Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 18/PJ/2021

Wed, 01 September 2021

Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan Dengan Penjualan Pulsa Dan Kartu Perdana

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 18/PJ/2021

TENTANG
 
PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
DAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENYERAHAN/PENGHASILAN SEHUBUNGAN
DENGAN PENJUALAN PULSA DAN KARTU PERDANA

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
 
Menimbang :

  1. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan dalam pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer, perlu diatur mengenai pemungutan pajak atas penyerahan/penghasilan sehubungan dengan penjualan pulsa dan kartu perdana;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa dan Kartu Perdana;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 161);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 146) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1521);
  7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 42);
  8. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-53/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 Ayat (2), Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 Serta Bukti Pemotongan/Pemungutannya;
  9. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-29/PJ/2015 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai;
  10. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-09/PJ/2020 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian Surat Setoran Pajak;


MEMUTUSKAN:
 
Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENYERAHAN/PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PENJUALAN PULSA DAN KARTU PERDANA.
          

Pasal 1
          
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  2. Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  3. Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN.
  4. Pajak Penghasilan yang selanjutnya disingkat PPh adalah Pajak Penghasilan sehagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPh.
  5. Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disebut SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  6. Pulsa Prabayar yang selanjutnya disebut Pulsa adalah hak penggunaan produk telekomunikasi dalam satuan perhitungan biaya telepon dan/atau biaya data dengan sistem pembayaran di awal periode pemakaian.
  7. Kartu Perdana adalah kartu yang digunakan oleh pelanggan jasa telekomunikasi untuk dapat menggunakan jasa telekomunikasi pascabayar atau prabayar.
  8. Pengusaha Penyelenggara Saluran Distribusi yang selanjutnya disebut Penyelenggara Distribusi adalah Pengusaha yang melakukan kegiatan distribusi Pulsa dan Kartu Perdana
  9. Pengusaha Penyelenggara Jasa Telekomunikasi adalah Pengusaha yang melakukan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.
  10. Penyelenggara Distribusi Tingkat Pertama adalah Penyelenggara Distribusi yang memperoleh Pulsa dan/atau Kartu Perdana dan Pengusaha Penyelenggara Jasa Telekomunikasi.
  11. Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua adalah Penyelenggara Distribusi yang memperoleh Pulsa dan Kartu Perdana, dan Penyelenggara Distribusi Tingkat Pertama.
  12. Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya adalah Penyelenggara Distribusi pada tingkat selanjutnya setelah Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua.
               

Pasal 2

(1) Atas penyerahan Pulsa dan Kartu Perdana oleh:
  1. Pengusaha Penyelenggara Jasa Telekomunikasi;
  2. Penyelenggara Distribusi Tingkat Pertama;
  3. Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua; dan
  4. Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya,
kepada Penyelenggara Distribusi dan/atau pelanggan telekomunikasi, dikenai PPN.
(2) Atas penjualan Pulsa dan Kartu Perdana oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua dipungut PPh Pasal 22.

               
Pasal 3

(1) PPN yang terutang atas:
  1. penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dipungut oleh Pengusaha Penyelenggara Jasa Telekomunikasi;
  2. penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dipungut oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Pertama; dan
  3. penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dan huruf d dipungut oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua.
(2) PPN yang terutang atas penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dipungut 1 (satu) kali oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua pada saat penyerahan Pulsa dan Kartu Perdana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c.
(3) Atas penyerahan Pulsa dan Kartu Perdana yang telah dipungut PPN oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya tidak memungut dan menyetor PPN.
(4) Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua sebagaimana dimaksud ayat (2) merupakan Penyelenggara Distribusi yang memperoleh Pulsa dan Kartu Perdana dan Penyelenggara Distribusi Tingkat Pertama dalam suatu Tahun Pajak.
(5) Termasuk dalam pengertian Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yaitu Penyelenggara Distribusi yang selain memperoleh Pulsa dan Kartu Perdana dan Penyelenggara Distribusi Tingkat Pertama juga memperoleh Pulsa dan Kartu Perdana dan Pengusaha Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Distribusi lainnya
(6) PPN atas penyerahan Pulsa dan Kartu Perdana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang pada saat pembayaran diterima, termasuk saat penerimaan deposit, oleh Pengusaha Penyelenggara Jasa Telekomunikasi, Penyelenggara Distribusi Tingkat Pertama, atau Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua.
(7) Dalam hal deposit sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yang diterima oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua juga digunakan untuk transaksi selain Pulsa dan Kartu Perdana sehingga belum dapat diketahui penggunaannya pada saat penerimaan deposit, PPN terutang pada saat deposit tersebut diketahui untuk transaksi pembayaran Pulsa dan Kartu Perdana.
(8)  Penggunaan deposit untuk transaksi pembayaran Pulsa dan Kartu Perdana sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat diketahui berdasarkan sistem, perjanjian, dokumen, atau administrasi Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua.

          
Pasal 4

(1) Atas penyerahan Pulsa dan Kartu Perdana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, Penyelenggara Distribusi Tingkat Pertama membuat Faktur Pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dengan mencantumkan keterangan berupa "Penyelenggara Distribusi Tingkat Pertama"
(2) Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua yang semata-mata melakukan penyerahan Pulsa dan Kartu Perdana wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah pembelian Pulsa dan Kartu Perdana dan Penyelenggara Distribusi Tingkat Pertama dan Pengusaha Penyelenggara Jasa Telekomunikasi melebihi batasan pengusaha kecil sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai batasan pengusaha kecil.
(3) Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua yang sesuai ketentuan merupakan Pengusaha Kena Pajak wajib memungut, menyetor, serta melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan Pulsa dan Kartu Perdana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c sebagai penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya yang sesuai ketentuan merupakan Pengusaha Kena Pajak wajib melaporkan penyerahan Pulsa dan Kartu Perdana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d dalam SPT PPN pada kolom penyerahan tidak terutang PPN.

               
Pasal 5

(1) Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua yang memungut PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) merupakan Wajib Pajak badan.
(2) Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan Penyelenggara Distribusi yang memperoleh Pulsa dan Kartu Perdana dan Penyelenggara Distribusi Tingkat Pertama dalam suatu Tahun Pajak.
(3) Termasuk dalam pengertian Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Penyelenggara Distribusi yang selain memperoleh Pulsa dan Kartu Perdana dan Penyelenggara Distribusi Tingkat Pertama juga memperoleh Pulsa dan Kartu Perdana dan Pengusaha Penyelenggara Jasa Telekomunikasi dan/atau Penyelenggara Distribusi lainnya.
(4) Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pemungut PPh Pasal 22 sejak tanggal perolehan Pulsa dan Kartu Perdana dan Penyelenggara Distribusi Tingkat Pertama.
(5) PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terutang pada saat diterimanya pembayaran, termasuk penerimaan deposit, oleh Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua.
(6) Dalam hal deposit sebagaimana dimaksud pada ayat (5) juga digunakan untuk transaksi selain Pulsa dan Kartu Perdana sehingga belum dapat diketahui penggunaannya pada saat penerimaan deposit, PPh Pasal 22 terutang pada saat deposit tersebut digunakan untuk transaksi pembayaran Pulsa dan Kartu Perdana.
(7) Deposit yang digunakan untuk transaksi pembayaran Pulsa dan Kartu Perdana sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat diketahui berdasarkan sistem, perjanjian, dokumen, atau administrasi Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua.

          
Pasal 6

(1) Pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) tidak dilakukan atas pembayaran oleh Penyelenggara Distribusi dan/atau pelanggan telekomunikasi yang:
  1. jumlahnya paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) tidak termasuk PPN dan bukan merupakan pembayaran yang dipecah dan suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dan Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah);
  2. merupakan Wajib Pajak bank;
  3. telah memiliki dan menyerahkan fotokopi Surat Keterangan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 dan telah terkonfirmasi kebenarannya dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak; atau
  4. telah memiliki dan menyerahkan fotokopi Surat Keterangan Bebas Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh Pasal 22 sesuai dengan ketentuan mengenai pembebasan dan pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak lain.
(2) Dalam hal pembayaran oleh Penyelenggara Distribusi dan/atau pelanggan telekomunikasi termasuk deposit yang juga digunakan untuk transaksi selain Pulsa dan Kartu Perdana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6), pemungutan PPh Pasal 22 tidak dilakukan atas jumlah pembayaran Pulsa dan Kartu Perdana dengan nilai akumulasi paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) tidak termasuk PPN untuk setiap Penyelenggara Distribusi dan/atau pelanggan telekomunikasi dalam satu Masa Pajak.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga berlaku dalam hal pada suatu Masa Pajak Penyelenggara Distribusi melakukan deposit khusus untuk transaksi Pulsa dan Kartu Perdana maupun deposit yang belum dapat diketahui penggunaannya kepada Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua.
(4) Pengecualian dan pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b, ayat (2), dan ayat (3) dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas.
(5) Contoh pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 22 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dan Peraturan Direktur Jenderal ini.

          
Pasal 7

(1) Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua wajib membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22 pada setiap akhir bulan diterimanya pembayaran.
(2) Bukti pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bukti pemungutan PPh Pasal 22 untuk 1 (satu) Masa Pajak atas seluruh penjualan Pulsa dan Kartu Perdana bagi setiap Penyelenggara Distribusi dan/atau pelanggan telekomunikasi.
(3) Bukti pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan memilih menu "bukti pemungutan PPh Pasal 22 untuk industri/eksportir tertentu" pada aplikasi e-SPT Masa PPh Pasal 22.
(4) Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua wajib menyetorkan PPh Pasal 22 yang telah dipungut dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak dengan mengisi kode "411122" pada kolom kode akun pajak dan kode "100" pada kolom kode jenis setoran.
(5) Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua wajib melaporkan PPh Pasal 22 yang telah dipungut dan disetor dengan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 22 pada bagian "Badan Usaha Industri/Eksportir".
(6) Dalam hal aplikasi e-Bupot Unifikasi telah tersedia, Penyelenggara Distribusi Tingkat Kedua yang diwajibkan menyampaikan SPT Masa PPh unifikasi wajib:
  1. membuat bukti pemotongan/pemungutan unifikasi; dan
  2. melaporkan bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dengan menggunakan SPT Masa PPh unifikasi,
melalui aplikasi e-Bupot Unifikasi, atas pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

               
Pasal 8

Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, maka terhadap PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas pembayaran Pulsa dan Kartu Perdana dengan nilai akumulasi paling banyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer sampai dengan mulai berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut.
          

Pasal 9

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
          
          
     

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 1 September 2021 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
 
ttd.
 
SURYO UTOMO

Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

 

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.