Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2019

Fri, 15 March 2019

Ketentuan Ekspor dan Impor Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2019

TENTANG

KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR MINYAK BUMI, GAS BUMI, DAN BAHAN BAKAR LAIN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka menjaga ketersediaan minyak bumi, gas bumi, dan bahan bakar lain yang merupakan sumber daya alam strategis terbarukan maupun tidak terbarukan, menguasai hajat hidup orang banyak, dan mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional, perlu adanya pengaturan yang komprehensif mengenai ketentuan ekspor dan impor minyak bumi, gas bumi dan bahan bakar lain;
  2. bahwa untuk memberikan kepastian berusaha, mempercepat pelayanan perizinan berusaha, dan mendukung pelaksanaan pengendalian ekspor dan impor minyak bumi, gas bumi, dan bahan bakar lain, perlu penyempurnaan terhadap ketentuan mengenai ekspor dan impor minyak bumi, gas bumi dan bahan bakar lain;
  3. bahwa ketentuan mengenai ekspor dan impor minyak bumi, gas bumi, dan bahan bakar lain sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 03/M-DAG/PER/1/2015 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu diganti;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain;


Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006< tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4152);
  4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
  6. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5047);
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4436) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4996);
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90);
  10. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 24);
  11. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
  12. Peraturan Presiden Nomor 48 Tahun 2015 tentang Kementerian Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 90);
  13. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain sebagaimana telah beberapa kali terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 20 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 913);
  14. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 13/M-DAG/PER/3/2012 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 395);
  15. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 9 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 194);
  16. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/8/2014 tentang Ketentuan Umum Verifikasi atau Penelusuran Teknis di Bidang Perdagangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1104) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 116 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46/M-DAG/PER/8/2014 tentang Ketentuan Umum Verifikasi atau Penelusuran Teknis di Bidang Perdagangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1659);
  17. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 48/M-DAG/PER/7/2015 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1006);
  18. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 08/M-DAG/PER/2/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 202);
  19. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 64/M-DAG/PER/9/2016 tentang Ketentuan Pemasukan dan Pengeluaran Barang Asal Luar Daerah Pabean ke dan dari Pusat Logistik Berikat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1415);
  20. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 75 Tahun 2018 tentang Angka Pengenal Importir (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 936);
  21. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 77 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik di Bidang Perdagangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 938);



MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR MINYAK BUMI, GAS BUMI, DAN BAHAN BAKAR LAIN.


Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
  2. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
  3. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak Bumi dan Gas Bumi.
  4. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi.
  5. Bahan Bakar Lain adalah bahan bakar yang berbentuk cair atau gas yang berasal dari selain Minyak Bumi, Gas Bumi, dan hasil olahan.
  6. Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitasi Minyak Bumi dan Gas Bumi.
  7. Kegiatan Usaha Hilir Minyak Bumi dan Gas Bumi adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, dan/atau niaga.
  8. Badan Usaha yang selanjutnya disingkat BU adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  9. Bentuk Usaha Tetap yang selanjutnya disingkat BUT adalah badan usaha yang didirikan dan berbadan hukum di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wajib mematuhi peraturan perundangan-undangan yang berlaku di Republik Indonesia.
  10. Pengguna Langsung Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain yang selanjutnya disebut Pengguna Langsung adalah badan usaha baik berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang melakukan impor Minyak Bumi, Gas Bumi, dan/atau Bahan Bakar Lain untuk keperluan sendiri dan tidak untuk diperdagangkan.
  11. Hak Akses adalah hak yang diberikan untuk melakukan interaksi dengan sistem elektronik yang berdiri sendiri atau dengan jaringan.
  12. Eksportir Terdaftar Minyak Bumi dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut ET Minyak Bumi dan Gas Bumi adalah perusahaan yang melakukan ekspor Minyak Bumi dan Gas Bumi.
  13. Eksportir Terdaftar Bahan Bakar Lain yang selanjutnya disebut ET Bahan Bakar Lain adalah perusahaan yang melakukan ekspor Bahan Bakar Lain.
  14. Persetujuan Ekspor Minyak Bumi dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut PE Minyak Bumi dan Gas Bumi adalah izin ekspor Minyak Bumi dan Gas Bumi.
  15. Persetujuan Ekspor Bahan Bakar Lain yang selanjutnya disebut PE Bahan Bakar Lain adalah izin ekspor Bahan Bakar Lain.
  16. Persetujuan Impor Minyak Bumi dan Gas Bumi yang selanjutnya disebut PI Minyak Bumi dan Gas Bumi adalah izin impor Minyak Bumi dan Gas Bumi.
  17. Persetujuan Impor Bahan Bakar Lain yang selanjutnya disebut PI Bahan Bakar Lain adalah izin impor Bahan Bakar Lain.
  18. Rekomendasi adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh pejabat instansi/unit teknis terkait yang berwenang dan merupakan persyaratan untuk bahan pertimbangan diterbitkannya Persetujuan Ekspor Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain atau Persetujuan Impor Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain.
  19. Verifikasi atau Penelusuran Teknis adalah penelitian dan pemeriksaan barang ekspor yang dilakukan oleh surveyor.
  20. Surveyor adalah perusahaan survey yang mendapat otorisasi untuk melakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis barang ekspor.
  21. Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  22. Pusat Logistik Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
  23. Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Online Single Submission yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintahan non kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi dan penanaman modal.
  24. Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah identitas pelaku usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS setelah pelaku usaha melakukan pendaftaran.
  25. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
  26. Menteri ESDM adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.
  27. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan.


Pasal 2

(1)Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain yang diatur ekspornya sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2)Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain yang diatur impornya sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.


Pasal 3

(1)Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) hanya dapat diekspor oleh:
  1. BU yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi;
  2. BUT yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu Minyak Bumi dan Gas Bumi; dan
  3. BU yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir Minyak Bumi dan Gas Bumi.
(2)BU dan BUT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan penetapan sebagai ET Minyak Bumi dan Gas Bumi dari Menteri.
(3)Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan penetapan sebagai ET Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal.
(4)ET Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dokumen pelengkap pabean.


Pasal 4

(1)Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) hanya dapat diekspor oleh BU yang melakukan kegiatan usaha Bahan Bakar Lain.
(2)BU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan penetapan sebagai ET Bahan Bakar Lain dari Menteri.
(3)Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan penetapan sebagai ET Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal.
(4)ET Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dokumen pelengkap pabean.


Pasal 5

(1)Untuk mendapatkan penetapan sebagai ET Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), BU dan BUT harus mengajukan permohonan secara elektronik melalui laman http://inatrade.kemendag.go.id kepada Direktur Jenderal.
(2)Permohonan penetapan sebagai ET Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan melampirkan persyaratan hasil pindai/scan dokumen asli:
  1. NIB; dan
  2. perijinan usaha di bidang Minyak Bumi dan Gas Bumi.
(3)Untuk mendapat penetapan sebagai ET Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), BU harus mengajukan permohonan secara elektronik melalui laman http://inatrade.kemendag.go.id kepada Direktur Jenderal.
(4)Permohonan penetapan sebagai ET Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dengan melampirkan hasil pindai/scan dokumen asli:
  1. NIB; dan
  2. perijinan usaha.
(5)Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (3) hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan Hak Akses.
(6)Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), Direktur Jenderal menerbitkan penetapan sebagai ET Minyak Bumi dan Gas Bumi atau ET Bahan Bakar Lain dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik (Digital Signature) yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah (paperless) serta mencantumkan kode QR (Quick Response Code) paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar.
(7)Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) tidak lengkap dan benar, dilakukan penolakan secara elektronik paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima.


Pasal 6

Penetapan sebagai ET Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan penetapan sebagai ET Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6) berlaku selama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diterbitkan.


Pasal 7

(1)Dalam hal terdapat perubahan data perusahaan yang tercantum dalam dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (4), BU dan BUT pemilik ET Minyak Bumi dan Gas Bumi dan BU pemilik ET Bahan Bakar Lain wajib mengajukan permohonan perubahan ET Minyak Bumi dan Gas Bumi dan ET Bahan Bakar Lain paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal terjadi perubahan data.
(2)Permohonan perubahan ET Minyak Bumi dan Gas Bumi dan ET Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara elektronik melalui laman http://inatrade.kemendag.go.id kepada Direktur Jenderal.
(3)Permohonan perubahan ET Minyak Bumi dan Gas Bumi dan ET Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan dengan melampirkan hasil pindai/scan dokumen asli:
  1. ET Minyak Bumi dan Gas Bumi dan ET Bahan Bakar Lain; dan
  2. dokumen yang mengalami perubahan yang ditandasahkan oleh pejabat berwenang.
(4)Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal menerbitkan perubahan penetapan sebagai ET Minyak Bumi dan Gas Bumi dan ET Bahan Bakar Lain dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik (Digital Signature) yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah (paperless) serta mencantumkan kode QR (Quick Response Code) paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar.
(5)Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak lengkap dan benar, dilakukan penolakan secara elektronik paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima.
(6)Perubahan ET Minyak Bumi dan Gas Bumi dan perubahan ET Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku selama sisa masa berlaku ET Minyak Bumi dan Gas Bumi dan ET Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.


Pasal 8

(1)Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) hanya dapat diekspor oleh ET Minyak Bumi dan Gas Bumi setelah mendapatkan PE Minyak Bumi dan Gas Bumi dari Menteri.
(2)Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) hanya dapat diekspor oleh ET Bahan Bakar Lain setelah mendapatkan PE Bahan Bakar Lain dari Menteri.
(3)Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan PE Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan PE Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal.
(4)PE Minyak Bumi dan Gas Bumi dan PE Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) merupakan dokumen pelengkap pabean.


Pasal 9

(1)Untuk mendapatkan PE Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), ET Minyak Bumi dan Gas Bumi harus mengajukan permohonan secara elektronik melalui laman http://inatrade.kemendag.go.id kepada Direktur Jenderal.
(2)Permohonan untuk mendapatkan PE Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan melampirkan hasil pindai/scan dokumen asli:
  1. penetapan sebagai ET Minyak Bumi dan Gas Bumi;
  2. laporan realisasi ekspor Minyak Bumi dan Gas Bumi, untuk ET Minyak Bumi dan Gas Bumi yang telah mendapatkan PE Minyak Bumi dan Gas Bumi sebelumnya; dan
  3. rekomendasi ekspor Minyak Bumi dan Gas Bumi dari direktur jenderal Minyak dan Gas Bumi atas nama Menteri ESDM.
(3)Untuk mendapatkan PE Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2), ET Bahan Bakar Lain harus mengajukan permohonan secara elektronik melalui laman http://inatrade.kemendag.go.id kepada Direktur Jenderal.
(4)Permohonan untuk mendapatkan PE Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dengan melampirkan hasil pindai/scan dokumen asli:
  1. penetapan sebagai ET Bahan Bakar Lain;
  2. laporan realisasi ekspor Bahan Bakar Lain, untuk ET Bahan Bakar Lain yang telah mendapat PE Bahan Bakar Lain sebelumnya; dan
  3. rekomendasi Ekspor.
(5)Rekomendasi Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c diterbitkan oleh:
  1. pejabat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, untuk ET Bahan Bakar Lain yang mengekspor Bahan Bakar Lain sebagai keperluan bahan bakar; atau
  2. pejabat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang industri, untuk ET Bahan Bakar Lain yang mengekspor Bahan Bakar lain sebagai keperluan bahan baku dan/atau bahan penolong industri.
(6)Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), Direktur Jenderal menerbitkan PE Minyak Bumi dan Gas Bumi dan PE Bahan Bakar Lain dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik (Digital Signature) yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah (paperless) serta mencantumkan kode QR (Quick Response Code) paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap dan benar.
(7)Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak lengkap dan benar, dilakukan penolakan secara elektronik paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima.


Pasal 10

PE Minyak Bumi dan Gas Bumi dan PE Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6) berlaku sesuai dengan masa berlaku rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf c dan Pasal 9 ayat (4) huruf c.


Pasal 11

(1)Dalam hal Minyak Bumi dan Gas Bumi merupakan bagian negara dan/atau milik negara, Minyak Bumi dan Gas Bumi hanya dapat diekspor oleh ET Minyak Bumi dan Gas Bumi yang mendapat penunjukan dari instansi/lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang Minyak Bumi dan Gas Bumi.
(2)Ekspor Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh ET Minyak Bumi dan Gas Bumi setelah mendapatkan PE Minyak Bumi dan Gas Bumi dari Menteri.
(3)Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan PE Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal.


Pasal 12

(1)Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hanya dapat diimpor oleh:
  1. BU yang melakukan Kegiatan Usaha Hilir Minyak Bumi dan Gas Bumi; dan
  2. Pengguna Langsung,
setelah mendapatkan PI Minyak Bumi dan Gas Bumi dari Menteri.
(2)Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan PI Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal.
(3)PI Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dokumen pelengkap pabean di bidang Impor.


Pasal 13

(1)Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hanya dapat diimpor oleh:
  1. BU yang melakukan kegiatan usaha Bahan Bakar Lain; dan
  2. Pengguna Langsung,
setelah mendapatkan PI Bahan Bakar Lain dari Menteri.
(2)Menteri mendelegasikan kewenangan penerbitan PI Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur Jenderal.
(3)PI Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan dokumen pelengkap pabean di bidang Impor.


Pasal 14

(1)Untuk mendapatkan PI Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), BU dan Pengguna Langsung harus mengajukan permohonan secara elektronik melalui laman http://inatrade.kemendag.go.id kepada Direktur Jenderal.
(2)Permohonan untuk mendapatkan PI Minyak Bumi dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan melampirkan hasil pindai/scan dokumen asli:
  1. NIB;
  2. laporan realisasi impor Minyak Bumi dan Gas Bumi, untuk BU dan Pengguna Langsung yang telah mendapat PI sebelumnya; dan
  3. rekomendasi Impor Minyak Bumi dan Gas Bumi dari direktur jenderal Minyak dan Gas Bumi atas nama Menteri ESDM.
(3)Untuk mendapatkan PI Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), BU dan Pengguna Langsung harus mengajukan permohonan secara elektronik melalui laman http://inatrade.kemendag.go.id kepada Direktur Jenderal.
(4)Permohonan untuk mendapatkan PI Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dengan melampirkan hasil pindai/scan dokumen asli:
  1. NIB;
  2. laporan realisasi impor Bahan Bakar Lain, untuk BU dan Pengguna Langsung yang telah mendapat PI sebelumnya; dan
  3. Rekomendasi Impor.
(5)Rekomendasi Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c diterbitkan oleh:
  1. pejabat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang Energi dan Sumber Daya Mineral;
  2. pejabat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang Energi dan Sumber Daya Mineral untuk BU dan Pengguna Langsung yang mengimpor Bahan Bakar Lain sebagai keperluan bahan bakar; atau
  3. pejabat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian untuk Pengguna Langsung yang mengimpor Bahan Bakar Lain sebagai keperluan bahan baku dan/atau bahan penolong industri.
(6)Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), Direktur Jenderal menerbitkan PI Minyak Bumi dan Gas Bumi dan PI Bahan Bakar Lain dengan menggunakan Tanda Tangan Elektronik (Digital Signature) yang tidak memerlukan cap dan tanda tangan basah (paperless) serta mencantumkan kode QR (Quick Response Code) paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap dan benar.
(7)Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak lengkap dan benar, dilakukan penolakan secara elektronik paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima.


Pasal 15

PI Minyak Bumi dan Gas Bumi dan PI Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) berlaku sesuai dengan masa berlaku Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf c dan Pasal 14 ayat (4) huruf c.


Pasal 16

Dalam hal terjadi keadaan kahar yang mengakibatkan sistem elektronik melalui laman http://inatrade.kemendag.go.id tidak berfungsi, pengajuan permohonan:
  1. penetapan sebagai ET Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan ET Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (6);
  2. perubahan penetapan ET Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan ET Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);
  3. mendapatkan PE Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan PE Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6);
  4. mendapatkan PI Minyak Bumi dan Gas Bumi dan PI Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan ayat (3),
disampaikan kepada Direktur Jenderal melalui Unit Pelayanan Terpadu Perdagangan secara manual.


Pasal 17

(1)Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hanya dapat diekspor setelah dilakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis di pelabuhan muat.
(2)Pelaksanaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Surveyor yang ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 18

(1)Untuk dapat ditetapkan sebagai pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2), Surveyor harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. memiliki Surat Ijin Usaha Jasa Survey (SIUJS);
  2. telah mendapatkan akreditasi sebagai lembaga inspeksi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) sesuai dengan ruang lingkup yang relevan;
  3. memiliki pengalaman sebagai Surveyor di bidang Ekspor paling sedikit 5 (lima) tahun,
  4. memiliki kantor cabang/perwakilan di seluruh wilayah Indonesia;
  5. memiliki sistem teknologi informasi yang khusus diimplementasikan sesuai dengan ruang lingkup penugasan;
  6. memiliki tenaga ahli bersertifikat sebagai verifikator teknis (drafter), verifikator administrasi, pengambil contoh (sampler), dan penguji contoh (analyst) laboratorium;
  7. memiliki paling sedikit 1 (satu) laboratorium uji yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) sesuai dengan ruang lingkup yang relevan; dan
  8. mempunyai rekam-jejak (track record) yang baik di bidang pengelolaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Ekspor Minyak Bumi, Gas Bumi dan Bahan Bakar Lain.
(2)Untuk dapat ditetapkan sebagai pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis, Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dengan melampirkan:
  1. NIB;
  2. fotokopi Surat Ijin Usaha Jasa Survey;
  3. surat pernyataan yang memuat pengalaman sebagai Surveyor di bidang Ekspor paling sedikit 5 (lima) tahun;
  4. surat pernyataan yang memuat rekam-jejak (track record) yang baik di bidang pengelolaan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Ekspor Minyak Bumi, Gas Bumi dan Bahan Bakar Lain;
  5. fotokopi sertifikat akreditasi sebagai lembaga inspeksi oleh Komite Akreditasi Nasional sesuai dengan ruang lingkup yang relevan;
  6. fotokopi sertifikat akreditasi laboratorium uji oleh Komite Akreditasi Nasional;
  7. keterangan mengenai perusahaan, paling sedikit memuat alamat kantor pusat, kantor cabang/perwakilan, dan lokasi laboratorium disertai daftar peralatan lengkap laboratorium; dan
  8. daftar tenaga ahli bersertifikat yang dilengkapi dengan daftar riwayat hidup.


Pasal 19

(1)Untuk dapat dilakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis,
  1. ET Minyak Bumi dan Gas Bumi yang telah memiliki PE Minyak Bumi dan Gas Bumi; dan
  2. ET Bahan Bakar Lain yang telah mendapatkan PE Bahan Bakar Lain,
harus mengajukan permohonan Verifikasi atau Penelusuran Teknis kepada Surveyor.
(2)Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan verifikasi fisik dan penelusuran teknis terhadap:
  1. nama dan alamat eksportir;
  2. jenis dan spesifikasi;
  3. volume;
  4. pos tarif (harmonized system);
  5. pelabuhan muat; dan/atau
  6. pelabuhan tujuan.
 

Pasal 20

(1)Hasil Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor untuk digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan untuk pendaftaran Pemberitahuan Ekspor Barang kepada kantor pabean.
(2)Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat pernyataan kebenaran atas hasil Verifikasi atau Penelusuran Teknis dan menjadi tanggung jawab Surveyor.
(3)Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lambat 1 (satu) hari setelah selesai dilakukan Verifikasi atau Penelusuran Teknis.
(4)Biaya yang ditimbulkan atas pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis dibebankan kepada ET yang besarannya ditentukan dengan memperhatikan asas manfaat.


Pasal 21

(1)Surveyor wajib menyampaikan Laporan Surveyor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) kepada Menteri Perdagangan melalui http://inatrade.kemendag.go.id.
(2)Dalam hal terjadi keadaan kahar yang mengakibatkan sistem elektronik melalui laman http://inatrade.kemendag.go.id sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berfungsi, Laporan Surveyor disampaikan secara manual kepada Direktur Jenderal.


Pasal 22

(1)ET Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan ET Bahan Bakar Lain yang telah mendapat PE Minyak Bumi dan Gas Bumi dan PE Bahan Bakar Lain, serta BU dan Pengguna Langsung Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain yang telah mendapat PI Minyak Bumi dan Gas Bumi dan PI Bahan Bakar Lain, wajib menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan ekspor atau impor secara elektronik, baik terealisasi maupun tidak terealisasi kepada Menteri melalui Direktur Jenderal yang ditembuskan kepada:
  1. Menteri ESDM melalui direktur jenderal yang menangani bidang Minyak dan Gas Bumi atau Dirjen yang menangani bidang Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi; dan
  2. Menteri Perindustrian melalui direktur jenderal yang menangani bidang Industri Agro atau Dirjen yang menangani bidang Industri Kimia, bagi Ekspor dan Impor Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf b dan Pasal 14 ayat (2) huruf c.
(2)Laporan pelaksanaan ekspor Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain, dan laporan pelaksanaan impor Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan setiap bulan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya melalui laman http://inatrade.kemendag.go.id.


Pasal 23

(1)Surveyor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) wajib menyampaikan laporan rekapitulasi pelaksanaan kegiatan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Ekspor Minyak Bumi, Gas Bumi dan Bahan Bakar Lain yang telah dilakukan setiap bulan.
(2)Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik melalui laman http://inatrade.kemendag.go.id kepada Direktur Jenderal paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya.


Pasal 24

(1)ET Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan ET Bahan Bakar Lain yang telah mendapat PE Minyak Bumi dan Gas Bumi dan PE Bahan Bakar Lain, serta BU dan Pengguna Langsung Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain yang telah mendapat PI Minyak Bumi dan Gas Bumi dan PI Bahan Bakar Lain yang tidak melakukan kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis.
(2)Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 2 (dua) kali dengan tenggang waktu antara peringatan pertama dengan peringatan kedua paling lama 10 (sepuluh) hari.
(3)Dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari setelah dikenai peringatan kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ET Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan ET Bahan Bakar Lain, serta BU dan Pengguna Langsung Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain tidak melaksanakan kewajiban menyampaikan laporan, dikenai sanksi administratif berupa penangguhan penerbitan PE Minyak Bumi dan Gas Bumi, PE Bahan Bakar Lain, PI Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan PI Bahan Bakar Lain paling lama 2 (dua) tahun.


Pasal 25

Menteri melalui Direktur Jenderal mencabut atas PE Minyak Bumi dan Gas Bumi, PE Bahan Bakar Lain, PI Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan PI Bahan Bakar Lain dalam hal perusahaan:
  1. terbukti menyampaikan data dan/atau informasi yang tidak benar sebagai persyaratan untuk mendapatkan PE Minyak Bumi dan Gas Bumi, PE Bahan Bakar Lain, PI Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan/atau PI Bahan Bakar Lain;
  2. mengekspor atau mengimpor Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain yang jenisnya tidak sesuai dan/atau jumlahnya melebihi yang tercantum dalam dokumen PE Minyak Bumi dan Gas Bumi, PE Bahan Bakar Lain, PI Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan/atau PI Bahan Bakar Lain;
  3. terbukti mengubah data dan/atau informasi yang tercantum dalam dokumen PE Minyak Bumi dan Gas Bumi, PE Bahan Bakar Lain, PI Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan/atau PI Bahan Bakar Lain; dan/atau
  4. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan PE Minyak Bumi dan Gas Bumi, PE Bahan Bakar Lain, PI Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan/atau PI Bahan Bakar Lain.


Pasal 26

Menteri melalui Direktur Jenderal mencabut penetapan sebagai Surveyor pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis ekspor Minyak Bumi, Gas Bumi dan Bahan Bakar Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dalam hal:
  1. tidak memenuhi ketentuan kewajiban pelaporan secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sebanyak 2 (dua) kali; dan/atau
  2. melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan kegiatan Verifikasi atau Penelusuran Teknis Ekspor atas Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain.


Pasal 27

Perusahaan yang melakukan ekspor dan/atau impor Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain yang tidak sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 28

Ekspor Bahan Bakar Lain yang berasal dari crude palm oil dan turunannya (biodiesel/Fatty Acid Methyl Esther) dengan kandungan metil ester lebih dari 96.5%-volume dengan Nomor Pos Tarif/HS ex. 3826.00.21, 3826.00.22, ex. 3826.00.90 dikecualikan dari ketentuan Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).


Pasal 29

(1)Ketentuan mengenai Ekspor dan Impor Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain dalam Peraturan Menteri ini dikecualikan terhadap:
  1. barang contoh; dan
  2. barang untuk keperluan penelitian.
(2)Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal.
(3)Untuk mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) perorangan dan/atau perusahaan/instansi pemerintah/lembaga harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan:
  1. rekomendasi dari kementerian teknis yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang Energi dan Sumber Daya Mineral; atau
  2. rekomendasi dari kementerian teknis yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang industri.


Pasal 30

Gas Bumi dalam bentuk gas dengan Pos Tarif/HS 2711.21.10 dan 2711.21.90 yang ekspornya dialirkan langsung melalui pipa ke luar daerah pabean dikecualikan dari ketentuan PE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan kewajiban Verifikasi atau Penelusuran Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).


Pasal 31

Direktur Jenderal dapat menugaskan pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri untuk melakukan pemeriksaan kesesuaian (post audit).


Pasal 32

Dalam hal diperlukan, Menteri dapat mengecualikan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini setelah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga pemerintah non kementerian terkait.


Pasal 33

Pelaksanaan ekspor dan impor Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain selain tunduk pada ketentuan Peraturan Menteri ini juga tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan lain mengenai Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain.


Pasal 34

Dalam hal Lembaga OSS telah dapat memproses penerbitan perizinan berusaha di bidang perdagangan yang diatur dalam peraturan menteri ini, Lembaga OSS untuk dan atas nama Menteri menerbitkan ET Minyak Bumi dan Gas Bumi, ET Bahan Bakar Lain, Persetujuan Ekspor Minyak Bumi dan Gas Bumi, Persetujuan Ekspor Bahan Bakar Lain, Persetujuan Impor Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan Persetujuan Impor Bahan Bakar Lain.


Pasal 35

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
  1. ET Minyak Bumi dan Gas Bumi dan ET Bahan Bakar Lain yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 03/M-DAG/PER/1/2015 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 24) dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya masa berlaku ET Minyak Bumi dan Gas Bumi dan ET Bahan Bakar Lain.
  2. PE Minyak Bumi dan Gas Bumi, PE Bahan Bakar Lain, PI Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan PI Bahan Bakar Lain yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 03/M-DAG/PER/1/2015 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 24) dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya masa berlaku PE Minyak Bumi dan Gas Bumi, PE Bahan Bakar Lain, PI Minyak Bumi dan Gas Bumi, dan PI Bahan Bakar Lain.
  3. Surveyor yang telah ditetapkan sebagai pelaksana Verifikasi atau Penelusuran Teknis berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 03/M-DAG/PER/1/2015 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Minyak Bumi, Gas Bumi dan Bahan Bakar Lain (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 24) dinyatakan tetap dapat melaksanakan tugas dan harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini.


Pasal 36

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 03/M-DAG/PER/1/2015 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 37

Peraturan Menteri ini mulai berlaku 7 (tujuh) hari sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 28 Februari 2019
MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ENGGARTIASTO LUKITA



Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Maret 2019
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 289


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

 

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.