Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER - 49/PJ./2009

Mon, 07 September 2009

Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan

Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER - 49/PJ./2009 sudah tidak berlaku karena sudah diganti dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER - 52/PJ/2010



PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 49/PJ./2009

TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Menimbang :

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan;


Mengingat :
  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN KEBERATAN


BAB I
PROSEDUR PENGAJUAN

Pasal 1

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :
  1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, kecuali Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan Pasal 13A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP;
  2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
  3. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
  4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
  5. pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


Pasal 2

(1)Pengajuan keberatan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
  1. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
  2. mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
  3. 1 (satu) surat keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotong pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
  4. melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan;
  5. diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force majeur);dan
  6. ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP.
(2)Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya berlaku untuk pengajuan keberatan atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang berkaitan dengan Surat Pemberitahuan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan seterusnya.


Pasal 3

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan dengan menggunakan formulir surat keberatan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 4

(1)Dalam hal surat keberatan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, keberataan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan sehingga Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan.
(2)Direktur Jenderal Pajak harus memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak bahwa surat keberatannya tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
 

Pasal 5

(1)Sebelum mengajukan keberatan, Wajib Pajak dapat meminta keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak atau penghitungan rugi.
(2)Direktur Jenderal Pajak harus memberi keterangan secara tertulis yang diminta oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat permintaan Wajib Pajak diterima.
(3)Jangka waktu pemberian keterangan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menunda jangka waktu pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e.


Pasal 6

(1)Surat keberatan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau ke Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan dalam wilayah Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan:
  1. secara langsung;
  2. melalui pos dengan bukti pengiriman surat;atau
  3. dengan cara lain.
(2)Penyampaian surat keberatan dengan cara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
  1. melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat;atau
  2. e-Filing melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).
(3)Atas penyampaian surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan tanda bukti penerimaan surat dan Penyampaian surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan bukti penerimaan elektronik.
(4)Bukti pengiriman surat keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf a atau tanda bukti penerimaan surat serta bukti penerimaan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bukti penerimaan surat keberatan.


Pasal 7

Tanggal bukti penerimaan surat keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yaitu :
  1. tanggal terima yang tercantum pada bukti penerimaan surat, dalam hal surat keberatan disampaikan secara langsung;
  2. tanggal stempel pos yang tercantum pada bukti pengiriman surat, dalam hal surat keberatan disampaikan melalui pos;
  3. tanggal pengiriman yang tercantum pada bukti pengiriman surat, dalam hal surat keberatan disampaikan melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir;atau
  4. tanggal yang tercantum pada bukti penerimaan elektronik, dalam hal surat keberatan disampaikan dengan e-Filing melalui Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).


BAB II
PROSES PENYELESAIAN KEBERATAN

Pasal 8

(1)Untuk keperluan penyelesaian keberatan, Direktur Jenderal Pajak secara tertulis dapat :
  1. meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk hardcopy dan/atau softcopy dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;dan/atau
  2. meminta Wajib Pajak untuk memberikan keterangan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2)Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas suatu pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf e, peminjaman dan/atau permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus meliputi asli bukti pemotongan atau pemungutan pajak dan surat pernyataan bahwa pemotongan atau pemungutan pajak tersebut belum atau tidak akan dikreditkan.
(3)Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat peminjaman dan/atau permintaan.
(4)Apabila sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Wajib Pajak belum meminjamkan sebagian atau seluruh buku, catatan, data dan informasi dan/atau belum memberikan keterangan yang diminta, dilakukan peminjaman dan/atau permintaan kedua paling lama 5 (lima) hari kerja sejak batas waktu tersebut berakhir.
(5)Wajib Pajak harus memenuhi peminjaman dan/atau permintaan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat peminjaman dan/atau permintaan kedua.
(6)Dalam hal masih diperlukan, Wajib Pajak harus meminjamkan bukti tambahan dan/atau memberikan penjelasan, dalam jangka waktu sebagaimana disebut dalam surat peminjaman dan/atau permintaan.
(7)Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruhnya peminjaman dan/atau permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), atau ayat (6), keberatan diproses berdasarkan data yang diperoleh dalam proses penyelesaian keberatan.


Pasal 9

(1)Pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada di pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan.
(2)Dalam hal terdapat pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang belum diminta pada saat proses pemeriksaan tetapi diperlukan dan diminta oleh Direktur Jenderal Pajak serta diserahkan oleh Wajib Pajak dalam proses keberatan, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang diserahkan oleh Wajib Pajak tersebut dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, sepanjang memiliki kaitan dengan koreksi yang disengketakan.
(3)Dalam hal terdapat pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang belum diminta pada saat proses pemeriksaan dan keberatan tetapi diserahkan oleh Wajib Pajak dalam proses keberatan, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang diserahkan oleh Wajib Pajak tersebut dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, sepanjang memiliki kaitan dengan koreksi yang disengketakan.


Pasal 10

(1)Sebelum menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, Direktur Jenderal Pajak harus meminta Wajib Pajak untuk hadir guna memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatan Wajib Pajak dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Untuk Hadir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2)Surat Pemberitahuan Untuk Hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan Daftar Hasil Penelitian Keberatan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3)Pemberian keterangan dan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(4)Apabila Wajib Pajak tidak memanfaatkan kesempatan untuk hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. dibuat Berita Acara ketidakhadiran Wajib Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VIII Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;dan
  2. proses keberatan tetap dapat diselesaikan.


Pasal 11

(1)Wajib Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan sepanjang Surat Pemberitahuan Untuk Hadir belum disampaikan kepada Wajib Pajak.
(2)Yang dimaksud dengan disampaikan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Untuk Hadir oleh Wajib Pajak.
(3)Wajib Pajak yang mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf b Undang-Undang KUP.


Pasal 12

Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dalam rangka proses penyelesaian keberatan, kuasa Wajib Pajak tersebut harus menyerahkan Surat Kuasa Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 Undang-Undang KUP.


Pasal 13

(1)Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan Wajib Pajak paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal bukti penerimaan surat keberatan.
(2)Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
(3)Apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak memberikan suatu keputusan, Surat Keputusan Keberatan harus diterbitkan dengan mengabulkan seluruh keberatan yang diajukan Wajib Pajak.
(4)Keputusan atas keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan dengan menerbitkan Surat Keputusan Keberatan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IX Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 14

(1)Wajib Pajak yang mengajukan banding dapat meminta keterangan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak mengenai alasan yang menjadi dasar untuk mengabulkan sebagian atau menolak permohonan Wajib Pajak, atau menambah besarnya pajak yang terutang.
(2)Atas permintaan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keterangan secara tertulis dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat permintaan Wajib Pajak.
(3)Jangka waktu pemberian keterangan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menunda jangka waktu pengajuan banding.


BAB III
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 15

Pada saat berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ.04/2007 tentang Prosedur Pengajuan dan Penyelesaian Permohonan Pembetulan Ketetapan Pajak, Keberatan, Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, dan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak Benar Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah  dinyatakan tidak berlaku sepanjang mengenai prosedur pengajuan dan penyelesaian keberatan.


BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 16

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 7 September 2009
DIREKTUR JENDERAL

ttd.

MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 0600044911


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

 

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.