Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER - 6/PJ/2010

Mon, 22 February 2010

Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan atau Surat Tagihan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, yang Tidak Benar

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 6/PJ/2010

TENTANG

TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN PERMOHONAN PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN, DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT KETETAPAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ATAU SURAT TAGIHAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN, YANG TIDAK BENAR

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2009 tentang Tata cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, atau Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang Tidak Benar, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan  Bangunan yang Tidak Benar;


Mengingat :
  1. Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
  2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 80 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);
  4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2009 tentang Tata Cara Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pengurangan atau Pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, atau Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yang Tidak Benar;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PENYELESAIAN PERMOHONAN PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN, DAN PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN SURAT KETETAPAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN ATAU SURAT TAGIHAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN, YANG TIDAK BENAR


Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan :
  1. Undang-Undang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang BPHTB adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000.
  2. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat dengan SKBKB adalah surat ketetapan BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang BPHTB.
  3. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat dengan SKBKBT  adalah surat ketetapan BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang BPHTB.
  4. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKBLB adalah surat ketetapan BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a Undang-Undang BPHTB.
  5. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Nihil yang selanjutnya disingkat dengan SKBN adalah surat ketetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-Undang BPHTB.
  6. Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disingkat dengan STB adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang BPHTB.
  7. Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut dengan KPP Pratama adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang menerbitkan SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, dan/atau STB.

Pasal 2

Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :
  1. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi yang tercantum dalam SKBKB, SKBKBT, atau STB, berupa bunga, denda, dan/atau kenaikan yang dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan Wajin Pajak; dan/atau
  2. mengurangkan atau membatalkan SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STB, yang tidak benar.

Pasal 3

(1) Untuk mendukung permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, permohonan dimaksud dilampiri dengan :
a.fotokopi identitas Wajib Pajak, dan fotokopi identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan;
b.dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa sanksi administrasi dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak;
c.fotokopi surat pemberitahuan pengajuan keberatan BPHTB tidak dapat dipertimbangkan, dalam hal Wajib Pajak pernah mengajukan keberatan atas SKBKB atau SKBKBT;dan/atau
d.dokumen pendukung lainnya.
(2) Untuk mendukung permohonan pengurangan SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, permohonan dimaksud dilampiri dengan :
a.fotokopi identitas Wajib Pajak, dan fotokopi identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan;
b.dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN atau STB tersebut tidak benar;
c.fotokopi surat pemberitahuan pengajuan keberatan BPHTB tidak dapat dipertimbangkan, dalam hal Wajib Pajak pernah mengajukan keberatan atas SKBKB, SKBKBT, SKBLB atau SKBN;dan/atau
d.dokumen pendukung lainnya.
(3) Untuk mendukung permohonan pembatalan SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, permohonan dimaksud dilampiri dengan :
a.fotokopi identitas Wajib Pajak, dan fotokopi identitas kuasa Wajib Pajak dalam hal dikuasakan;
b.dokumen pendukung yang dapat menunjukkan bahwa SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN atau STB tersebut tidak benar;dan/atau
c.dokumen pendukung lainnya.


Pasal 4

(1)Permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diajukan kepada Direktur Jenderal Pajak dan disampaikan ke KPP Pratama :
a.secara langsung; atau
b.melalui pos dengan bukti pengiriman surat.
(2)Atas penyampaian permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan tanda bukti penerimaan surat.
(3)Bukti pengiriman surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau tanda bukti penerimaan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan bukti penerimaan surat permohonan Wajib Pajak.


Pasal 5

Tanggal bukti penerimaan surat permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) yaitu :
a.tanggal terima yang tercantum pada bukti penerimaan surat, dalam hal surat permohonan Wajib Pajak disampaikan secara langsung; atau
b.tanggal stempel pos yang tercantum pada bukti pengiriman surat, dalam hal surat permohonan Wajib Pajak disampaikan melalui pos.


Pasal 6

Direktur Jenderal Pajak berwenang memberikan keputusan atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

Pasal 7

(1) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ditetapkan berdasarkan hasil penelitian di kantor, dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan dengan penelitian di lapangan.
(2) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan surat tugas dan hasilnya dituangkan dalam laporan hasil penelitian.
(3) Dalam hal dilakukan penelitian di lapangan, pejabat serendah-rendahnya setingkat Eselon III terlebih dahulu memberitahukan secara tertulis waktu pelaksanaan penelitian di lapangan kepada Wajib Pajak atau kuasanya.


Pasal 8

(1) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal bukti penerimaan surat permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, harus memberi suatu keputusan atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.
(2) Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dapat berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya, atau menolak permohonan Wajib Pajak.
(3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas permohonan pengurangan SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, dapat berupa mengabulkan sebagian atau seluruhnya, atau menolak permohonan Wajib Pajak.
(4)Keputusan direktur Jenderal Pajak atas permohonan pembatalan SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN, atau STB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, dapat berupa mengabulkan atau menolak permohonan Wajib Pajak.
(5)Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan yang diajukan dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan keputusan sesuai dengan permohonan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak jangka waktu dimaksud berakhir.
(6)Atas permintaan tertulis dari Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), atau  menolak permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4).


Pasal 9

Bentuk formulir Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai :
a.pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi BPHTB atas SKBKB, SKBKBT, atau STB sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
b.pengurangan SKBKB, SKBKBT, SKBLB, atau SKBN, yang tidak benar, sebagaimana ditetapkan pada Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
c.pengurangan STB yang tidak benar, sebagaimana ditetapkan pada Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
d.pembatalan SKBKB, SKBKBT, SKBLB, atau SKBN, yang tidak benar, sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
e.pembatalan STB yang tidak benar, sebagaimana ditetapkan pada Lampiran V Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.


Pasal 10

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Februari 2010
DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd.

MOCHAMAD TJIPTARDJO
NIP 06004911


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

 

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.