pelaku Usaha untuk memperoleh:
  1. besaran Emisi GRK atau serapan aktual; dan
  2. besaran pengurangan Emisi GRK atau peningkatan serapan GRK.
(2)Pengukuran besaran Emisi GRK atau serapan aktual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui:
  1. penetapan rencana aksi, lokasi, target capaian, dan periode pelaksanaan Aksi Mitigasi;
  2. sistem manajerial;
  3. evaluasi capaian Aksi Mitigasi;
  4. perhitungan besaran Emisi GRK melalui perkalian antara data aktivitas dan Faktor Emisi GRK; dan
  5. perhitungan besaran Emisi GRK atau serapan GRK secara berkala.
(3)Capaian pengurangan Emisi GRK diukur dengan membandingkan hasil pengukuran pengurangan Emisi GRK dan/atau peningkatan serapan GRK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan Baseline Emisi GRK.
(4)Pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh menteri terkait, gubernur, bupati/walikota, dan Pelaku Usaha paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.


Pasal 63


Besaran capaian Aksi Mitigasi Perubahan Iklim diperoleh dari pengurangan antara Baseline Emisi GRK dengan besaran Emisi GRK atau serapan aktual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1).


Pasal 64


(1)Pengukuran capaian Aksi Adaptasi Perubahan Iklim nasional dilakukan oleh pelaksana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim dengan membandingkan antara indikator atau target indikator dalam perencanaan dengan hasil pelaksanaan.
(2)Pengukuran capaian Aksi Adaptasi Perubahan Iklim nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.


Pasal 65


Pengukuran NEK dilakukan oleh pelaksana NEK untuk memperoleh:
  1. persetujuan teknis Batas Atas Emisi GRK;
  2. besaran Emisi GRK atau serapan aktual; dan
  3. besaran pengurangan Emisi GRK atau peningkatan Serapan GRK.


Paragraf 2
Pelaporan

Pasal 66


(1)Pelaporan pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim dan NEK memuat data umum dan data teknis pelaporan pelaksanaan.
(2)Data umum yang termuat dalam laporan pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim dan NEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. pelaksana dan penanggung jawab pelaksana aksi;
  2. judul dan jenis kegiatan;
  3. mekanisme Aksi Mitigasi Perubahan Iklim serta NEK yang dipilih; dan
  4. sumber daya perubahan iklim meliputi transfer teknologi, peningkatan kapasitas, dan pembiayaan.
(3)Data teknis yang termuat dalam laporan pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim dan NEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. penghitungan besaran Baseline Emisi GRK;
  2. pemilihan periode referensi dalam rangka penetapan Baseline Emisi GRK;
  3. asumsi yang digunakan dalam menyusun Baseline Emisi GRK;
  4. penghitungan besaran Batas Atas Emisi GRK terkait NEK;
  5. metodologi penghitungan capaian Aksi Mitigasi Perubahan Iklim;
  6. hasil pemantauan terhadap data aktivitas, termasuk ukuran, lokasi, dan periode pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim;
  7. Aksi Mitigasi Perubahan Iklim yang dilakukan, termasuk ukuran, lokasi dan periode Aksi Mitigasi Perubahan Iklim;
  8. besaran capaian target pengurangan dan/atau penyerapan Emisi GRK; dan/atau
  9. uraian sistem manajerial, mencakup nama penanggung jawab aksi serta sistem yang dibangun untuk memantau dan mengumpulkan data aktivitas terkait dengan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim dan NEK yang dilakukan.
(4)Pelaporan pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim dan NEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
  1. menteri terkait, untuk Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Sektor;
  2. gubernur dan bupati/walikota, untuk Aksi Mitigasi Perubahan Iklim provinsi dan kabupaten/kota; dan
  3. Pelaku Usaha, untuk Aksi Mitigasi Perubahan Iklim di unit/area usahanya.
(5)Data pelaporan pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim dan NEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatatkan dalam SRN PPI menjadi dasar pelaksanaan verifikasi.
(6)Tata cara pelaporan, pemantauan, dan evaluasi Aksi Mitigasi Perubahan Iklim dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.


Pasal 67


(1)Pelaporan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim memuat data:
  1. kebijakan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim;
  2. kajian kerentanan, risiko, dan dampak perubahan iklim;
  3. perencanaan dan pelaksanaan Aksi Adaptasi, termasuk Baseline dan target;
  4. pemantauan dan evaluasi;
  5. peningkatan kapasitas;
  6. teknologi; dan
  7. pendanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim.
(2)Pelaporan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(3)Data pelaporan pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatatkan dalam SRN PPI menjadi dasar pelaksanaan verifikasi.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim diatur dalam Peraturan Menteri.


Paragraf 3
Validasi dan Verifikasi

Pasal 68


(1)Pengendalian dan penjaminan mutu hasil pengukuran dan pemantauan pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim, Aksi Adaptasi Perubahan Iklim dan NEK dilakukan melalui validasi dan verifikasi.
(2)Validasi dan verifikasi terhadap pelaporan hasil pengukuran dan pemantauan pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim, Aksi Adaptasi Perubahan Iklim, dan NEK dilaporkan dan dicatatkan ke dalam SRN PPI.
(3)Validasi dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri.
(4)Bagi usaha dan/atau kegiatan yang melaksanakan NEK terkait dengan Perdagangan Karbon dan Pembayaran Berbasis Kinerja wajib menyertakan hasil validasi dan verifikasi yang dilakukan oleh validator dan verifikator independen.
(5)Validator dan verifikator independen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memiliki kompetensi sebagai validator dan verifikator capaian Aksi Mitigasi Perubahan Iklim.
(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara validasi, verifikasi, dan standar kompetensi validator serta verifikator independen diatur dalam Peraturan Menteri.
 

Bagian Ketiga
Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim

Pasal 69


(1)Dalam upaya mencapai target NDC, setiap Pelaku Usaha wajib mencatatkan dan melaporkan pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim, Aksi Adaptasi Perubahan Iklim, penyelenggaraan NEK, dan sumber daya perubahan iklim pada SRN PPI.
(2)Hasil pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan data nasional, Sektor, Sub Sektor, dan daerah terkait Emisi GRK dan Ketahanan Iklim yang telah dijamin kualitas dan kebenarannya setelah dilakukan verifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
(3)Hasil pencatatan dan pelaporan berfungsi sebagai:
  1. dasar pengakuan Pemerintah atas kontribusi penerapan NEK dalam pencapaian target NDC;
  2. data dan informasi aksi dan sumber daya mitigasi penerapan NEK;
  3. upaya menghindari penghitungan ganda Aksi Mitigasi Perubahan Iklim; dan
  4. bahan penelusuran pengalihan.
(4)Data nasional, Sektor, Sub Sektor, dan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi rujukan nasional dan internasional dalam satu data Emisi GRK dan Ketahanan Iklim yang disinergikan dan dikoordinasikan oleh Menteri.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan SRN PPI diatur dalam Peraturan Menteri.


Pasal 70


(1)Pelaku Usaha yang tidak melaksanakan kewajiban pencatatan dan pelaporan pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim, Aksi Adaptasi Perubahan Iklim, penyelenggaraan NEK, dan sumber daya perubahan iklim pada SRN PPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) dikenakan sanksi administrasi.
(2)Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
  1. teguran tertulis;
  2. paksaan pemerintah;
  3. denda administratif;
  4. pembekuan Sertifikat Pengurangan Emisi GRK; dan
  5. pencabutan Sertifikat Pengurangan Emisi GRK.
(3)Penjatuhan sanksi administratif tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari sanksi perdata dan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penjatuhan sanksi diatur dalam Peraturan Menteri.


Bagian Keempat
Sertifikasi Pengurangan Emisi

Pasal 71


(1)Sertifikasi Pengurangan Emisi GRK digunakan dalam penyelenggaraan NEK.
(2)Sertifikasi Pengurangan Emisi GRK dimaksudkan sebagai alat untuk:
  1. bukti kinerja pengurangan Emisi GRK;
  2. Perdagangan Karbon;
  3. pembayaran atas hasil Aksi Mitigasi Perubahan Iklim;
  4. kompensasi Emisi GRK; dan
  5. bukti kinerja usaha dan/atau kegiatan yang berwawasan lingkungan untuk mendapatkan pembiayaan dari skema bond dan sukuk.
(3)Sertifikat Pengurangan Emisi GRK diberikan kepada usaha dan/atau kegiatan melalui tahapan:
  1. pendaftaran di SRN PPI;
  2. verifikasi oleh verifikator independen; dan
  3. hasil verifikasi dilaporkan kepada Menteri dan menjadi dasar pertimbangan penerbitan sertifikat.
(4)Dalam hal Pelaku Usaha tidak melaporkan hasil pengukuran penyelenggara NEK dalam SRN PPI, Menteri tidak menerbitkan Sertifikat Pengurangan Emisi GRK.
(5)Dalam penerbitan sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, Menteri menugaskan direktur jenderal yang menyelenggarakan fungsi pengendalian perubahan iklim.
(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai Sertifikasi Pengurangan Emisi GRK diatur dalam Peraturan Menteri.


Pasal 72


(1)Dalam hal usaha dan/atau kegiatan menggunakan skema sertifikasi Emisi GRK selain Sertifikat Pengurangan Emisi GRK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 harus memenuhi persyaratan:
  1. sesuai dengan prinsip, prosedur dan ketentuan dalam standar internasional dan/atau Standar Nasional Indonesia yang sesuai dengan ISO 14064 dan ISO 14065; dan
  2. kompetensi penyelenggara skema sertifikasi terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional.
(2)Pengakuan atas skema sertifikasi Emisi GRK lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri.


Pasal 73


(1)Sertifikat Pengurangan Emisi GRK dapat digunakan oleh:
  1. pemegang sertifikat, untuk mengikuti Perdagangan Karbon dengan otorisasi dari Menteri dan Pembayaran Berbasis Kinerja untuk memenuhi kewajiban terkait pencapaian target NDC Indonesia;
  2. Pemerintah, untuk menjadi dasar dalam perhitungan Pungutan Atas Karbon;
  3. pemegang sertifikat, untuk menjadi dasar bagi label karbon terkait organisasi atau produk sesuai dengan standar dan skema sertifikasi instrumen label yang relevan;
  4. pemegang sertifikat, untuk menjadi dasar bagi penyediaan informasi kepada konsumen, rantai pasok maupun laporan keberlanjutan serta instrumen informasi; dan
  5. pemegang sertifikat, untuk menjadi dasar dalam pengajuan akses pembiayaan ramah lingkungan, atau pembiayaan keberlanjutan instrumen pembiayaan.
(2)Penggunaan Sertifikat Pengurangan Emisi GRK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Sertifikat Pengurangan Emisi GRK dilarang untuk digunakan pada kontrak dengan pihak lain yang memuat pengalihan hak atas nilai sertifikasi pengurangan Emisi GRK dalam perdagangan internasional tanpa otorisasi dari Menteri.
(4)Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri mencabut Sertifikat Pengurangan Emisi GRK.
(5)Pencabutan Sertifikat Pengurangan Emisi GRK dilakukan setelah dilaksanakan teguran dan/atau peringatan tertulis paling banyak 3 (tiga) kali.
(6)Dalam hal Menteri tidak menerbitkan Sertifikat Pengurangan Emisi GRK sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pelaku Usaha dilarang melakukan penyelenggaraan NEK sehingga tidak dapat berpeluang memperoleh manfaat ekonomi dari penyelenggaraan NEK.
(7)Dalam rangka memastikan bahwa seluruh Aksi Mitigasi dan hasil pengurangan Emisi GRK oleh para pihak di Indonesia yang telah memperoleh sertifikat dari pihak lain terhimpun dalam SRN PPI secara tertelusur dan kompatibel dengan sertifikasi pengurangan Emisi GRK, penyelenggara sertifikasi pengurangan Emisi GRK mengembangkan dan melaksanakan mekanisme saling pengakuan dengan skema sertifikasi Emisi GRK yang lain.
(8)Sertifikat Pengurangan Emisi GRK yang dihasilkan mekanisme sertifikasi selain mekanisme sertifikasi pengurangan Emisi GRK nasional dapat digunakan dalam Perdagangan Karbon dalam negeri apabila:
  1. berasal dari Aksi Mitigasi yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. berasal dari hasil Aksi Mitigasi sebelum tahun 2021;
  3. berasal dari mekanisme sertifikasi yang diselenggarakan oleh pihak dengan reputasi yang baik;
  4. berasal dari mekanisme yang mempersyaratkan verifikasi dilakukan oleh pihak ketiga yang kompeten; dan
  5. tercatat dalam SRN PPI.


Pasal 74


(1)Dalam penyelenggaraan NEK diterapkan sistem label aksi pengendalian perubahan iklim yang merupakan bagian sistem label ramah lingkungan.
(2)Sistem label aksi pengendalian perubahan iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan informasi yang terverifikasi tentang kinerja aksi perubahan iklim pada suatu produk, kegiatan, atau lembaga.
(3)Penerapan label aksi pengendalian perubahan iklim bertujuan untuk:
  1. memenuhi permintaan pasar;
  2. meningkatkan permintaan pasar; dan
  3. memperkuat citra ramah lingkungan kepada publik.
(4)Label aksi pengendalian perubahan iklim dapat digunakan untuk pengadaan barang dan/atau jasa ramah lingkungan.


Pasal 75


(1)Dalam hal Pelaku Usaha Perdagangan Offset Emisi GRK tidak melaksanakan kewajiban:
  1. pencatatan pelaksanaan Aksi Mitigasi;
  2. Aksi Mitigasi Perubahan Iklim; dan/atau
  3. mekanisme dan prosedur Offset Emisi GRK,
Menteri dapat memberikan disinsentif termasuk sanksi administratif setelah berkoordinasi dan mendapatkan persetujuan dari menteri terkait.
(2)Pelaksanaan sanksi administratif dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Pasal 70 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).
(3)Penjatuhan sanksi administratif tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari sanksi perdata dan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penjatuhan sanksi diatur dalam Peraturan Menteri.


Pasal 76


(1)Dalam hal Pelaku Usaha tidak melaporkan pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim, Aksi Adaptasi Perubahan Iklim, NEK, dan sumber daya perubahan iklim pada SRN PPI, Menteri tidak menerbitkan Sertifikat Pengurangan Emisi GRK dan/atau tidak memberikan otorisasi.
(2)Dalam hal Menteri tidak menerbitkan Sertifikat Pengurangan Emisi GRK dan/atau tidak memberikan otorisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha dilarang melakukan penyelenggaraan NEK.
   

Pasal 77


(1)Menteri melakukan pengelolaan kerja sama saling pengakuan (mutual recognition) dalam Perdagangan Karbon luar negeri.
(2)Pengelolaan kerja sama saling pengakuan (mutual recognition) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
  1. saling membuka informasi penggunaan standar MRV;
  2. melakukan penilaian kesesuaian terhadap penggunaan standar internasional dan/atau Standar Nasional Indonesia;
  3. pernyataan hasil penilaian kesesuaian terhadap standar internasional dan/atau Standar Nasional Indonesia;
  4. membuat dan melaksanakan kerja sama saling pengakuan (mutual recognition); dan
  5. mencatatkan sertifikasi yang diakui kedua belah pihak di SRN PPI.
(3)Kerja sama saling pengakuan (mutual recognition) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didukung dengan peningkatan kapasitas pelaksanaan verifikasi, publikasi, dan promosi kerja sama.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengelolaan kerja sama saling pengakuan (mutual recognition) dalam Perdagangan Karbon luar negeri diatur dalam Peraturan Menteri.


BAB VI
PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Pasal 78


(1)Dalam rangka pencapaian target NDC tahun 2030, dilakukan pemantauan dan evaluasi capaian pengurangan Emisi GRK.
(2)Pemantauan dan evaluasi capaian pengurangan Emisi GRK dalam rangka NDC dilakukan terhadap:
  1. pelaksanaan inventarisasi GRK;
  2. pelaksanaan Mitigasi Perubahan Iklim;
  3. pelaksanaan Adaptasi Perubahan Iklim;
  4. penyelenggaraan NEK;
  5. pelaksanaan kerangka transparansi; dan
  6. pelaksanaan pembinaan.
(3)Pemantauan dan evaluasi dilakukan oleh:
  1. Menteri, untuk pemantauan dan evaluasi nasional;
  2. menteri terkait sesuai kewenangannya, untuk pemantauan dan evaluasi Sektor dan Sub Sektor;
  3. gubernur, untuk pemantauan dan evaluasi provinsi;
  4. bupati/walikota, untuk pemantauan dan evaluasi kabupaten /kota; dan
  5. Pelaku Usaha, untuk pemantauan dan evaluasi perusahaan di area usaha dan/atau kegiatannya.


Pasal 79


(1)Hasil pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh Pelaku Usaha disampaikan kepada bupati/walikota, gubernur, atau menteri terkait sesuai dengan persetujuan teknis yang didapatkan.
(2)Hasil pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh bupati/walikota disampaikan kepada gubernur.
(3)Hasil pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh gubernur disampaikan kepada Menteri.
(4)Hasil pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh menteri terkait disampaikan kepada Menteri.


Pasal 80


(1)Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Menteri menyusun laporan penyelenggaraan NEK untuk pencapaian target NDC dengan melibatkan menteri dan/atau kepala lembaga terkait.
(2)Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
  1. hasil inventarisasi GRK nasional;
  2. Baseline Emisi GRK nasional;
  3. target pengurangan Emisi GRK nasional;
  4. rencana Aksi Mitigasi Perubahan Iklim nasional;
  5. Rencana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim nasional;
  6. hasil penyelenggaraan NEK untuk pencapaian target NDC; dan
  7. kinerja capaian pengurangan Emisi GRK nasional.
(3)Hasil penyusunan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.


BAB VII
PEMBINAAN DAN PENDANAAN

Bagian Kesatu
Pembinaan

Pasal 81


(1)Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, dan menteri terkait melakukan pembinaan di bidang penyelenggaraan Inventarisasi Emisi GRK, pencapaian target NDC, instrumen NEK, dan pengendalian Emisi GRK dalam pembangunan kepada pemerintah provinsi, Pelaku Usaha dan pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menurut kebutuhan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)Gubernur melakukan pembinaan di bidang penyelenggaraan NEK, Inventarisasi Emisi GRK untuk pencapaian NDC, dan Pengendalian Emisi GRK dalam pembangunan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan.
(3)Bupati/walikota melakukan pembinaan di bidang penyelenggaraan NEK, Inventarisasi Emisi GRK untuk pencapaian NDC, dan pengendalian Emisi GRK dalam pembangunan kepada pemangku kepentingan.
(4)Pembinaan dilakukan secara sistematis, harmonis, dan terukur.


Pasal 82


(1)Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81, Pemerintah dapat melakukan peningkatan partisipasi para pihak dalam penyelenggaraan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim dan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim serta NEK melalui:
  1. penyediaan informasi;
  2. peningkatan kapasitas; dan/atau
  3. apresiasi dan penghargaan.
(2)Penyediaan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit meliputi informasi:
  1. tata cara dan mekanisme penyelenggaraan NEK;
  2. peluang perdagangan, harga karbon, dan pasar karbon;
  3. Aksi Mitigasi Perubahan Iklim;
  4. pemetaan tingkat, status dan proyeksi Emisi GRK nasional, sektoral, pemerintah daerah, dan pelaku usaha;
  5. capaian pengurangan Emisi GRK tahunan;
  6. Aksi Adaptasi Perubahan Iklim;
  7. nilai bukan karbon, termasuk namun tidak terbatas pada biopersitas, pariwisata, nilai air dan jasa lingkungan lainnya; dan
  8. manfaat bersama antara hasil Aksi Mitigasi dan untuk pelaksanaan Aksi Adaptasi Perubahan Iklim.
(3)Peningkatan kapasitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan bimbingan teknis upaya pencapaian target NDC dan penyelenggaraan NEK.
(4)Dalam hal penyelenggaraan NEK dilakukan oleh masyarakat, Menteri dapat memfasilitasi pendampingan MRV.
(5)Menteri dapat memberikan apresiasi dan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c kepada usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pengurangan Emisi GRK melampaui kewajibannya melalui usaha sendiri, dan/atau kepada pelaksana Aksi Adaptasi Perubahan Iklim.
(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara peningkatan partisipasi para pihak diatur dalam Peraturan Menteri.
  

Bagian Kedua
Pendanaan

Pasal 83


(1)Pendanaan yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan NEK, Mitigasi Perubahan Iklim, dan Adaptasi Perubahan Iklim dapat bersumber dari:
  1. APBN dan/atau APBD;
  2. usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan Emisi GRK dan berpartisipasi pada penyelenggaraan NEK;
  3. alokasi pembagian manfaat penyelenggaraan NEK terutama bagi kegiatan Adaptasi Perubahan Iklim; dan/atau
  4. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)Pendanaan yang bersumber dari APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dipenuhi dari rupiah murni, pinjaman, penerbitan Surat Berharga Negara dan/atau sumber pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Kerangka pendanaan dilakukan melalui pengintegrasian sumber pendanaan yang dimanfaatkan dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan nasional.


BAB VIII
KOMITE PENGARAH

Pasal 84


(1)Dalam rangka memberikan arah kebijakan dan pelaksanaan instrumen NEK untuk mencapai NDC dan pengendalian Emisi GRK dalam pembangunan, dibentuk komite pengarah.
(2)Komite pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas memberikan arahan terkait kebijakan NEK untuk mencapai NDC dan pengendalian Emisi GRK untuk pembangunan.
(3)Susunan komite pengarah terdiri dari:
a.Ketua:Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
b.Wakil Ketua:Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
c.Anggota:
1.Menteri Dalam Negeri;
2.Menteri Keuangan;
3.Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
4.Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional;
5.Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
6.Menteri Perindustrian;
7.Menteri Perhubungan;
8.Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;
9.Menteri Pertanian;
10.Menteri Kelautan dan Perikanan;
11.Menteri Perdagangan;
12.Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika; dan
13.Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove.
d.Ketua Bidang:  
 
  1. yang membidangi substansi NDC dan NEK, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
  2. yang membidangi koordinasi kewilayahan, Menteri Dalam Negeri; dan
  3. yang membidangi substansi fiskal dan pembiayaan, Menteri Keuangan.
(4)Dalam melaksanakan tugasnya komite pengarah dapat melibatkan kementerian/lembaga pemerintah non kementerian, pemerintah daerah, dan pihak lain yang terkait.
(5)Dalam melaksanakan tugasnya, komite pengarah dibantu oleh sekretariat dan kelompok kerja.
(6)Struktur dan tata kerja komite pengarah, sekretariat, dan kelompok kerja diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan koordinasi urusan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi selaku ketua komite pengarah.


BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 85


Penyelenggaraan Rencana Aksi Nasional dan Daerah terkait penurunan Emisi GRK yang masih berlaku disesuaikan dengan Peraturan Presiden ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Presiden ini diundangkan.


Pasal 86


(1)Pelaku Usaha yang telah melaksanakan Perdagangan Karbon atau Pembayaran Berbasis Kinerja sebelum Peraturan Presiden ini berlaku, wajib mencatatkan dan melaporkan pelaksanaan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim dan Unit Karbon yang dimiliki melalui SRN PPI paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Presiden ini diundangkan.
(2)Pelaku Usaha yang tidak melakukan kewajiban pencatatan dan pelaporan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim dan Unit Karbon yang dimiliki melalui SRN PPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat menjual sisa Unit Karbon yang dimiliki.
(3)Unit Karbon yang masih dimiliki Pelaku Usaha dan sudah dicatatkan dan dilaporkan melalui SRN PPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijual hanya untuk Perdagangan Karbon dalam negeri.
(4)Pelaku Usaha yang telah melaksanakan Perdagangan Karbon atau Pembayaran Berbasis Kinerja sebelum Peraturan Presiden ini berlaku, wajib menyesuaikan dengan ketentuan mengenai tata laksana penyelenggaraan NEK yang diatur dalam Peraturan Presiden ini paling lambat tahun 2023.
(5)Pelaku Usaha yang melaksanakan transaksi baru sejak Peraturan Presiden ini berlaku namun belum melakukan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan kewajiban tambahan berupa pembayaran pembagian manfaat atas nilai karbon yang ditransaksikan.
(6)Pelaku Usaha yang telah memiliki Unit Karbon dan belum melakukan transaksi Perdagangan Karbon atau Pembayaran Berbasis Kinerja, wajib mengikuti ketentuan mengenai tata laksana penyelenggaraan NEK paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Presiden ini diundangkan.


BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 87


Peraturan pelaksanaan dari:
  1. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca; dan
  2. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca,
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.


Pasal 88


Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku:
  1. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca; dan
  2. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 89


Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Presiden ini ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Presiden ini diundangkan.


Pasal 90


Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Presiden ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


 Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2021
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKO WIDODO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2021
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 249


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

 

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.